http://www.tribun-timur.com/view.php?id=55050&jenis=Opini

      Kamis, 29-11-2007 
     
      Problem Kawasan Kumuh Perkotaan 
      Salam Tribun
       
     
      PENDUDUK Indonesia yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan sampai saat 
ini mencapai sekitar 17 juta orang. Luas lahan yang ditempati lebih dari 54 
ribu hektare. Tingkat kepadatan hunian yang mencapai 13,1 juta orang. Selain 
penduduk di kawasan kumuh, banyak rumah tak layak huni juga menjadi persoalan 
yang pelik. 

      Keadaan yang tak nyaman itu mendorong pemerintah menargetkan pembangunan 
sekitar 60.000 unit rumah susun sedehana sewa hingga tahun 2009. Begitu pula, 
pembangunan rumah susun sederhana milik sebanyak 25.000 unit, dan perumahan 
swadaya yang dibangun pengembang sebanyak 3,6 juta unit.
        
      Menteri Negara Perumahan Rakyat, Yusuf Asy`ari, di Malang, Sabtu (24/11), 
mengatakan, untuk mempercepat laju kepemilikan rumah bagi penduduk, pemerintah 
menyiapkan skema kredit rumah yang lebih mudah dan ringan. Di samping itu, 
pemberian subsidi uang muka bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan 
menengah antara Rp 2,5 juta hingga Rp 4,5 juta per bulan. Perbankan juga 
memberikan jangka angsuran panjang sampai 20 tahun. 
      Persoalan besar dan sangat merepotkan bagi masyarakat di perkotaan adalah 
memiliki rumah yang layak huni. Saat ini, tak mudah mendapatkan rumah layak 
huni dengan harga yang terjangkau. Terlebih lagi rumah di lokasi pusat 
keramaian, nyaris tak mungkin harganya di bawah Rp 1 miliar. 

      Harga rumah yang erat kaitannya dengan harga tanah yang kian melambung 
dari tahun ke tahun. Jika memilih kawasan pinggiran kota, memang, bisa 
diperoleh rumah dengan harga yang lebih murah. Namun, rumah kategori sederhana 
di pinggiran kota pun sudah sulit dijangkau oleh warga yang berpenghasilan di 
bawah Rp 1,5 juta per bulan. 

      Wajar bila pemerintah mendorong pengembangan rumah susun di perkotaan. 
Alasannya jelas, untuk menyiasati semakin terbatasnya lahan pemukiman yang 
harga tanahnya sangat mahal. Pengembangan rumah susun untuk masyarakat 
berpenghasilan menengah ke bawah, bukan apartemen mewah untuk kalangan 
berpenghasilan besar. 

      Pembangunan rumah susun bisa mengurangi kawasan kumuh di perkotaan. 
Kawasan yang terbentuk karena bertambahnya masyarakat urban yang memaksa diri 
tinggal di kawasan padat penduduk. Persoalan kawasan kumuh itu sudah 
diantisipasi dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman Nomor 
10/KPTS/M/1999 tentang Kebijakan dan Strategi Pembangunan Rumah Susun. 

      Malahan, pencanangan pembangunan rumah susun sewa sederhana di seluruh 
Indonesia telah dimulai di kawasan Berlan, Jakarta Timur, Oktober 2006. Namun, 
pengembangan rumah susun sederhana di kota-kota besar, bukan tanpa masalah. 
Sama halnya pada pembangunan rumah sederhana atau rumah sangat sederhana, 
kendalanya masih tetap pada pengadaan lahan. 

      Begitu pula, tidak semua pengembang dan lembaga bank yang tertarik untuk 
ikut membangun rumah susun tersebut. Bila pemerintah memberikan insentif kepada 
pengembang seperti kemudahan perizinan atau subsidi berupa penyediaan sarana 
dan prasarana dasar, barangkali pembangunan rumah susun, bahkan rumah sederhana 
bisa berkembang pesat. 
      Permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Senin (26/11), kepada 
bank pemerintah untuk ikut mendanai pembangunan rumah sangat sederhana sebanyak 
270 ribu unit per tahun, juga dapat mendorong upaya membersihkan kawasan kumuh 
di perkotaan. (***) 

Reply via email to