HARIAN ANALISA
Edisi Selasa, 10 Juli 2007 

Presiden Tak Pernah Setujui Pembentukan Partai GAM 

Jakarta, (Analisa) 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah menyetujui pembentukan partai 
GAM seperti yang diklaim oleh juru bicara Komite Peralihan Aceh Ibrahim 
Syamsudin, demikian disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Hatta 
Radjasa di Kantor Sekretariat Negara Jakarta, Senin. 

"Pada waktu itu secara tegas Presiden menyatakan bahwa beliau tidak setuju 
karena tidak sesuai dengan semangat Helsinki, yang telah melahirkan perdamaian 
dan melahirkan sebuah Undang Undang Pemerintahan Aceh," demikian Hatta Radjasa. 

Hatta Radjasa menyatakan bahwa Presiden tidak menyetujui pembentukan partai 
tersebut karena tidak sesuai dengan semangat yang melandasi penandatanganan 
nota kesepahaman (MoU) Helsinki yang kemudian melahirkan UU Pemerintahan Aceh. 

"Semangatnya adalah semangat NKRI, semangat rekonsiliasi, semangat bersama di 
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Hatta. 

"Saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa tidak benar Presiden menyetujui 
pembentukan partai lokal yang bernama partai GAM tersebut karena itu tidak 
sesuai dengan semangat kita untuk bersatu, menghilangkan luka-luka lama, 
kembali ke Negara Kesatuan RI, sesuai dengan semangat Helsinki," lanjutnya. 

Hatta menjabarkan bahwa pembentukan partai tersebut akan diatur dalam peraturan 
pemerintah nomor 20 tahun 2007 tentang Pembentukan Partai Lokal di Aceh, 
termasuk mengenai pengawasannya. 

"Dalam PP tersebut disebutkan bahwa satu, pengawasan harus dilakukan oleh 
Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM untuk melakukan verifikasi 
terhadap pembentukan badan hukum tersebut. Tentu hal itu terkait juga dengan 
nama, organisasinya dan juga kepengurusan partai dan sebagainya," papar Hatta. 

Pengawasan juga akan dilakukan oleh Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) 
apabila partai tersebut memutuskan untuk mengikuti Pemilu serta pengawasan 
terakhir akan dilakukan oleh Gubernur yang merupakan perwakilan Pemerintah 
Pusat. 

Hingga kini, menurut Hatta, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Menteri 
Hukum dan HAM Andi Matalatta yang mengatakan bahwa partai tersebut belum 
didaftarkan sebagai badan hukum. 

"Jadi bisa saja dideklarasikan, tapi belum dilaporkan atau didaftarkan 
sebagaimana diatur dalam PP no.20 tersebut. Jadi tentu tidak bisa dilakukan 
(tindakan apapun) sebelum ada pendaftaran tersebut," kata Hatta. 

Ia menyampaikan bahwa Pemerintah belum bisa melakukan tindakan apapun hingga 
partai tersebut didaftarkan untuk mendaftarkan status badan hukum. 

"Saat ini yang disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM adalah belum ada 
pendaftaran. Nanti kalau sudah ada pendaftaran, akan dilakukan verifikasi. Kita 
tunggu saja nanti seperti apa," demikian Hatta. 

Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantah telah memberikan ijin 
penggunaan simbol GAM sebagai lambang partai politik GAM yang akan 
dideklarasikan Agustus mendatang. 

"Presiden akan bekerja sesuai sistem, aturan hukum yang berlaku. Sistemnya ada, 
hukumnya ada, tentu presiden akan bekerja sesuai aturan dan sistem yang ada," 
kata Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di sela-sela kunjungan kerja 
Presiden Yudhoyono ke Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (9/7). 

Ia mengatakan, pendirian partai politik lokal di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 
harus merujuk pada aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, dalam 
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta hasil kesepakatan damai 
Helsinki pada Agustus 2005. 

"Partai lokal tidak dilarang keberadaannya, namun harus sesuai dengan ketentuan 
hukum dan perundangan yang berlaku yang mengacu pada bingkai NKRI. Dan Aceh 
adalah bagian dari NKRI," kata Andi menegaskan. 

Sabtu pekan silam, Partai GAM meresmikan kantor pusat di Leung Bata, Banda 
Aceh. Saat itu Kepolisian Kota Besar Banda Aceh sempat mendesak Partai GAM 
untuk mencabut lambang partai tersebut yang dipajang karena dinilai sebagai 
simbol perjuangan GAM masa silam. 

Desakan itu langsung disampaikan Kepala Poltabes Banda Aceh, Komisaris Besar 
Polisi Zulkarnain di kantor tersebut. Menurut Zulkarnain, kepolisian sangat 
keberatan dengan penggunaan lambang partai GAM yang selama ini diasosiasikan 
sebagai simbol perjuangan GAM untuk merdeka. 

Partai politik lokal ini menggunakan lambang partai berupa gambar bulan bintang 
dengan dasar merah yang sama persis dengan bendera milik Gerakan Aceh Merdeka. 

Namun, menurut Wakil Sekretaris Jenderal bidang Dalam Negeri Partai GAM, Nazar, 
penggunaan bendera sebagai lambang partai tidak bertentangan dengan 
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh maupun Peraturan 
Pemerintah (PP) 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal. 

Ia menambahkan, penggunaan bendera GAM sebagai lambang partai juga tidak 
menyalahi kesepakatan damai Helsinki, Finlandia. Menurut dia, bendera yang 
digunakan sebagai lambang Partai GAM, bukan sebagai simbol militer GAM. Namun, 
bendera tersebut, melambangkan organisasi GAM secara keseluruhan. 

Nazar mengaku jika pendirian partainya telah melalui proses pendaftaran di 
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diverifikasi. 

Kini, menurut Nazar, pihaknya masih menunggu pelimpahan wewenang dari 
Kementerian Hukum dan HAM kepada Kantor Wilayah Hukum dan HAM Nanggroe Aceh 
Darussalam. (


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to