================================================= THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia." ================================================= [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia Quotient] Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. "Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." Pergulatan Menggapai Kepasrahan Minggu, 22 Maret 2009 | 03:28 WIB Oleh : J SUMARDIANTA Alam melimpah dengan kebajikan yang bisa diteladani. Inilah semesta hikmah yang bisa ditimba dari dongeng tentang kodok yang tak pernah puas diri. Ada seekor kodok di pinggir kolam yang sunyi. Kodok itu, dengan suasana hati senantiasa kacau, menunggu serangga terbang di atasnya. Setiap kali ada lalat, ia segera mencaploknya. Kalau sudah kenyang kodok itu ngorek (berbunyi), ”Rek, kek-kek, rek kek-kek”. Namun, sering kali ia tidak menangkap apa-apa. Maka bersungut-sungut ia dan beginilah gerutunya, ”Ko-ak, ko-ak”. Anak-anak desa mendengar gerutu kodok. Mereka tidak tahu kalau kodok itu lapar. Kata mereka, ”Dengarlah, si kodok minta hujan”. Suatu pagi, kodok tampak gundah-gulana. Hanya lalat-lalat kecil yang sempat dicaploknya. Sambil menggerutu, ko-ak-ko-ak, ia mengeluh dalam hati, betapa malang nasibku. Sering aku pergi tidur dengan perut kosong. Kodok rupanya iri dengan ikan-ikan emas yang hidup bersamanya di kolam. Batinnya, sepanjang hari ikan-ikan itu hanya bermain-main saja, berenang ke sana kemari, tak pernah bekerja. Toh mereka selalu mendapat makan. Setiap pagi anak-anak datang melemparkan nasi ke kolam dan dengan lahap ikan-ikan itu menyantapnya. Tiba-tiba si kodok mendengar langkah manusia. Ia bersembunyi di balik daun sambil mengintip anak yang biasanya datang memberi makan ikan. Ia datang bersama seorang lelaki yang membawa jaring. Segera lelaki itu melemparkan nasi ke kolam. Datanglah ikan-ikan emas berebut makanan. Ikan terjaring dalam jumlah besar. Ikan besar dimasukkan ke dalam keranjang. Yang kecil kembali dilepaskan ke kolam. Katanya, tunggulah sampai ikan-ikan ini besar nanti. Ia bilang lagi, kali ini cukup. Mari kita masak ikan-ikan ini dengan bumbu asam manis perasan limau (orange) di dapur Haji Mangoes. Hari ini Pak Haji kedatangan tamu istimewa. Bagi tamunya, mesti ada ikan bakar, nasi mengepulkan asap, dan sambal mentah di meja hidangan. Si kodok menyaksikan apa yang terjadi. Pula mendengar semua yang dikatakan kedua manusia itu. Kodok menjadi ketakutan, tetapi ia tidak menyesali diri dan nasibnya lagi. Katanya, ”Betapa saya bahagia bahwa saya seekor kodok”. Susah memaafkan Tamsil kodok yang tak pernah puas diri sangat cocok buat mengapresiasi buku Arvan Pradiansyah, The 7 Laws of Happiness. Motivator, penulis buku laris Life is Beautiful ini, memaparkan tujuh rahasia kebahagiaan otentik: sabar (patience), syukur (gratefulness), bersahaja (simplicity), kasih (love), memberi (giving), memaafkan (forgiving), dan pasrah (surrender). Tiga rahasia pertama bersifat menerima berkaitan dengan kecerdasan personal. Tiga rahasia kedua bersifat melepaskan ego berurusan dengan kecerdasan sosial. Satu rahasia terakhir bersemayam di jantung kecerdasan spiritual. Manusia cenderung kemrungsung, tergopoh, dan ruwet hingga susah berdamai dengan diri sendiri karena terperangkap perasaan iri. Iri hati adalah perasaan impoten yang membikin lumpuh usaha manusia untuk meraih kebahagiaan otentik. Soalnya, segala sesuatu entah berupa jabatan, kekuasaan, uang, mobil, rumah, dan tanah itu milik orang lain. Manusia diamuk dengki karena penyesalan berlarut, gagal memiliki obyek yang diinginkannya. Manusia sulit mengasihi, memberi, dan memaafkan hingga susah berdamai dengan sesama karena terjebak budaya bertahan hidup. Kesibukan sehari-hari menjerumuskan manusia pada nitty-grity (tetek bengek) penguras energi, patuh pada sistem yang membelenggu, mengelola birokrasi yang tidak waras, dan menjalankan kepatuhan keras. Kerja menjadi lubang hitam raksasa yang menyedot habis energi dan kesehatan. Mereka sampai rela membayar kesuksesan dengan tukak lambung akut, perkawinan kandas, dan pola hidup sinting. Bahkan, para dokter sengsara di tempat kerja. Mereka menghabiskan seluruh hari buat mengobati orang-orang yang sengsara akibat pekerjaan. Kegilaan egosentris inilah yang oleh William James, Bapak Psikologi Modern, disebut sebagai ”kelembekan moral demi kesuksesan banal”. Saat bahagia kita kurang berfokus pada diri sendiri, lebih menyukai orang lain, dan ingin berbagi nasib baik kepada siapa pun. Sebaliknya, ketika sedih, kita kurang memercayai orang lain, suka menyendiri, dan secara defensif berfokus terhadap kebutuhan-kebutuhan sendiri. Bahagia itu cermin pribadi yang terbuka (extrovertion). Murung itu gambaran orang yang cenderung menarik diri dari pergaulan (introvert). Kebahagiaan, menurut Arvan Pradiansyah, akan terwujud dengan sendirinya bila orang gemar memberi. Memberi berarti melepaskan yang kita miliki. Kita takut memberi karena memberi membuat kita kehilangan. Memberi kesempatan mobil yang hendak mendahului sulit saja kita lakukan. Kita acap bersikap kompetitif untuk hal-hal sepele ini. Kita enggan didahului mobil lain karena kita menikmati kemenangan remeh seperti itu. Garuklah punggung kaum altruis maka darah kemunafikan bakal mengucur deras. Apa pun yang dilakukan orang, selama masih mengandung standar ganda, bukan dilandasi kasih sejati. Kita intens mendengarkan pembicaraan orang penting tapi memotong pembicaraan kaum rendahan. Kita begitu ramah kepada wartawan, tetapi dengan ketus menghardik wiraniaga yang hendak menawarkan produk. Kita melayani pelanggan dengan segenap hati, tetapi memperlakukan supplier secara kasar. Relasi menjadi tidak tulus karena bergelimang kepentingan. Sudah menjadi pemandangan jamak di pusat-pusat perbelanjaan, para majikan bergegar-gegaran penuh derai tawa seraya menikmati hidangan lezat, para pembantu sibuk melayani majikan tanpa mendapatkan air segelas pun. Dus, kalau hendak melihat apakah seseorang memiliki kasih sejati, perhatikanlah bagaimana saat berinteraksi dengan orang-orang yang ”tidak penting”. Resep cespleng yang dikampanyekan Arvan Pradiansyah adalah menjadi pemaaf. Memaafkan melepaskan sakit hati dan keinginan membalas kejahatan. Permaafan melepaskan kita dari belenggu kesalahan masa lalu dan akan membuat kita kembali kuat. Maafkanlah diri sendiri! Agar perasaan malu dan penyangkalan diri tidak terlalu berat untuk dipikul. Maafkanlah juga orang lain atas peran mereka dalam kekecewaan dan kesedihan kita. Tujuan hidup manusia bukanlah untuk memikul segala keluhan sesal melainkan untuk terus berkembang dan tumbuh. Memaafkan berarti membebaskan seorang tawanan dan menyadari bahwa tawanan itu adalah diri Anda sendiri. Menyaring pikiran Berbeda dengan memilih tindakan sebagai inti The 7 Habits Steven R Covey. The 7 Laws lebih menukik ke relung jiwa terdalam dengan memilih pikiran. The 7 Habits for Highly Effecttive People kitab perihal efektivitas dalam memilih tindakan. The 7 Laws of Happiness merupakan buku mengenai kebahagiaan dengan cara menyaring pikiran. Memilih tindakan menghasilkan kesuksesan. Menyaring pikiran menghasilkan kebahagiaan. Saat mendapat musibah, misalnya, renungkan hikmah apa yang bisa saya timba dari kemalangan ini? Bukan menyiksa pikiran dengan menyalahkan diri sendiri dan orang lain. Tuhan memberi rahmat berupa persoalan rumit agar kita mampu mengendalikan diri sendiri. Proses penemuan solusi inilah yang akan membuat kita tumbuh secara spiritual. Manusia punya kecenderungan tidak sabar dan tidak tahan menderita. Manusia senantiasa mengejar kenikmatan. Kecenderungan para artis yang gemar kawin-cerai merupakan kasus ekstrem manusia yang sangat dahaga kebahagiaan. Bagai menenggak air laut, dahaga tak pernah bisa dipuaskan. Mereka hanya mendapat kesenangan dan kenikmatan yang menyamar sebagai kebahagiaan. Kesenangan dan kebaikan merupakan dua jalan berseberangan arah. Kesenangan kendati tampak indah, menarik, menggairahkan, mudah, dan menjanjikan menjauhkan manusia dari kebahagiaan. Jalan kebaikan memang terjal, berkelok, mendaki, berbahaya, dan penuh tantangan. Kebaikan adalah jalan menuju kebahagiaan. Kesenangan selalu berujung kesengsaraan. Saripati buku The & Laws of Happiness amat sederhana. Segala yang dikerjakan manusia mesti berawal dari kesabaran dan berakhir pada sikap pasrah. Hidup pada dasarnya a struggle to surrender — pergulatan spiritual menggapai kepasrahan. Rumus kepasrahan adalah Do the best and let God do the rest (Berusahalah sebaik mungkin maka Tuhan akan menyempurnakannya)”. Kisah-kisah bagaimana Arvan Pradiansyah, sebagai motivator, mengamalkan apa yang dia anjurkan (practice what him preach) dengan menerapkan tujuh rahasia hidup bahagia dalam tindakan keseharian (living the 7 Laws) sungguh inspirasional. Buku yang ditulis dengan gaya bertutur ikhlas mengalir ini sangat mencerahkan bagi masyarakat Indonesia yang sedang kelimpungan didera zaman meleset akibat resesi global. [J Sumardianta Guru Sosiologi SMA Kolese de Britto Yogyakarta, Penulis Buku ”Simply Amazing: Inspirasi Menyentuh Bergelimang Makna” - Kompas] ------- “Kesenangan dan kebaikan merupakan dua jalan berseberangan arah. Kesenangan kendati tampak indah, menarik, menggairahkan, mudah, dan menjanjikan menjauhkan manusia dari kebahagiaan. Jalan kebaikan memang terjal, berkelok, mendaki, berbahaya, dan penuh tantangan. Kebaikan adalah jalan menuju kebahagiaan. Kesenangan selalu berujung kesengsaraan.” ------- Menuju Indonesia sejahtera, maju, aman dan bermartabat! Best Regards, Retno Kintoko The Flag Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! ERDBEBEN Alarm
SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3