Refleksi : Apakah  cermin buruk komunikasi pasien-dokter bukan sebagian dari 
gambaran  pelayanan kesehatan pada umumnya.

http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/12/11/13275497/kasus.prita.cermin.buruk.komunikasi.pasien-dokter

Kasus Prita, Cermin Buruk Komunikasi Pasien-Dokter

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus yang menimpa Prita Mulyasari seharusnya bisa 
dicegah apabila ada komunikasi yang baik antara pasien dan dokter. Demikian 
dikatakan Ketua Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter 
Indonesia (IDI) Cabang Jakarta Barat Prof dr Budi Sampurna, SH, SpF, DFM. 

Budi menyarankan, jembatan penghubung antara pasien dan dokter harusnya 
diperkuat. Hal ini pun sedang diupayakan mengingat kesadaran masyarakat  
terhadap kebutuhan informasi medis terus meningkat. Kesadaran dokter, bahwa 
masyarakat butuh ketenangan dengan mengetahui penyakitnya, pun kian bertambah.

Budi menyampaikan hal itu dalam seminar awam bertajuk Bagaimana Berobat Secara 
Pintar yang digelar dalam rangka memperingati HUT Ke-90 RS Cipto Mangunkusumo 
(RSCM) pekan lalu. Dalam seminar itu, diberikan pengetahuan mengenai pendekatan 
diagnosis dan terapi seorang dokter serta saran dan cara-cara dalam menghindari 
malapraktik.

Budi menyarankan agar pasien tak ragu untuk bertanya kepada dokter mengenai 
penyakitnya sehingga terhindar dari miskomunikasi yang berujung pada  
perselisihan. Selain itu, dokter pun seharusnya lebih komunikatif terhadap 
pasien mengenai penyakit yang pasien alami.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Konsili Kedokteran Indonesia (KKI) Prof dr 
Menaldi Rasmin, Sp P(K) FCCP, memberikan tanggapan terhadap kasus malapraktik 
secara umum. Ia secara pribadi mengatakan, tak ada dokter yang sengaja berniat 
melakukan kesalahan dalam melakukan praktik karena menyangkut kredibilitas dan 
kariernya.

"Kalau sengaja melakukannya, lambat laun semua orang akan tahu dan lama-lama 
akan terhenti kariernya. Perlu diingat bahwa dokter juga seorang manusia," 
ujarnya. 

Menurut Menaldi, semua dokter akan berupaya bekerja sebaik yang ia lakukan. 
Namun, sebuah kecelakaan dan sebuah hal lain bisa saja terjadi di luar tindakan 
yang diprediksi. "Semua tindakan medis tentulah berisiko. Semua kemungkinan 
risiko sudah dicoba untuk dicegah, dipersiapkan kemungkinan terburuk sehingga 
jika memang terjadi sesuatu yang di luar dugaan, maka bisa saja keluarga pasien 
tidak terima. Tapi ini namanya sengketa medis dan bukan malapraktik karena itu 
yang paling penting adalah komunikasi antara dokter dan pasien," tandasnya.

Lebih jauh, Menaldi menjelaskan bahwa seorang dokter bekerja hanya untuk 
kepentingan pasien. Jika pasien tak mau melakukan tindakan, maka itu terserah 
pada pasien. Tugas dokter hanya menjelaskan. Namun, pilihan tetap pada pasien. 
"Jika pasien mau melakukan tindakan, maka pasien harus diberi tahu dan setuju. 
Pasien juga harus menandatangani surat persetujuan tindakan medis.

Yang penting, kata dia, dokter harus mementingkan pasien dan bukan dirinya 
sendiri. Jangan lupa untuk komunikasikan hal buruk dan baik yang mungkin 
terjadi terhadap pasien di antara pasien dan dokter sehingga mengurangi risiko 
sengketa medis.

Artikel Terkait: 
  a.. Omni Cabut Gugatan, Koin Tetap Diberikan kepada Prita 
  b.. RS Omni Cabut Gugatan, Prita Tak Jadi Bayar Denda Rp 204 Juta 
  c.. Dua Dokter RS Omni Bungkam soal Prita 
  d.. IDI Bentuk Tim Khusus Tangani Kasus Prita 
  e.. IDI: Hasil Laboratorium Hak Pasien 

Reply via email to