GALAMEDIA
SENIN, 26 NOVEMBER 2007

      Ibadah Haji Malah Dipakai Selingkuh (3)  
      Kebaikan Pak Jono, Ada Maunya  
     
      PADA cerita sebelumnya, aku kembali ke Tanah Air dengan pesawat dari 
Madinah menuju Bandara Soekarno-Hatta. Aku sengaja tidak lagi duduk 
berdampingan dengan Pak Jono dan istrinya. Maksudnya untuk menjaga agar jangan 
sampai timbul fitnah. Biarlah tak duduk bersama dengannya, nanti sebentar lagi 
aku pasti akan jadi istrinya. Bagaimana hubungan kedua insan yang berselingkuh 
di Tanah Suci ini? Simak penuturannya yang dikisahkan H. Undang Sanaryo berikut 
ini.  
     
MARHABAN ya marhaban! Begitu sambutan dari suami tercinta, kedua orangtua, 
kakak, adik, dan semua keuarga di lembur menyambut kedatanganku dari Tanah Suci 
dengan keadaan sehat walafiat. Ciuman mesraku dibalas dengan penuh kasih sayang 
oleh suami tercinta.

Selama beberapa jam aku sibuk menerima tamu yang mengucapkan selamat. Aku balas 
dengan ungkapan terima kasih atas doa restu semua pihak sehingga aku bisa 
pulang dengan keadaan selamat, dan mampu melaksanakan ibadah selama di Tanah 
Suci.

Selang beberapa saat, Pak Jono datang ke rumah membawa semua barang 
kepunyaanku. Aku kaget juga, mengapa dia datang dengan cepat, padahal di 
rumahnya pasti keluarganya sibuk menerima banyak tamu. Kedatangan Pak Jono 
disambut gembira oleh keluargaku, termasuk Kang Aang.

"Wah apa yang bisa kami ucapkan. Bapak begitu baik membantu istri saya," ujar 
Kang Aang.

"Ini tugas ketua regu yang harus bertanggung jawab atas semua anggotanya. Biar 
sibuk, tapi saya lebih mendahulukan kepentingan anggota," balas Pak Jono. Hanya 
sebentar saja ia di rumahku.

Seabrek oleh-oleh aku bagikan kepada suami, orangtua, dan handai tolan. Semua 
bangga aku bisa pulang dari Tanah Suci membawa oleh-oleh sebanyak itu. Dua 
jeriken air zamzam aku bagikan kepada tetangga dan teman-teman, termasuk kurma 
dan kacang arab.

Mereka sempat geleng-geleng kepala dan banyak yang mengucap syukur, karena 
selama di Tanah Suci ada orang yang mengasihiku. Buktinya oleh-olehku yang 
harganya puluhan juta rupiah, semuanya hasil pemberian orang. Ya tiada lain 
adalah Pak Jono si ketua regu itu.

"Apa yang harus kita berikan sebagai balasan pada Pak Jono ya Mah? Beliau 
baiknya setengah mati, sampai-sampai membelikan oleh-oleh semahal itu," kata 
Kang Aang.

"Ya tak usah. Dia ikhlas memberi. Kita serahkan saja kepada Gusti Allah semoga 
kebaikan beliau mendapat pahala," jawabku.

Seminggu setelah kepulangan dari Tanah Suci, aku mencoba menyampaikan unek-unek 
kepada orangtua. Maksudnya minta pertimbangan atas permintaan Pak Jono yang 
ingin menikahiku. Sesuai janjinya, bila aku mau jadi istri keduanya, ayah dan 
ibu akan diberi modal dagang puluhan juta.

Ayah dan ibu bengong, diam seribu bahasa. Aku tahu pasti mereka bingung 
memecahkan persoalan itu. Karena aku masih bersuami.

"Jadi kebaikan Pak Jono itu karena ada udang di balik batu?" ujar ayah pedas.

"Ya! Tapi jangan salahkan beliau. Aku yang salah karena aku juga cinta. Kalau 
aku jadi istrinya, aku pasti akan memperoleh keturunan. Aku minta saran dan 
jalan keluar agar aku bisa dinikahi Pak Jono," ujarku.

Pembicaaraan tak membuahkan hasil. Aku pun mengirim SMS pada Pak Jono. Malam 
berikutnya Pak Jono datang ke rumah orangtua tanpa sepengetahuan Kang Aang. Dia 
langsung memberi uang Rp 40 juta seperti yang dijanjikannya.

Anehnya, ayah dan ibu menerimanya dan menyataan siap menghadapi risiko apa pun 
untuk menikahkan aku dengan Pak Jono. Aku gembira, karena sebentar lagi akan 
menikah dengan Pak Jono.

Dua hari setelah itu, ibu belanja barang ke kota. Barang yang dibeli bukan main 
banyaknya, sampai harus diangkut truk. Saat pulang membawa barang itu, ibu 
duduk berdampigan dengan sopir.

Aku lalu menerima kabar dari tetangga bahwa truk yang ditumpangi ibu kecelakaan 
hingga jatuh ke sungai. Untung ibu selamat, tapi semua barang belanjaan ludes, 
tak ada yang bisa diselamatkan. Aku pun melaporkan hal itu pada Pak Jono. 
Malamnya ia datang lagi ke rumah dan memberi Rp 20 juta untuk mengganti 
kerugian.

Hubunganku dan Pak Jono semakin akrab. Kami sering bertemu tanpa ketahuan orang 
lain, terlebih Kang Aang. Pertemuan ini tak lain untuk memecahkan persoalan, 
bagaimana caranya agar Kang Aang rela menceraikanku. (bersambung

Reply via email to