http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/8398/180/


      Menyongsong Bencana  



      Kamis, 29-11-2007 | 00:24:45  
      SEJAK beberapa tahun terakhir ini, Indonesia menjadi demikian akrab 
dengan bencana. Banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, gunung berapi yang 
meletus terjadi silih berganti. Tetapi yang paling fenomenal adalah gempa bumi 
dan tsunami, yang tiba-tiba menjadi sering terjadi di Indonesia. Sejak gempa 
bumi dan tsunami di Aceh pada Desember 2004 lalu, berkali-kali bencana serupa 
terjadi, meski dalam skala kecil.

      Bencana yang cukup besar adalah gempa bumi di Jogjakarta dan sebagian 
Jawa Tengah yang meminta korban jiwa lebih 5.000 orang pada 2006 lalu, disusul 
tsunami di pantai selatan Jawa yang menghancurkan daerah wisata Pelabuhan Ratu. 
Kemudian gempa bumi berkekuatan 7,9 Skala Richter di pantai barat Sumatera, 
Rabu (12 September 2007) yang meluluhlantakkan Bengkulu dan sebagian Sumatera 
Barat. Paling akhir gempa bumi di Dompu (Nusa Tenggara Barat) yang menewaskan 
enam orang. Memasuki musim penghujan, banjir dan tanah longsor juga mengintai. 
Di Jakarta bahkan banjir sudah datang khususnya di kawasan pantai utara, karena 
air laut juga pasang.

      Seperti biasanya, kita selalu terkejut jika bencana terjadi. Bahkan 
terjadinya banjir dan tanah longsor yang sudah bisa diperhitungkan lewat 
kondisi alam yang semakin rusak, pun selalu membikin orang terkejut. Apalagi 
gempa bumi yang masih sulit diprediksi. Tsunami bahkan tidak bisa diketahui 
kapan akan terjadi. Beberapa peralatan modern kini dipasang di beberapa tempat 
yang potensial terjadi tsunami, untuk memberikan peringatan secara otomatis 
manakala akan terjadi tsunami. Tapi ini pun tak terlalu menolong.

      Setiap kali ada bencana, seolah-olah baru sekali terjadi sehingga bingung 
apa yang harus dilakukan. Kebutuhan paling dasar seperti makan dan penampungan 
sementara sering keteteran, demikian pula dengan korban gempa bumi di Bengkulu 
tempo hari. Pertolongan juga tidak siap, karena tidak ada tanda atau sinyal 
yang bisa diperoleh sebelumnya. Akibatnya korban manusia berjatuhan, bahkan 
dapur umum pun terlambat beraksi sampai pengungsi kelaparan.

      Kita bisa memahami betapa susahnya menyelenggarakan sebuah pekerjaan 
besar yang tanpa direncana lebih dahulu, seperti saat terjadi bencana alam. 
Sebenarnya negara lain pun banyak yang menjadi langganan bencana seperti 
Amerika Serikat, Jepang atau China. Tetapi mereka tampaknya lebih siap, meski 
tidak sempurna sekali. Indonesia yang kini menjadi langganan bencana, tentunya 
juga harus memikirkan penanganan dengan lebih baik. Itu artinya perlu ada 
manajemen yang bisa mengelola pascabencana. Tidak boleh menunggu, tetapi harus 
proaktif.

      Kita memang memiliki lembaga yang disebut Bakornas, yaitu sebuah badan 
tingkat pusat di bawah pimpinan Wakil Presiden yang mengoordinasi kegiatan 
penanganan bencana. Di tingkat provinsi juga ada, demikian pula di 
kabupaten/kota. Tetapi harus diingat, badan itu adalah lembaga yang tugasnya 
hanya mengoordinasi, mengurusi garis besarnya saat dan pascabencana. Lantas 
siapa yang dikoordinasi, itulah masalahnya.

      Kita memerlukan tenaga yang terlatih, mulai di tingkat pusat hingga ke 
desa. Merekalah yang harus menggerakkan manakala diperlukan pertolongan, 
sehingga tidak jalan sendiri-sendiri seperti sekarang. Mereka sudah harus tahu 
apa yang menjadi tugasnya. Itu bukan pekerjaan yang ringan tetapi harus 
dilakukan, setidaknya untuk daerah rawan bencana yang sekarang bisa dipetakan. 
Contoh penanganan pengungsi yang terkoordinasi adalah saat Gunung Merapi 
meletus tempo hari. Pamong desa, petugas dan masyarakat sekitar Merapi sudah 
sangat terlatih sehingga korban manusia dan kerugian harta benda bisa ditekan.

      Kini Indonesia sudah menjadi negara yang rawan bencana seperti gempa 
bumi, tsunami atau banjir seperti juga Jepang atau negara lain. Tetapi dengan 
segala kelebihannya, Jepang bisa memantau dan menyelamatkan warganya jika 
bencana itu benar-benar terjadi. Kita juga harus memikirkan manajemen 
penanganan bencana, agar rakyat bisa diselamatkan. Dengan menguasai manajemen 
penanganannya, kita bahkan bisa siap menyongsong bencana.

      Tajuk: 29/11/2007
     

Reply via email to