Dalam upaya pendampingan klien, umumnya kuasa hukum sering dibenturkan
tentang status penahanan yang diterapkan penyidik atau penuntut umum
atas kliennya. Sebagaimana diketahui, penahanan dapat dikenakan
terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau
percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam
hal tindak pidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih.
Penahanan juga dapat dilakukan atas tindak pidana seperti :


- Kebiasaan menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum
tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan (Pasal 282 ayat
(3) KUHP),

- Sengaja menyebabkan, mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul
dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan
(Pasal 296 KUHP),

- Perlakuan tidak menyenangkan (Pasal 335 ayat (1) KUHPidana),

- Penganiayaan (Pasal 351 ayat (1) KUHPidana,

- Penganiayaan dengan direncanakan (Pasal 353 ayat (1) KUHPidana),

- Penggelapan (Pasal 372 KUHPidana),

- Penipuan (Pasal 378 KUHPidana),

- Membeli barang-barang tapi berniat tidak melunasi pembayarannya
(Pasal 379 a KUHPidana),

- Nahkoda yang sesudah dimulai penerimaan atau penyewaan kelasi tetapi
sebelum perjanjian habis sengaja dan melawan hukum menarik diri dari
pimpinan kapal itu (Pasal 453 KUHPidana),

- Kelasi yang, bertentangan dengan kewajibannya menurut persetujuan
kerja, menarik diri dari tugasnya di kapal Indonesia, jika menurut
keadaan di waktu melakukan perbuatan, ada kekhawatiran timbul bahaya
bagi kapal, penumpang atau muatan kapal itu (Pasal 454 KUHPidana),

- Anak buah kapal kapal Indonesia, yang sengaja dan melawan hukun tidak
mengikuti atau tidak meneruskan perjalananyang telah di setujuinya
(Pasal 455 KUHPidana),

- Penumpang kapal Indonesia yang di atas kapal menyerang nakoda,
melawannya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan sengaja
merampas kebebasannya untuk bergerak atau seorang anak buah kapal
Indonesia yang di atas kapal dalam pekerjaan berbuat demikian terhadap
orang yang lebih tinggi pangkatnya (Pasal 459 KUHPidana),

- Menjadi penadah hasil kejahatan (Pasal 480 KUHPidana) dan

- Menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan
menjadikannya sebagai pencarian (Orang yang berprofesi germo atau
mucikari) (Pasal 506 KUHPidana).

Umumnya pula, ketika si klien dikenakan status penahanan, kuasa hukum
atau keluarganya berupaya untuk mengajukan permohonan penangguhan
penahanan. Memang permintaan penangguhan penahanan merupakan haknya
tersangka/ terdakwa tetapi untuk dikabulkan atau tidaknya penangguhan
penahanan tersebut merupakan wewenang si penyidik atau penuntut umum.
Sesuai dengan arti kata penangguhan yang berarti tunda atau menunda
maka dapat diartikan dengan adanya upaya penangguhan penahanan tidak
lebih hanya menunda masa penahanan yang seharusnya dijalankan oleh si
tersangka. Yang artinya, jika permohonan penangguhan penahanan tersebut
dikabulkan maka masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau
terdakwa tidak termasuk masa status tahanan. Ini tentunya menjadi
resiko tersendiri bagi si tersangka mengingat berkurangnya masa status
tahanan lebih menguntungkan dibandingkan jika harus menjalani masa
tahanan dihitung sejak putusan hakim memiliki kekuatan hukum tetap.
Resiko yang lain yang juga harus diperhitungkan adalah masalah
kewenangan dari si penyidik atau si penuntut umum, mengingat, sekali
lagi, dikabulkan atau tidaknya penangguhan penahanan tersebut merupakan
wewenang si penyidik atau penuntut umum. Jadi, jika di tingkat
penyidikan permohonan penangguhan penahanan dikabulkan, belum tentu di
tingkat kejaksaan penangguhan penahanan tersebut dikabulkan pula.
Kalaupun misalnya di tingkat penyidik dan dikejaksaan penangguhan
penahanan tersebut dikabulkan, berapa banyak uang jaminan yang harus
dikeluarkan si klien mengingat atas nama "kewenangan dan jabatan"
masing-masing instansi memiliki peraturan dan kekuasaan tersendiri
untuk menentukan besaran uang jaminan. Belum lagi, jika penangguhan
penahanan tersebut harus diajukan kembali kepada Majelis Hakim yang
memeriksa perkara.


Atas uraian kerugian tentang upaya permohonan penangguhan penahanan
seperti di atas, menjadi pertanyaan, apakah upaya permohonan
penangguhan penahanan tersebut efektif ditengah proses hukum yang
sedang dijalankan oleh klien ? Efektif tidaknya tentu menjadi ukuran
yang subjektif, tergantung pada kondisi keuangan tersangka/ terdakwa
dan keluarganya.


Lalu manakah yang lebih efektif untuk menghindar dari status penahanan ?


Sebenarnya, yang jauh lebih efektif adalah tetap menerima status
penahanan tersebut sampai putusan hakim dapat keluar dan memiliki
kekuatan yang hukum tetap. Hal ini lebih menguntungkan bagi si
tersangka/ terdakwa untuk lepas dari jeratan hukum dan masa hukuman
yang seharusnya dijalankan.


Sekiranya ternyata tersangka/ terdakwa masih tetap enggan untuk
menjalankan masa penahanan, lebih baik mengupayakan permohonan
pengalihan penahanan. Sama seperti penangguhan penahanan, pengalihan
penahanan juga merupakan hak si tersangka/ terdakwa dan dikabulkan
tidaknya menjadi kewenangan penyidik, penuntut umum atau hakim. Bedanya
dalam pengalihan penahanan, tersangka/ terdakwa bisa mengajukan
penahanan rumah atau penahanan kota. Ini tentunya lebih efektif
dibandingkan penangguhan penahanan karena selama pengalihan penahanan,
meskipun ditahan dirumah sendiri atau didalam kota tetap dihitung
sebagai masa penahanan.


Pasal 22 KUHAP menyatakan bahwa jenis penahanan dapat berupa penahanan
rumah tahanan negara; penahanan rumah atau penahanan kota. Penahanan
rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman
tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk
menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam
penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Penahanan
kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka
atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor
diri pada waktu yang ditentukan. Masa penangkapan dan atau penahanan
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Untuk penahanan
kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan
sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu
penahanan.


--
Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke . pada 4/28/2009 09:31:00 AM

Reply via email to