kompas
Sabtu, 10 November 2007

 
biaya hidup
Korban Bom Poso Butuh 


Palu, Kompas - Puluhan korban dan keluarga korban ledakan bom serta kerusuhan 
Poso dari Desa Sepe, Kecamatan Lage, mendatangi Kantor Bupati Poso, Jumat 
(9/11). Mereka mengadukan penderitaan yang mereka alami selama ini. 

Akibat cacat fisik permanen, selama beberapa tahun terakhir para korban bom 
tidak bisa bekerja. 

Seusai bertemu dengan Wakil Bupati Poso Muthalib Rimi, Yahya Alim (31), salah 
seorang korban yang dihubungi dari Palu, mengatakan, ia dan teman-temannya 
sangat membutuhkan bantuan pemerintah berupa modal untuk membuka usaha. "Kami 
tidak bisa lagi melakukan pekerjaan kami yang dulu karena cacat yang kami 
derita," katanya. 

Yahya menuturkan, sebelum menjadi korban ledakan bom, ia bekerja sebagai petani 
dan tenaga sukarelawan sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional yang 
menyalurkan bantuan kepada korban kerusuhan Poso. 

Pada 13 November 2004, kehidupan Yahya berubah total. Pada hari itu ia menjadi 
salah seorang korban ledakan bom di Pasar Sentral Poso. 

Sekalipun nyawa Yahya berhasil diselamatkan, kedua kaki ayah lima anak tersebut 
harus diamputasi karena hancur terkena ledakan. 

Sejak kedua kakinya diamputasi, Yahya mengaku tidak sanggup lagi bekerja 
sebagai petani kakao. Biaya hidup sehari-hari keluarganya terpaksa ditanggung 
sendiri oleh istrinya yang petani. "Karena bekerja sendiri, hasil dari kebun 
paling Rp 200.000 per bulan," ungkap Yahya. 

Bom Pasar Sentral Poso yang terjadi satu hari menjelang Idul Fitri 2004 itu 
juga melukai Elvin Baligompo (47) dan menewaskan enam orang warga Poso lainnya. 

Elvin yang terkena ledakan pada bagian muka mengalami gangguan penglihatan dan 
pendengaran. Elvin seringkali tiba-tiba tidak bisa melihat dan pingsan. Jika 
terkena sinar matahari, telinganya kerap mengeluarkan darah. "Saya juga sudah 
tidak bisa lagi kerja berat," ucap Elvin. 

Padahal, demikian Elvin, sejak 2004 ia harus rutin berobat ke dokter untuk 
memeriksa kondisi mata dan telinganya. Ia terpaksa meminjam uang dari tetangga 
untuk biaya berobat. 

Selain korban bom Pasar Sentral Poso, keluarga korban kerusuhan Poso tahun 2000 
juga menyampaikan penderitaan hidup mereka. Sebagian besar keluarga korban 
kerusuhan kehilangan ibu atau ayahnya yang tewas atau hilang akibat konflik 
horizontal itu. 

Yahya menyatakan, para korban dan keluarganya sangat membutuhkan bantuan 
pemerintah berupa modal usaha. "Selama ini kami jadi beban bagi keluarga dan 
orang lain. Kalau kami punya modal, kami bisa buka warung atau usaha apa saja 
yang sesuai dengan kondisi fisik kami," ujarnya. 

Menanggapi permohonan para korban ledakan bom dan kerusuhan Poso tersebut, 
Muthalib Rimi mengatakan, pihaknya akan berusaha mencari sumber bantuan. 

"Permintaan para korban kerusuhan Poso ini sangat wajar. Kami akan berusaha 
memenuhinya," kata Muthalib. (

Kirim email ke