* Dugaan Korupsi: Bahan Gugatan Perdata BPPC Disiapkan 
Kompas,  Kamis, 07 Juni 2007  

Jakarta, Kompas - Kejaksaan Agung mulai menyiapkan bahan-bahan 
gugatan perdata yang akan diajukan terhadap Hutomo Mandala Putra 
atau Tommy Soeharto, terkait pembekuan uang di Banque Nationale de 
Paris and Paribas Guernsey. 

Bahan yang disiapkan itu berkaitan dengan kerugian negara akibat 
korupsi di Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh atau BPPC yang 
melibatkan Tommy Soeharto. 

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung 
Salman Maryadi di Kejagung, Rabu (6/6). "Obyek yang akan digugat 
berkaitan dengan BPPC. Apakah didaftarkan di Pengadilan Negeri 
Jakarta Pusat atau PN Jakarta Selatan, kita lihat nanti," kata 
Salman. 

Dihubungi terpisah, Direktur Perdata pada Bagian Perdata dan Tata 
Usaha Negara Yoseph Suardi Sabda mengatakan, sebenarnya ia 
mengajukan tiga pilihan obyek gugatan perdata atas Tommy Soeharto 
kepada Jaksa Agung. Ketiga obyek tersebut berkaitan dengan dugaan 
tindak pidana korupsi di BPPC, korupsi tukar guling tanah gudang 
beras milik Badan Urusan Logistik di kawasan Kelapa Gading, Jakarta 
Utara, ke PT Goro Batara Sakti, serta korupsi di PT Sempati Air. 

Seperti diberitakan, Pengadilan Negeri Guernsey pada 23 Mei 2007 
waktu setempat memperpanjang perintah pembekuan terhadap rekening PT 
Garnet Investment Limited di BNP Paribas Cabang Guernsey, Inggris. 
Pembekuan diperpanjang selama enam bulan dengan syarat dalam tiga 
bulan mendatang Pemerintah Indonesia harus sudah mengajukan gugatan 
perdata terhadap Tommy Soeharto. 

Yoseph mengakui, ditilik dari pengumpulan bahannya, gugatan perdata 
untuk kasus korupsi Goro dan Sempati Air lebih mudah. Namun, nilai 
kerugian negaranya relatif tak sebesar dugaan korupsi BPPC. "Kalau 
dugaan korupsi BPPC, nilainya bisa di atas Rp 2 triliun," kata 
Yoseph. (idr) 
 
LAYANAN BERITA SMS 5454 TELKOMSEL 
==================================
* Kasus BPPC Digugat Perdata
 Koran Tempo - Kamis, 07 Juni 2007

JAKARTA -- Kejaksaan Agung menetapkan kasus Badan Penyangga dan
Pemasaran Cengkeh (BPPC) sebagai prioritas untuk menggugat secara
perdata Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Kejaksaan
mentargetkan gugatan perdata tersebut rampung dan didaftarkan ke
pengadilan dalam waktu tiga bulan mendatang. "Ini agar sesuai dengan
yang disyaratkan pengadilan Guernsey," ujar juru bicara Kejaksaan
Agung, Salman Maryadi, di kantornya kemarin.

Pengadilan Guernsey pada 23 Mei lalu memperpanjang pembekuan 
sementara
duit Garnet Investment Ltd.--salah satu perusahaan milik
Tommy--sebesar 36 juta euro (Rp 421 miliar) yang tersimpan di Banque
Nationale de Paris (BNP) Paribas cabang Guernsey. Hakim Sir Vic de
Carrey memperpanjangnya selama enam bulan. Pemerintah Indonesia 
selaku
penggugat intervensi dalam kasus tersebut diminta mengajukan tuntutan
perdata terhadap Tommy dalam waktu tiga bulan.

Salman mengatakan saat ini tim perdata Kejaksaan Agung selaku jaksa
pengacara negara sedang mengumpulkan data dan menyusun rencana
gugatan. Setelah itu, tim akan merumuskan draf gugatan. "Setelah itu,
didaftarkan saja," ujarnya. "Pendaftaran bisa di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan atau di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat."

Dalam kasus BPPC, kejaksaan saat ini sedang menyidik adanya dugaan
korupsi. Tim pidana khusus kejaksaan sudah meningkatkan status kasus
tersebut ke tahap penyidikan. Meski belum menetapkan tersangkanya,
kejaksaan sudah memeriksa beberapa saksi.

Kejaksaan menyatakan menemukan adanya dugaan kekeliruan transaksi
cengkeh antara BPPC dan pabrik rokok. Menurut Direktur Penyidikan
Kejaksaan Agung M. Salim, kekeliruan transaksi tersebut ditemukan
penyidik setelah memeriksa beberapa pengusaha rokok sebagai saksi.
"Kekeliruannya, seputar aliran pertanggungjawaban dan prosedur
transaksi," ujar Salim di kantornya, Senin lalu. Adanya indikasi
kekeliruan tersebut, kata Salim, makin memperkuat bukti adanya dugaan
korupsi dalam kasus BPPC.

Direktur Perdata Kejaksaan Agung Yoseph Suardi Sabda optimistis bisa
menyelesaikan gugatan tersebut dalam tiga bulan. Sebab, kata dia,
bahan penyidikan tim pidana khusus dalam kasus dugaan korupsi bisa
digunakan dalam penyusunan gugatan perdata. "Kami akan 
berkoordinasi,"
kata dia, Senin pekan lalu. Alasan memilih kasus BPPC untuk diajukan
sebagai gugatan perdata, kata Yoseph, adalah kasus itu paling mungkin
segera dikerjakan.

Sementara itu, O.C. Kaligis, pengacara Tommy, hingga berita 
diturunkan
belum bisa dimintai konfirmasi. Telepon selulernya tidak diangkat
ketika dihubungi. Tapi Kaligis pernah menyatakan mempersilakan
kejaksaan menyelidiki dugaan korupsi terhadap kliennya dalam kasus
BPPC. "Itu wewenang kejaksaan," ujarnya pada 22 Mei lalu. "Nanti 
saja,
kita adu bukti." SANDY INDRA PRATAMA | M NUR ROCHMI

 Koran Tempo - Kamis, 07 Juni 2007
 ===================
Jawapos, 5 Juni 2007,Tommy Rugikan Rp 1,7 T
* Dana KLBI di BPPC, Diduga Salah Prosedur

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengantongi bukti kuat kasus
penyalahgunaan kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) di Badan
Penyangga Pemasaran Cengkih (BPPC). Salah satunya berupa kesalahan
prosedur pada transaksi cengkih yang dilaksanakan badan yang dipimpin
Tommy Soeharto itu.

Dari kesalahan prosedur tersebut, potensi kerugian negara mencapai Rp
1,7 triliun. Selain itu, petani cengkih ikut dirugikan karena BPPC
hanya menggunakan 30 persen fasilitas KLBI untuk membeli cengkih.

Direktur Penyidikan Kejagung M. Salim mengatakan, kejaksaan ingin
mengetahui secara detail letak kekeliruan dalam transaksi cengkih 
dari
petani ke pabrik rokok melalui BPPC. "Kami sudah punya beberapa 
(alat)
bukti. Saat ini, kami terus mendalami untuk memperkuat pembuktian di
pengadilan," katanya di gedung Kejagung kemarin.

Menurut Salim, fakta terjadinya kesalahan prosedur tersebut
dikumpulkan setelah tim penyidik memeriksa beberapa pimpinan pabrik
rokok keretek.

Saat ditanya secara detail alat bukti tersebut, Salim menolak
membeberkan. "Yang jelas, seputar aliran pertanggungjawaban dan
prosedur transaksinya. Ini membuat uang tersebut hilang sehingga
memunculkan kerugian negara," jelas mantan wakil kepala Kejati Jawa
Tengah itu.

Salim menegaskan, keterangan adanya kekeliruan transaksi itu
mengindikasikan terjadinya tindak pidana korupsi dalam kasus BPPC.
"Nah, pertanyaan besarnya, mengapa uang tersebut hilang sehingga
menimbulkan kerugian sekitar Rp 1,7 triliun," kata pria yang pernah
menjadi asisten khusus jaksa agung itu.

Menurut Salim, untuk mempertajam temuan tersebut, tim penyidik
melanjutkan pemanggilan 13 saksi dari beberapa lembaga keuangan,
termasuk manajemen bank yang pernah mengucurkan KLBI. "Selama lima
hari, kami menargetkan memeriksa dua hingga tiga saksi," katanya.
Seluruh saksi akan menghadap tim penyidik yang diketuai Slamet
Wahyudi.

Kejagung membuka lagi penyidikan kasus BPPC yang melibatkan Tommy
Soeharto. BPPC dibentuk berdasar Keppres 20/1992 jo Inpres 1/1992 
oleh
mantan Presiden Soeharto. BPPC diberi monopoli penuh untuk membeli 
dan
menjual hasil produksi cengkih dari petani. Untuk tugas tersebut, 
BPPC
mendapat kucuran KLBI Rp 175 miliar.

Seluruh hasil produksi cengkih oleh petani harus dibeli BPPC dengan
harga yang telah ditentukan. Sedangkan pabrik rokok keretek harus
membeli cengkih dari BPPC dengan harga yang telah ditentukan juga.
Nah, dari transaksi tersebut, BPPC diduga menangguk keuntungan dari
selisih pembelian cengkih dari petani untuk dijual ke pabrik rokok.

BPPC terdiri atas berbagai unsur, yakni Inkud dari unsur koperasi, PT
Kerta Niaga dari unsur BUMN, dan unsur swasta melalui PT Kembang
Cengkeh Nasional yang merupakan perusahaan milik Tommy.

Mantan Komut Mandiri Diperiksa

Pada bagian lain, mantan Komisaris Utama (Komut) Bank Mandiri Binhadi
menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar kemarin. Binhadi diperiksa
sebagai saksi kasus korupsi pengambilalihan aset kredit PT Kiani
Kertas Rp 1,8 triliun yang melibatkan tiga mantan direksi Bank
Mandiri, yakni ECW Neloe, M. Sholeh Tasripan, dan I Wayan Pugeg.

Binhadi tiba di Gedung Bundar sekitar pukul 09.00. Dia menolak
berkomentar soal materi pemeriksaan. "Nanti saja (wawancaranya)," 
kata
Binhadi.

Binhadi sedianya diperiksa Ketua Tim Penyidik Herdwi SH pada pekan
lalu. Tetapi, saat itu, Binhadi mengajukan penundaan hingga Senin
kemarin. Alasannya, dia sedang punya kesibukan di luar negeri.

Selain Binhadi, tim penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, baik 
dari
manajemen Bank Mandiri maupun PT Kiani Kertas. Mereka umumnya
diperiksa sebagai saksi. Dalam kasus ini, tim penyidik telah menyita
surat berharga terkait kasus tersebut. (agm)
=========================
* Cuci Gudang: Giliran PT TPN (Timor) Tommy Disidik Jaksa etc
 Selasa, 05 Juni 2007  Harian Pikiran Rakyat

BAGAIKAN cuci gudang, langkah penyidik Kejaksaan Agung dalam memburu
harta keluarga Cendana. Bila pekan sebelumnya, penyidik membuka
kembali kasus dugaan korupsi Badan Pemasaran dan Penyangga Cengkeh
(BPPC) senilai Rp 175 miliar. Kasus kucuran dana bank pada 1996
tersebut pernah disidik pada 2001, namun dipetieskan.

Kini, jejak masa lalu Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) dalam
monopoli mobil impor --yang dikamuflase mobil nasional-- mulai
disidik. Dugaan korupsi kasus itu mencapai 260 juta dolar AS dari
fasilitas kredit Bank Bumi Daya (BBD), dan Bank Dagang Negara (BDN)
pada 1998-1999.

Penyidikan dua kasus ini melengkapi sasaran pencarian harta keluarga
mantan presiden Soeharto. Dua kasus lain, pembekuan uang milik Tommy
Soeharto di PNB Paribas cabang Guernsey senilai 36 juta Euro. Lalu,
kekayaan milik Yayasan Supersemar yang didirikan Soeharto sewaktu
berkuasa.

Langkah cuci gudang atas kasus-kasus pada keluarga Cendana ini, tidak
lepas dari perintah Pengadilan Guernsey Island. Pada sidang
persengketaan harta Tommy Soeharto akhir Mei, pengadilan itu
mengabulkan permohonan Pemerintah Indonesia yang diwakili Kejaksaan
Agung dan pengacara lokal, untuk membekukan harta Tommy Soeharto
selama enam bulan ke depan. Dengan syarat, Kejaksaan Agung RI harus
menunjukkan, Tommy Soeharto tersangkut korupsi di dalam negeri,
minimal satu kasus korupsi yang diperiksa oleh pengadilan.

Kasus dugaan korupsi BPPC, sebenarnya memenuhi target untuk 
melengkapi
persyaratan administrasi pemblokiran duit Tommy Soeharto di PNB
Paribas. Namun, penyidik kejaksaan menambah satu kasus sebagai
penguat, dugaan korupsi dalam pengadaan mobil Timor di bawah bendera
PT Timor Putra Nusantara (TPN).

Sebagaimana dimaklumi, PT TPN oleh Presiden Soeharto waktu itu,
dijadikan pilot projek untuk rintisan mobil nasional. Dengan dalih
itu, perusahan anak bawang milik Tommy Soeharto itu, langsung
memperoleh fasilitas khusus, berupa kredit lunak dari BBD 260 juta
dolar. Lalu pembebasan bea masuk dan pajak mobil dari Korsel itu, 
yang
kini di pasaran lebih dikenal dengan bendera KIA.

Kucuran kredit bagi PT TPN tidak beda jauh dengan fasilitas yang
diterima BPPC. Jenis kreditnya yang berbeda. Bila PT TPN memperoleh
kredit lunak, BPPC melalui paket kredit Likuiditas Bank Indonesia
(KLBI) atau kredit modal. Fasilitas kredit BBD mencapai 28 juta dolar
AS pada 1998-1999.

Direktur Penyidikan Pidana Khusus pada Jampidsus M. Salman
menambahkan, PT TPN memperoleh pula 85 bilyet deposito dari BBD atas
nama PT TPN (61 lembar) dan PT TDN (24 lembar). Dari 85 bilyet
deposito tersebut, 55 bilyet disita oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Jakarta, sisanya 30 bilyet disimpan Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN), yang kini lembaganya telah dibubarkan.

Belakangan diketahui, pihak Tommy Soeharto secara sepihak telah
mencairkan 24 dari 30 lembar bilyet deposito di BPPN. Begitu pula 17
lembar dari 24 milik PT TDN dicairkan TPN. Pencairan deposito itu,
merupakan pelanggaran terhadap perjanjian bank. Apalagi, dilakukan
sepihak tanpa persetujuan pihak bank.

Dari data yang diperoleh penyidik, kata M. Salman, PT TPN juga
melanggar kesepakatan pembayaran. Ketentuannya, PT TPN membuka
rekening ascrow-account, sebagai giro atas nama perusahaan itu. Ini
bagian dari cara perusahaan Tommy Soeharto memenuhi kewajiban 
terhadap
bank. Persoalan timbul, karena rekening itu tidak difungsikan sesuai
peruntukan.

Di luar urusan dengan penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung, PT TPN
pernah berurusan secara perdata dengan Direktorat Pajak. Bahkan,
urusan ini akhirnya berujung pada penyitaan rekening perusahaan ini 
di
Bank Mandiri senilai Rp 1,3 triliun, oleh Direktorat Pajak pada 2004.

Penyitaan itu diawali pembekuan rekening oleh Direktorat Pajak waktu
itu. Alasannya, PT Timor lalai membayar pajak bea masuk kendaraan
Timor dari Korsel. Namun, pengadilan berbicara sebaliknya, rekening
itu milik PT TPN. Akhir kasus tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah
kemenangan PT TPN murni atau lewat kolusi dengan pejabat di
pengadilan?

PT TPN sebentar lagi berhadapan lagi dengan pengadilan. Persiapannya
tengah digarap enam jaksa penyidik yang dikoordinasikan Urip Tri
Gunawan, sesuai surat perintah penyidikan Jampidsus yang diterbitkan
pada 28 Mei. Di antara yang disoalkan dari dugaan korupsi, perusahaan
tidak membayar bea masuk dan pajak, serta penyelewengan kredit yang
dikucurkan bank. Akankah akhir dari penyidikan kasus korupsi PT TPN,
senasib dengan langkah Direktorat Pajak?
(mukhijab/"PR")=
=================================


--


Reply via email to