http://nasional.kompas.com/read/xml/2009/12/16/0730109/154.kebijakan.diskriminatif.bagi.perempuan

KEADILAN JENDER
154 Kebijakan Diskriminatif bagi Perempuan
Rabu, 16 Desember 2009 | 07:30 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Sedikitnya 154 kebijakan pemerintah masih diskriminatif 
dan sebagian besar merugikan perempuan karena tidak tanggap jender. Karena itu, 
Rancangan Undang-Undang Keadilan Kesetaraan Gender harus segera disahkan agar 
tidak ada lagi kebijakan yang diskriminatif. 

Hal itu mengemuka dalam seminar bertema "Kebijakan Publik dan Program 
Pembangunan yang Tanggap Gender" di Jakarta, Selasa (15/12). Seminar 
diselenggarakan Pusat Pemberdayaan Perempuan dalam Politik, Aliansi Masyarakat 
Sipil untuk Kesetaraan dan Demokrasi, serta Kedutaan Besar Kerajaan Norwegia.

Ketua Komisi Nasional Perempuan Kemala Chandra Kirana mengatakan, ada 154 
kebijakan daerah selama 10 tahun terakhir masih diskriminatif, 59 di antaranya 
cenderung merugikan perempuan.

Dari total itu, 21 kebijakan berisi pembatasan terhadap kebebasan perempuan 
untuk berekspresi. Adapun 38 kebijakan berisi pelarangan prostitusi, dan 
dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap perempuan.

Selain itu, ditemukan pula sembilan kebijakan daerah yang membatasi kebebasan 
beragama bagi komunitas Ahmadiyah, termasuk kaum perempuan penganut aliran 
Ahmadiyah.

Bahkan, akhir-akhir ini muncul pula aturan baru yang mengatur perilaku 
perempuan atas nama keagamaan dan moralitas publik. "Misalnya hukuman 
berkhalwat atau bersunyi-sunyi dengan lawan jenis di Aceh. Itu bukanlah 
tindakan kriminal, tapi dikriminalkan dengan hukuman cambuk," katanya.

Oleh karena itu, dibutuhkan payung hukum yang bisa digunakan sebagai landasan 
pembuatan peraturan daerah agar tanggap jender. Salah satunya UU KKG yang kini 
rancangannya sudah diajukan ke DPR. (NTA

Artikel Terkait: 
  a.. Anak Belum Jadi Prioritas 
  b.. Pengamat: Kesalahan Kebijakan Tak Dapat Dipidanakan 

++++
http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/12/15/18513781/ibu-ibu.rumah.tangga.sekarang.juga.suka.politik...

Ibu-ibu Rumah Tangga Sekarang Juga Suka Politik...

Selasa, 15 Desember 2009 | 18:51 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak hanya elite politik dan mahasiswa yang ternyata 
mengikuti perkembangan politik Indonesia. Gencarnya pemberitaan media membuat 
semua lapisan masyarakat, mulai dari pedagang, tukang ojek, sampai ibu-ibu 
rumah tangga pun mengikuti perkembangan politik.

"Wah sekarang ibu-ibu kalo lagi ngumpul yang diomongin itu (politik)," kata 
Iis, salah seorang ibu rumah tangga yang ditemui Kompas.com ketika sedang 
menunggu kereta tujuan Bekasi di Stasiun Jakarta Kota, Selasa (15/12/2009).

Perkembangan politik di Indonesia saat ini memang sangat seru untuk diikuti. 
Ketika ramai kasus KPK vs Polri atau cicak vs buaya, para ibu dan pedagang yang 
ditemui Kompas.com mengaku terpaksa terus mengikuti pemberitaan yang itu-itu 
lagi. "Abis seru," lanjut Iis sembari tertawa, ketika mengemukakan alasan 
mengapa dia mengikuti kabar seputar politik.

"Kemarin rame Anggodo, sekarang rekaman Sri Mulyani. Sampe bosen," kata Rini, 
calon penumpang kereta.

Menilai pernyataan politisi Golkar, Bambang Soesatyo, tentang rekaman yang kata 
dia Menteri Keuangan Sri Mulyani sedang terlibat pembicaraan dengan Pemilik 
Bank Century Robert Tantular, Rini menyatakan kekhawatirannya. Hal tersebut 
menurutnya akan menggantung kasus Anggodo, adik pemilik PT Masaro Radiokom 
Anggoro, yang saat ini belum terselesaikan.

Berita-berita yang beredar saat ini, kata dia, semakin melenceng dari masalah 
utama. "Keenakan Anggodo, nanti lari ke Singapura lagi," kata dia.

Media sangat berperan terhadap sampainya pemberitaan ke tangan publik. Kabar 
perpolitikan Indonesia ternyata tidak kalah serunya dengan tayangan televisi 
lainnya. Buktinya, ibu rumah tangga saja update....


Kirim email ke