Refleksi:  Umum mengetahui bahwa  kepala negara yang sudah hampir habis masa 
jabatannya, bila mengadakan kunjungan  ke luarnegeri tidak lagi akan mempunyai 
arti yang menentukan  bagi negeri yang dikunjungi. Daripada tidak ada hasilnya, 
lebih baik tidak berkunjung. Jadi apa ancamannya? Kebiasaan menipu rakyat tidak 
tangung-tangung dipamerkan oleh penguasa NKRI.

Harian Analisa
Edisi Sabtu, 26 Juli 2008

Presiden Tak akan ke Eropa Sebelum Larangan Terbang Dicabut 

Jakarta, (Analisa) 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk tidak melakukan kunjungan 
kenegaraan ke benua Eropa sebelum Uni Eropa mencabut larangan terbang terhadap 
maskapai penerbangan Garuda Indonesia. 

"Presiden hanya akan ke negara-negara Uni Eropa dengan pesawat Garuda 
Indonesia," ujar Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal usai melapor 
perpanjangan larangan terbang dari UE kepada Presiden di Kantor Kepresidenan, 
Jakarta, Jumat (25/7). 

Sebelum kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Presiden Yudhoyono pada Mei 
2008 berencana untuk melawat ke Eropa. Namun, rencana itu masih ditunda dan 
belum dijadwalkan kembali. 

Meski pemerintah kecewa, Menhub mengatakan Presiden memberi pengarahan agar 
bekerja keras meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan. 

Menhub menegaskan alasan perpanjangan larangan terbang untuk Garuda Indonesia 
sebenarnya adalah non teknis, meski pihak UE menyatakan bersifat teknis. 

Ia juga menyayangkan pendekatan tidak bersahabat dari pihak UE. 

"Harusnya mereka itu mempercayai badan otoritas penerbangan sipil kita dan 
membangun kerjasama," ujarnya. 

Menhub mencontohkan sikap bersahabat ditunjukkan Australia yang sebenarnya 
memberi perhatian sama dengan UE soal harus ditingkatkannya kemampuan badan 
otoritas sipil Indonesia. 

Namun, lanjut Menhub, Australia tidak melarang maskapai penerbangan Garuda 
untuk terbang ke sana dan justru mengadakan kerjasama teknik guna mendidik 
inspektur penerbangan Indonesia serta memperbaiki peraturan. 

"Nah, kenapa hal semacam ini tidak ditempuh oleh UE?" tanyanya. 

Menurut Menhub, UE tidak menempuh langkah seperti Australia karena UE tidak 
memiliki personil serta anggara cukup seperti negeri kanguru itu. 

Menhub berencana segera bertemu Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda guna 
menyelesaikan permasalahan dalam wilayah politis. 

Namun, Departemen Perhubungan saat ini lebih fokus untuk memenuhi syarat-syarat 
teknis keselamatan penerbangan. 

Menhub mengatakan standar internasional yang diminta dipenuhi oleh UE 
sebenarnya sudah masuk dalam draf RUU Penerbangan yang saat ini masih tahap 
pembahasan. 

Seharusnya, lanjut dia, UE dapat melihat itu sebagai niat baik Indonesia untuk 
memperbaiki standar keselamatan penerbangan. 

"Itu yang menyebabkan kita bertanya mengapa UE harus menunda keputusannya hanya 
karena itu. Lha, ini yang menunjukkan bahwa kita sampai konklusi bahwa 
sebetulnya UE ini lagi cari-cari alasan," demikian Jusman. (Ant) 

Reply via email to