Refleksi: Tidak  mengherankan bila karya-karya ilmu dekat dengan awan akan 
selaku mengawan-awang. Berbeda dengan ilmu exacta yang aplikasinya bisa 
dibuktikan.

Galamedia
02/04/2008 Karya Ilmiah Guru Besar Hanya Mengawang-awang
     

A.H. NASUTION, (GM).-
Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung, Prof. Dr. 
H. Nanat Fatah Natsir, M.S. menegaskan, keberadaan guru besar di perguruan 
tinggi (PT) harus membumi.

"Selama ini disinyalir, karya ilmiah yang dibuat guru besar hanya 
mengawang-awang. Karya yang dibuat oleh mereka terlalu teoretis. Padahal yang 
dibutuhkan adalah karya-karya yang aplikatif. Selain itu, karya itu harus 
bersifat aktual dan bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat," kata 
Nanat kepada wartawan, seusai menghadiri pengukuhan Guru Besar Fakultas 
Ushuluddin UIN SGD, Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag. dan Guru Besar Fakultas 
Adab UIN SGD, Prof. Dr. Ahmad Sudja'i, M.A., di Kampus UIN SGD, Jln. A.H. 
Nasution 105 Bandung, Selasa (1/4).

Menurut Nanat, saat ini UIN SGD memiliki 26 guru besar. Dibandingkan dengan UIN 
lainnya di Indonesia, UIN SGD menempati urutan 2 UIN yang memiliki guru besar 
terbanyak. Urutan pertama diduduki UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, dengan 61 
guru besar.

"Semakin banyak guru besar menjadi tantangan tersendiri bagi UIN SGD. Guru 
besar UIN SGD dituntut bisa berkiprah baik pada level nasional maupun 
internasional," ujarnya.

Ia mengatakan, agar guru besar bisa menjadi rujukan sangat dipengaruhi adanya 
publikasi. Untuk itu, katanya, pihaknya mendorong guru besar UIN SGD agar turut 
menyikapi persoalan yang juga menjadi topik pembahasan guru besar lain yang 
berasal dari luar UIN SGD.

"Pemublikasian karya ilmiah dari PT tak bisa lepas dari peranan pers. Dalam 
menyebarluaskan buku yang dikeluarkan kalangan akademisi misalnya, bisa 
dilakukan melalui resensi buku yang dimuat di surat kabar," katanya.

Tantangan berat

Selanjutnya Nanat menjelaskan, masalah keyakinan beragama telah membawa 
pengaruh terhadap keyakinan yang bervariasi dalam memahami agama di masyarakat. 
Antara lain dengan munculnya aliran agama Ahmadiyah, Al-Qiyadah Al-Islamiyah, 
shalat dengan bahasa Indonesia yang dipimpin Gus Roy, dan jenis aliran 
keagamaan lainnya yang menekuni disiplin ilmu kalam. 

"Peran guru besar yang menekuni ilmu kalam diharapkan bisa memberi makna dan 
terlibat sepenuhnya pada persoalan umat. Mereka dituntut agar bisa memberi 
pencerahan mengenai hakikat keimanan yang hak dan sejalan dengan tuntunan 
akidah Islamiyah yang benar," katanya.

Ditambahkannya, kehadiran guru besar yang menekuni bidang ilmu perkembangan 
pemikiran Islam, diharapkan memberi pencerahan atas kegelisahan umat yang saat 
ini dihadapkan pada heterogenitas pemaknaan masalah ketuhanan yang 
mengatasnamakan ajaran Islam. Selain itu, imbuhnya, gagasan kepemimpinan yang 
diajarkan dalam Alquran bisa menajdi kerangka acuan dalam memilih pemimpin. 
(B.80)**


Reply via email to