http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=8909

Selasa, 10 Juli 2007,



SBY-Kalla Tolak Partai GAM 


Istana tak Restui saat Dilobi Malik Mahmud 
JAKARTA - Bibit-bibit ketegangan mulai muncul dalam hubungan istana (pemerintah 
pusat) dengan mantan aktivis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Hal itu dipicu langkah 
mantan anggota gerakan separatis yang mendirikan partai lokal dengan simbol dan 
nama GAM. 

Presiden SBY langsung menolak ketika disodori rencana partai berbau separatis 
itu. Begitu juga Wapres Jusuf Kalla. Kedua petinggi tersebut menyangkal telah 
memberi restu, seperti isu yang beredar. 

Kamis (4/7) pukul 20.00, mantan Perdana Menteri GAM Malik Mahmud bertemu 
Presiden SBY. Orang berpengaruh di Aceh itu menyampaikan gagasan pendirian 
Partai GAM. SBY langsung menolak. "Presiden saat itu tegas menyatakan tidak 
setuju," kata Mensesneg Hatta Radjasa saat konferensi pers di Kantor 
Sekretariat Negara kemarin. Hatta juga mengaku hadir dalam pertemuan SBY dan 
Malik Mahmud tersebut.

Menurut Hatta, SBY tidak sepakat karena nama dan lambang partai tersebut tidak 
sesuai dengan semangat MoU Helsinki. Apalagi nota kesepahaman yang 
ditandatangani pada 15 Agustus 2005 telah melahirkan perdamaian dan UU tentang 
Pemerintahan Aceh yang semangatnya adalah NKRI dan rekonsiliasi. 

Bagi SBY, kata Hatta, pendirian partai politik lokal harus disesuaikan dengan 
UU Pemerintahan Aceh. Karena itu, lanjut dia, pemerintah telah membuat aturan 
pendirian partai politik lokal melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 
2007. 

Dalam PP itu disebutkan bahwa Kepala Kantor Wilayah Depkum HAM mengawasi 
pendirian partai dan memverifikasi pembentukan badan hukum tersebut. Depkum HAM 
juga harus meneliti nama organisasi, lambang, berikut susunan kepengurusannya. 
Selain itu, lanjut Hatta, harus ada pengawasan-pengawasan yang dilakukan Komite 
Independen Pemilu apabila partai tersebut mengikuti pemilu. 

Hatta mengaku sudah berkoordinasi dengan Menkum HAM Andi Matalatta. Berdasar 
hasil koordinasi itu diketahui, ternyata, Andi belum menerima laporan 
pendaftaran Partai GAM. Jadi, status Partai GAM, kata Hatta, sebatas deklarasi. 

Selanjutnya, gubernur selaku perwakilan pemerintah pusat juga harus mengawasi 
berdirinya partai lokal. Mendagri ad interim Widodo A. S., kata Hatta, akan 
berkoordinasi dengan Irwandi Jusuf, gubernur NAD. "Saya ingin tegaskan sekali 
lagi bahwa presiden tidak menyetujui pembentukan partai lokal dengan nama 
Partai GAM tersebut," kata Hatta. 

Bagi Hatta, pendirian Partai GAM itu melawan semangat untuk bersatu dan 
membangkitkan luka-luka lama. Semangat MoU Helsinki, lanjut dia, adalah 
recovery dan rekonsiliasi pascakonflik. Karena itu, seluruh pendirian partai 
harus mengacu pada semangat tersebut. 

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menegaskan tidak pernah menyetujui penggunaan 
nama dan bendera GAM sebagai identitas partai lokal yang didirikan para 
petinggi GAM. "Tidak ada persetujuan (penggunaan nama dan atribut GAM), sama 
sekali tidak pernah, sama sekali tidak benar," tegas Kalla ketika meninjau 
persiapan Piala Asia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta 
Selatan, kemarin.

Kalla juga mengakui, mantan Perdana Menteri GAM Malik Mahmud berkali-kali 
meminta izin menggunakan nama dan bendera GAM sebagai identitas partai lokal 
yang didirikan bekas kombatan GAM itu. "Tapi selalu saya katakan, janganlah 
itu. Itu tidak sesuai dengan spirit kita untuk damai," ujarnya.

Selain tidak sesuai dengan semangat damai, kata Kalla, penggunaan nama dan 
atribut militer GAM bertentangan dengan Nota Perjanjian Damai Aceh yang 
ditandatangani di Helsinki. Dalam MoU Helsinki, lanjut Wapres, spirit yang 
berkembang adalah pemerintah memberi ruang pada bekas kombatan GAM untuk 
bergerak dalam politik praktis pada bingkai NKRI. "Artinya, spirit yang 
berkembang dalam MoU Helsinki itu GAM dibubarkan secara alamiah," terang Kalla.

Mantan Ketua Pansus RUU Pemerintahan Aceh Ferry Mursyidan Baldan meminta 
pemerintah untuk secepatnya mengingatkan gubernur NAD agar mendekati para 
petinggi Partai GAM. "Gubernur harus berbicara secara resmi kepada elite-elite 
Partai GAM agar tidak menggunakan nama dan lambang yang sensitif tersebut," 
kata anggota Komisi II DPR RI itu kemarin. 

Menurut dia, penggunaan nama dan lambang GAM kontraproduktif dengan semangat 
parpol lokal yang diamanatkan UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dia 
lantas menyitir salah satu klausul dalam UU tersebut yang menyatakan, salah 
satu fungsi parpol lokal di Provinsi NAD adalah menciptakan iklim yang kondusif 
bagi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan 
rakyat. "Penggunaan nama dan simbol GAM hanya akan menimbulkan sekat lagi," 
tegasnya. 

Akan Musyawarahkan

Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Ibrahim Syamsuddin tetap besikukuh 
menggunakan nama Partai GAM dengan lambang bendera GAM. "Sampai hari ini kita 
tetap menggunakan nama dan lambang partai sebagaimana yang telah kita 
deklarasikan," katanya menyikapi pelarangan nama dan bendera GAM itu.

Menurut Ibrahim, tidak ada dasar hukum yang melarang pihaknya untuk membuat 
partai dan bendera yang melambangkan GAM, baik itu MoU Helsinki dan UUPA. 
"Larangan yang ada adalah menggunakan embel-embel GAM seperti senjata, baju 
loreng dan topi dari militer GAM. Itu yang dilarang dalam MoU,"sebutnya.

Namun, katanya, tidak tertutup kemungkinan partai GAM juga akan membicarakan 
lebih lanjut dengan pimpinan dan majelis partai terhadap larangan presiden dan 
wakil presiden tersebut. "Untuk menentukan sikap partai selanjutnya akan kita 
musyawarahkan lagi dengan para pimpinan partai," katanya. (tom/nue/noe/pri)


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to