RIAU POS

      SBY: Tebang Pilih, Dosa        


      28 Nopember 2007 Pukul 09:20  
      Laporan JPNN, Jakarta
      Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, tidak ada tebang pilih 
dalam penuntasan kasus korupsi di tanah air. SBY juga mulai gerah dengan isu 
tebang pilih yang dialamatkan kepadanya, sehingga ia pun bersumpah di hadapan 
Tuhan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. 

      ''Tebang pilih menjadi isu di negeri ini. Saya sampaikan di hadapan 
Tuhan, tidak ada desain politik untuk menjalankan tebang pilih. Dosa, salah,'' 
tegas SBY saat meresmikan gadung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi 
Keuangan (PPATK) di Jalan HR Juanda, Selasa (27/11).

      SBY mengaku sudah berpesan kepada Kapolri dan Jaksa Agung agar 
berhati-hati dalam menangani kasus korupsi. Penegak hukum harus bisa 
membebaskan diri dari motif politik. Sebab, korupsi bukan urusan politik tapi 
urusan hukum. ''Saya terima permintaan dari Kapolri dan Jaksa Agung untuk 
periksa bupati atau siapapun juga. Seretaris kabinet mendisposisi, dan 
memastikan ini kasus korupsi, tindakannya merugikan, melawan hukum, memperkaya 
diri sendiri dan teman-temannya. Bukan karena lobi politik,'' kata SBY lagi.  

      SBY juga menantang para pihak yang merasa mendapat ketidakadilan dalam 
konteks tebang pilih untuk melapor. ''Beritahu langsung Kapolri, Jaksa Agung, 
atau siapapun kalau perlu kepada saya.  Tapi harus konkret. Kasusnya apa, 
dimana, mengapa dianggap tebang pilih,'' ujarnya. 

      Maka dari itu, tegas SBY lagi, diminta siapapun untuk tidak mengganggu 
pemerintah yang sedang melakukan pemberantasan korupsi. SBY menyebut 
pemberantasan korupsi itu dengan istilah yang muncul di era presiden BJ 
Habibie, yakni mencuci piring. 

      Menurut SBY, di era sebelumnya banyak yang berpesta namun lupa mencuci 
piring. ''Malahan barangkali yang diingat dan disenangi malah mencuci tangan, 
ketimbang mencuci piring. Untuk keadilan, para pihak yang seperti itu jangan 
mengganggu kami yang siang dan malam bekerja mencuci piring,'' kata SBY.  

      SBY tidak menyebut siapa yang dianggap menganggu jalannya pemberantasan 
korupsi. Namun SBY tampak masih gerah dengan istilah tebang pilih yang 
dipopulerkan oleh mantan presiden Megawati Soekarnoputri untuk menyebut agenda 
pemberantasan korupsi di pemerintahan SBY-Kalla.

      Namun dalam pidatonya, SBY sama sekali tidak menyebut PDIP sebagai partai 
yang menyerangnya lewat isu tebang pilih. Menurut SBY ada tiga Parpol yang 
meminta dirinya tidak tebang pilih, yakni PPP, Partai Demokrat, dan Partai 
Golkar. 

      ''Saya masih ingat waktu diundang oleh Pak Hamzah Haz, saat masih 
menjabat Ketua Umum PPP, 2005 lalu. Keras sekali pernyataan politiknya waktu 
itu. Jangan sampai pemberantasan korupsi tebang pilih,'' kata SBY. 

      Selain itu, tambahnya, Partai Demokrat saat Halal bi Halal juga meminta 
pemerintah tidak tebang pilih. ''Dengan lantang di hadapan saya mohon penegakan 
hukum, pemberantasan korupsi jangan tebang pilih. Nampaknya kader partai 
demokrat merasa dicari-cari kesalahannya. Padahal saya juga pembina Partai 
Demokrat,'' terang SBY.

      Pernyataan teranyar, terlontar saat penutupan Rapimnas III Partai Golkar, 
Ahad (25/11) lalu. Dalam pernyatan politik yang dibacakan oleh Syamsul Muarif, 
meminta agar penegakan hukum tidak tebang pilih.      

      Diselidiki Dulu    
      Dalam kesempatan itu, SBY menyesalkan kelompok yang secara generik  terus 
mengatakan pemerintah melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. 
Menurut SBY, perkara yang dianggap korupsi tidak langsung masuk pengadilan. 
Diselidiki dulu, masuk atau tidak masuk, penuhi syarat atau tidak, baru ada 
penyidikan dan penuntutan. Ada naik banding dan segala macam. 

      Dalam kesempatan itu SBY juga menglarifikasi tudingan yang menyebut 
adanya hubungan antara pejabat negara, seperti presiden, dengan mereka yang 
buron dan berperkara politik. ''Negara kita ini kok seneng sekali menggulirkan 
desar-desus, isu, tindakan-tindakan  yang merugikan nama baik dan bisa mengarah 
ke fitnah,'' kata SBY. ''Sejak awal, saya ingatkan jajaran pemerintahan, setiap 
perkara keluar masuk harus lurus. Tidak boleh perkara masuknya miring, 
keluarnya miring,'' kata SBY.

      SBY merasa tidak enak hati dengan munculnya isu adanya pertemuan antara 
dirinya dengan sejumlah buronan kasus korupsi. ''Jadi kalau ada yang ingin 
mengembalikan asetnya kepada negara, jangan ketemu saya atau membikin kabinet 
pada malam hari,'' kata SBY. 

      Menurut SBY, mereka yang ingin mengembalikan aset negara bisa menghubungi 
Menteri Keuangan. Di Depkeu sudah ada perhitungannya. Kalau soal hukum, ada 
Jaksa Agung. ''Silahkan masuk ke pintu yang benar. Rakyat bisa mengetahui. 
Tidak ada itu kabinet malam hari. Tidak ada itu damai-damai. Tidak ada 
pendekatan yang miring, out of system. Hati-hati, menyebarluaskan berita. Kita 
harus bermoral. Tidak boleh menggunakan kesempatan ini untuk memperoleh 
keuntungan pribadi,'' kata SBY.

      Selain itu SBY mengingatkan seluruh lembaga hukum agar memperhatikan HAM 
dalam penegakan hukum. ''Seseorang yang belum tentu bersalah masuk koran dan 
jadi pembicaraan, dipanggil begitu saja, apalagi manggilnya salah, itu tujuh 
turunan, aib,'' kata SBY.  Karena itu SBY meminta PPATK, KPK, Kejaksaan Agung, 
maupun Polri dalam menjalankan tugas negara tetap menjunjung asas praduga tak 
bersalah. 

      Arah pemberantasan korupsi, menurut SBY ada tiha hal. Pertama, 
mengutamakan pencegahan korupsi. Sebab, mengembalikan asset negara pada 
praktiknya tidaklah mudah. Pencegahan harus intensif, kalau perlu preventif. 

      Kedua, SBY meminta kasus besar segera diselesaikan, terutama kasus 
korupsi BLBI. ''Yang buron, yang bawa uang ratusan miliar, triliunan, sekarang 
ngendon di luar negeri, cari dan bawa pulang, meski tidak mudah,'' katanya. 

      Untuk mempermudah, Indonesia akan melakukan kerjasama ekstradisi dengan 
berbagai negara. Saat menghadiri KTT ASEAN di Singapura, Ahad (19-22/11) lalu, 
SBY sempat bertemu Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Wen 
Jiabao.(tom/uli)  

      Kedua pemimpin sepakat untuk melakukan perjanjian ekstradisi. 
''Sebetulnya kemarin mau kita tandatangani di Singapura, tetapi kurang enak 
rasanya, karena kita belum meratifikasi perjanjian ekstradisi antar kita dengan 
Singapura,'' kata SBY.

      Ketiga, kata SBY, mereka yang dengan tenang melakukan korupsi hingga saat 
ini, harus ditangkap. ''Kebangetan itu. Hari gini masih tenang ngambil uang 
negara 10, 20, 30 miliar, masuk kantung pribadi,'' kata SBY.

      Ketua Bidang Advokasi dan Hukum DPP PDI Perjuangan Firman Djaya Daeli 
menyesalkan pernyataan SBY yang menyebut adanya pihak-pihak yang mencoba 
mengganggu dirinya dalam agenda pemberantasan korupsi. Apalagi, ketika hal itu 
dikaitkan dengan menguatnya isu tebang pilih yang mengarah kepada internal 
pemerintahan.''Pemerintah tampaknya tengah mencoba memutarbalikkan isu itu 
untuk menghantam kalangan oposisi dan kelompok kritis,'' katanya ketika 
dihubungi malam tadi.

      Firman mengatakan, tidak hanya PDIP yang menilai pemerintah sudah 
melakukan praktek tebang pilih. Parpol-parpol lain, bahkan sejumlah LSM, Ormas, 
kelompok profesional, dan kalangan akademisi juga menyuarakan penilaian yang 
sama. Dengan demikian, tegas Firman, tudingan tebang pilih itu sangat beralasan 
dan bukan sekedar retorika politik.

      ''Jadi, siapa yang menggangu. Kami merasa tidak pernah mengganggu. Tapi, 
pemerintah harus ikhlas bila sekarang masyarakat yang semakin cerdas itu aktif 
menyoroti, mengkritisi, dan mengoreksi agenda pemberantasan korupsi yang 
dicanangkan pemerintah,'' ujar politisi dari Sumatera Utara itu.

      Menurut Firman, penilaian miring itu sudah sepantasnya muncul. Sebab, 
dari sejumlah pengamatan, agenda pemberantasan korupsi pemerintah memang tidak 
memiliki fokus dan perspektif yang jelas. ''Kami masih berpandangan rezim 
pemerintahan SBY memang belum melakukan pemberantasan korupsi yang sejati. 
Secara substantif itu belum ada,'' ujarnya.(tom/pri/jp 

<<pdf_button.png>>

<<printButton.png>>

<<emailButton.png>>

<<sby2.gif>>

Reply via email to