http://batampos.co.id/edisi-harian/opini/tragedi-monas,-islam-vs-liberalisme?.html


      Tragedi Monas, Islam vs Liberalisme?  



      Rabu, 04 Juni 2008  
      Di tengah maraknya aksi penolakan kenaikan BBM di beberapa daerah, tidak 
terlepas di Jakarta. Minggu 1 Juni 2008 tepat dengan tanggal lahirnya Pancasila 
terjadi benturan fisik di Monas (Monumen Nasional) Jakarta, antara aktivis 
AKK-BB (Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) yang 
menolak SKB (Surat Keputusan Bersama) pembubaran Ahmadiyah dengan KLI (Komando 
Laskar Jihad) yang menuntut Ahmadiyah dibubarkan. 
      Pernyataan di atas lebih tepat untuk menggambarkan kejadian tragedi monas 
yang sampai saat ini hangat diberitakan di media-media massa. Tentunya 
menjelaskan siapa yang salah dan siapa yang memulai tragedi itu bukannya 
wewenang penulis. Akan tetapi, penulis hanya berusaha mengajak pembaca untuk 
berpikir cerdas sehingga bisa tepat menyikapi tragedi Monas.


      Ada beberapa hal yang bisa kita telaah dari tragedi Monas ini.


      Pertama, perbedaan ideologi (mabda'). AKK-BB adalah sebuah aliansi yang 
banyak dibidani oleh tokoh-tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) yang lebih 
menyandarkan pada paham Liberal. Di mana liberalisme merupakan paham yang 
muncul dari ideologi sekuler yang berpendapat bahwa agama harus dipisahkan dari 
urusan agama (sekulerisme). Pengikut Liberalisme berpendapat bahwa manusia 
diberikan kebebasan oleh Tuhan untuk mengatur urusan mereka sendiri di dunia. 
Sehingga menurut kacamata para pengikut Liberalime, manusia diberikan beberapa 
kebebasan asasi. Di mana negara harus menjamin kebebasan-kebebasan tersebut. 
Salah satu kebebasan yang harus dilindungi adalah kebebasan beragama dan 
berkeyakinan. Setiap warga negara Indonesia wajib diberi kebebasan dan 
dilindungi dalam beragama dan mempunyai keyakinan ketuhanan sesuai yang 
diyakininya. Lebih dari itu, JIL juga berpendapat, tidak hanya sebatas manusia 
bebas memilih Tuhan yang mana, tetapi juga bebas (liberal) menafsirkan ajaran 
agamanya. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan, tokoh-tokoh Islam yang 
berpikiran liberal ini sering mengeluarkan statemen kontraversial. Yang 
terhangat adalah pernyataan Siti Musdah Mulia (ICRP) yang menyatakan bahwa di 
mata Allah SWT, kaum homo dan lesbian adalah sama dengan kaum muslimin yang 
normal lainnya. Sehingga kaum homo dan lesbian juga mempunyai hak yang sama 
untuk saling menikah layaknya kaum muslimin yang lain.


      Selain itu, para tokoh Islam yang berpikiran liberal ini juga mengusung 
paham pluralime. Yang mana pluralisme merupakan paham yang berpendapat bahwa 
semua agama yang ada di dunia ini sama. Semuanya benar dan sama-sama akan masuk 
surga. Tidak boleh salah satu agama mengaku paling benar dan menyalahkan yang 
lain. Karena hakikatnya kebenaran di dunia ini bukan kebenaran yang hakiki, 
menurut mereka. Oleh karena itu, Ahmadiyah harus dilindungi dan tidak boleh 
dibubarkan sebagaimana yang dituntut sebagian besar kaum muslimin di Indonesia. 


      Liberalisme dan Pluralisme yang mereka usung juga sangat mendapat 
dukungan dari asing. Sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Ulil Abshar 
Abdalah (JIL) mereka mendapatkan dukungan dana dari world bank.


      KLI (Komando Laskar Islam) yang merupakan gabungan dari beberapa ormas 
(organisasi masyarakat) Islam yang memiliki laskar (satgas), adalah organisasi 
yang menentang Sipilis (Sekulerisme, Pluralisme, dan Liberalisme), paham yang 
selama ini melindungi Ahmadiyah dengan mengatasnamakan kebebasan beragama. Oleh 
karena itu, KLI menuntut pembubaran Ahmadiyah yang dianggap telah menodai dan 
merusak tatanan aqidah (ideologi) umat Islam. Ahmadiyah mengaku bagian dari 
Islam dengan menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir. Suatu 
pemahaman yang sangat kontradiktif dengan pemahaman kaum muslimin mayoritas 
yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Tuntutan KLI untuk membubarkan 
Ahmadiyah ini sebenarnya sejalan dengan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) 
yang menyatakan Sipilis (Sekulerisme, Pluralisme, Liberalisme) dan Ahmadiyah 
adalah sesat dan menyesatkan.


      Jadi boleh penulis simpulkan AKK-BB dan KLI mempunyai pijakan ideologi 
yang saling bertentangan (kontradiktif). AKK-BB menjadikan 
Sekulerime-Liberalime sebagai ideology sementara KLI menjadikan Islam sebagai 
ideologi. Sementara itu kita ketahui, ketiga ideologi yang ada di dunia ini 
Islam, Sekulerisme (kapitalisme), dan Komunis, bagai air dengan minyak, bagai 
putih dengan hitam.   


      Kedua, adanya penyesatan politis (tadhlil siyasiy). Penyesatan politik 
(tadhlil siyasiy) yaitu semua aktivitas yang berkaitan dengan pengaturan urusan 
masyarakat sehingga hakikat suatu masalah bisa disembunyikan dan yang tampak 
adalah sesuatu yang lain. Penyesatan politik ini bisa kita ketahui dalam 
kehidupan sehari-hari baik tingkat internasional maupun nasional. Contoh 
tingkat internasional. Invasi AS ke Irak dikatakan sebagai pembebasan dari 
rezim Saddam dan adanya senjata biologi pemusnah masal. Padahal semuanya itu 
tidak terbukti, justru invasi ke Irak hakikatnya adalah memperlancar perusahaan 
minyak AS menguasai kilang-kilang minyak di Irak. Terorisme digunakan untuk 
menyerang negeri-negeri Islam yang melawan AS.  Buktinya, teroris yang 
dimaksudkan sebenarnya oleh Bush adalah siapapun yang melawan AS.  "Either with 
us or with terrorists," ujar Bush.


      Dalam lingkup nasional, kadang kala juga penyesatan politis itu dilakukan 
dengan menggambarkan suatu masalah sebagai masalah lain yang jauh dari hakikat 
masalah. Contohnya pertama, apel yang dilakukan AKK-BB di Monas 1 Juni dengan 
mengatasnamakan mempertahankan Pancasila, NKRI, ke-bhinekaan (pluralitas). 
AKK-BB berpendapat Pancasila, NKRI, ke-bhinekaan (pluralitas/kemajemukan) 
melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan yang mereka usung. Jadi kelompok 
yang mencoba mengganggu atau menentang kebebasan yang mereka usung sama juga 
dengan mengganggu Pancasila, NKRI, dan ke-bhinekaan (pluralitas). Termasuk 
kelompok yang menuntut pembubaran Ahmadiyah, sebagai salah satu aliran yang 
berhak "hidup" di Indonesia menurut AKK-BB.


      Padahal kalau diteliti lebih cermat, apel yang dilakukan AKK-BB lebih 
bertujuan untuk meminta legitimasi dari masyarakat agar mendukung paham Liberal 
(kebebasan) yang mereka usung dengan mengatasnamakan mempertahankan Pancasila, 
NKRI, dan ke-bhinekaan (pluralitas). Kenapa demikian, sebab sejauh ini tidak 
ada kelompok masyarakat yang mempermasalahkan ke-bhinekaan 
(pluralitas/kemajemukan) bangsa ini. Tidak ada sekelompok masyarakat yang 
mempermasalahkan keberagaman agama yang secara resmi telah diakui negara 
sebagai agama resmi di Indonesia.


      Kedua, dalam rangka menanamkan paham pluralisme di Indonesia, para 
Liberalis merancukan antara pemahaman pluralisme dengan pluralitas. Pluralisme 
adalah paham yang menganggap semua agama sama dan benar. Sementara pluralitas 
adalah kemajemukan (keanekaragaman) suku, bangsa, bahasa, agama di suatu 
negara. Sehingga siapapun yang menolak pluralisme dianggap menolak pluralitas.


      Waspadai Provokasi

      Kaum muslimin harus mewaspadai pihak-pihak yang mencoba "memancing di air 
yang keruh" dengan terjadinya tragedi monas ini. Telah kita lihat buntut 
tragedi Monas, terjadi aksi penyerangan di beberapa daerah ke markas FPI oleh 
beberapa kelompok orang. Bahkan tidak kalah, Banser (barisan serba guna) dan GP 
Anshor dari NU  Mojokerto Jawa Timur siap menghadapi FPI (Front Pembela Islam) 
salah satu anggota KLI. Ada pihak-pihak yang mencoba memperkeruh suasana dengan 
upaya mengadu "domba" NU dengan FPI (Front Pembela Islam). Pihak-pihak itu 
mencoba mengkaitkan korban-korban di Monas itu banyak dari angkatan muda dan 
beberapa tokoh NU dan penyerangnya adalah FPI. Memang tidak bisa dipungkiri 
aktivis-aktivis AKK-BB kebanyakan berlatar belakang keluarga NU, tetapi bukan 
berarti kedatangan mereka ke Monas mengatasnamakan NU. Sungguh amat dangkal 
pemikiran ini. Penulis berpendapat, paham-paham yang diusung AKK-BB jauh dari 
pemahaman ahlusunnah wal jamaah yang dipahami NU.


      Jadi, jelaslah akar masalah di balik tragedi Monas sebenarnya adalah 
benturan ideologi Islam dengan Sekulerisme-Liberalisme yang diusung AKK-BB. 
Bukan benturan FPI dengan NU!


      Bersatulah!

      Oleh karena itu, seluruh jamaah kaum muslimin baik NU, FPI, Muhammadiyah, 
DDII, HTI, KLI, dan ormas-ormas Islam harus merapatkan barisan menyelamatkan 
negeri ini dari para komprador asing yang berusaha mengacaukan negeri ini 
dengan mengatasnamakan kebebasan. Wallahu a'lam bi shawab. 
     

Reply via email to