=================================
  Seri : "Membangun Keluarga Indonesia" 
  =================================
  [EQ]
   
   
   
  CHRISYE : SEBUAH MEMOAR MUSIKAL
  [Naga Legendaris INDONESIA]
  Oleh : Alberthiene Endah
   
   
  Bermimpilah,
  sebab harapan akan memberi hidup
   
  Berkaryalah,
  sebab seni akan memberi makna
   
  [Naga belajar . . . sampai menutup mata]
   
   
  38 Main film !
   
  Jangan dikira, saya tak pernah gamang menjalani karier musik. Saat itu, tahun 
1981, telah genap 15 tahun saya menggeluti musik. Dengan perolehan prestasi, 9 
tahun jadi anak band, 3 tahun terlibat dalam sejumlah proyek musik bergengsi, 
dan 3 tahun menjadi penyanyi dengan album solo yang tidak terlalu meledak, 
kecuali di album pertama. 
   
  Bagi musisi zaman sekarang, rentang waktu 15 tahun tanpa pencapaian 
popularitas spektakuler dan album solo yang fenomenal barangkali sudah masuk 
kategori lampu merah. Sejumlah penyanyi muda masa kini yang saya amati, amat 
cepat mengambil keputusan bermanuver, tatkala karier musik tak menunjukkan 
tanda-tanda cerah. Mereka banting setir menuju pelataran dunia akting, atau 
bidang-bidang lain yang masih, ada di koridor selebriti. Di zaman saya, tidak 
mudah mengambil keputusan seperti itu. Kondisi hanya menawarkan dua pilihan 
saja. Setia atau pergi.
   
  Usia sudah genap 30 tahun. Saya merasakan spirit yang masih menggejolak untuk 
bermusik. Saat itu situasi pergaulan musik sedang hidup-hidupnya. Keenan sudah 
membuat album solo. Banyak juga pemusik muda yang bermunculan dan makin 
menambah semarak kancah musik. Ada Chandra Darusman, Fariz RM, Adjie Sutama, 
dan banyak lagi. Mereka hadir dengan genre pop kreatif. Di perusahaan Musica 
pun contoh kebangkitan penyanyi rekaman makin menggejolak. Saat itu ada 
penyanyi pendatang baru bergenre balada. Iwan Fals. Lagunya dengan syair yang 
sangat berani dan suaranya yang khas membuat Iwan langsung melejit dengan album 
perdananya, Sarjana Muda. 
   
  Sementara itu, Rinto Harahap dengan genre pop manisnya meraja dan mencetak 
sejumlah nama yang identik dengan album-album laris. Sebut saja, Diana Nasution 
dan Iis Sugianto. God Bless makin mendapat ruang yang lapang. Sukses Elvie 
Sukaesih dan A. Rafiq, memancing kehadiran bintang-bintang dangdut baru, 
semisal Rita Sugiarto dan Camelia Malik yang didukung suaminya saat itu, 
Reynold Panggabean. Kancah musik benar benar meriah. Tak ada genre musik yang 
terintimidasi.
   
  Saya tidak melihat alasan untuk mengerem semangat. Namun melongok kondisi 
finansial saya, mau tak mau saya jadi berhitung-hitung. Ke mana saja saya 
selama ini, kok belasan tahun kerja keras hanya dapat satu mobil. Itu pun bukan 
kategori mobil mewah. Apa benar bisa dijadikan sandaran hidup?
   
  Yah, barangkali jika melihat pencapaian finansial yang saya raih saat itu,  
jauh jika dibandingkan dengan penyanyi muda zaman sekarang yang bisa menelurkan 
album perdana yang meledak. Di zaman saya, penyanyi mutlak hanya bisa berharap 
dan royalti album. Pergelaran show belum seheboh sekarang. Dan dulu, belum 
musim lagu dibeli untuk soundtrack sinetron, misalnya. sinetronnya saja belum 
ada.
   
  Jadi bagaimana kalau saya ingin mapan dari musik?
   
  Tak ada lain. Karya saya harus mampu menjadi komoditi yang disukai 
masyarakat. Artinya, saya _dengan idealisme musik yang saya pegang teguh - 
harus mampu menyelami minat orang banyak dengan keinginan beragam. Saya harus 
bisa merumuskan selera banyak orang dan membuat formula yang - ibarat obat - 
harus merupakan obat bebas yang aman dikonsumsi tanpa resep dokter. Musik saya 
tidak boleh menjadi barang yang segmented. Pendeknya, musik saya harus laku dan 
bisa menjamin hidup saya ke depan.
   
  Mencari format seperti ini butuh waktu dan kesabaran. Yang kalau tak kuat 
akhirnya juga bisa bikin frustrasi dan gamang! Saya sempat juga 
terombang-ambing dan terjerembab dalam keputusan yang salah!
   
  Di tahun 1981 itu, ada satu hal gila yang saya lakukan. Main film! Bukan 
tampil sesaat dengan peran penyanyi seperti pada film Gita Cinta dari SMA. 
Tapi, murni sebagai pemeran tokoh tertentu, komplet dengan dialog. ini 
gara-gara Sys NS. Dia rupanya diajak Rinto Harahap yang tengah menggarap film 
bertema percintaan remaja. Judulnya, Seindah Rembulan. Ini juga menupakan judul 
lagu Populer karya Rinto Harahap yang dikumandangkan Iis Sugianto.
   
  Film jelas bukan bidang saya. Apalagi, syaratnya, saya harus keluar dari diri 
sendiri. “Ogah, ah. nggak mau,” saya menolak.
  Coba dulu!” Sys terus membujuk. Ia menambahkan, ceritanya sangat menarik. 
katanya, di film itu, ia berpacaran dengan Iis Sugianto, sementara saya dengan 
Lidya Kandau.
   
  Ayo, kapan lagi ngerasain pacaran sama bintang film!” Sys tidak patah 
semangat membujuk. “Siapa tahu juga, lu berbakat main film. Lumayan kan!” 
katanya lagi.
   
  Setelah diiming-imingi situasi syuting yang asyik karena film itu dibintangi 
banyak penyanyi, saya agak lunak. Saya, meski deg-degan, akhirnya menerima 
skrip dan mempelajari di rumah.
   
  Hari pertama syuting, saya sudah panas-dingin. Rasanya aneh sekali harus 
bersikap sesuai tuntutan skrip dan melontarkan dialog dengan gaya yang sungguh 
teatrikal.
  Sejumlah adegan membuat saya nervous. Saya berkeras melakukan adegan sesuai 
keinginan saya. Bisa ditebak, hari itu saya pulang karena bertengkar hebat 
dengan sutradara.
   
  Hari kedua, saya dibuat senewen karena menunggu artis-artis pendukung lain 
yang terlambat datang ke lokasi syuting. Saya langsung membandingkan dengan 
situasi di studio rekaman. Biarpun arranger belum datang, penyanyi bisa tetap 
melakukan apa saja untuk menjalankan proses nekaman.
   
  Saya sempat bertanya pada seorang kru. “Memang begini kalau syuting? Mau 
nunggu artisnya komplet sampai kapan?”
  Kru itu nyengir. “Wah, Mas Chrisye, kalau nggak nunggu sih namanya bukan 
syuting!” katanya santai.
   
  Walhasil karena begitu banyak waktu terbuang, saya jadi senewen. Ketahuan 
saya nongkrong di depan piano, bisa mencipta lagu. Saya mulai uring-uringan. 
Sys termasuk yang menenima kekesalan saya.
  “Mau gimana lagi, Chris, udah syuting!” ujarnya menyabarkan saya.
   
  “Kayaknya saya udahan aja!” saya berkeras. Sys bengong.
   
  Begitulah yang terjadi. Film belum selesai, saya berkeras mundur. Sutradara 
sempat kelabakan. Tapi, saya memang sudah kehilangan mood. Diam-diam saya 
sempat menyesal juga, kenapa waktu diajak Sys, saya tidak berpikir matang.
   
  Saya mencoba bertahan. Tapi, syuting di hari-hari selanjutnya berlangsung 
selalu dengan masalah. Akhirnya saya sadar, main film memang bukan bidang saya. 
Boro-boro bisa membangun mood, perasaan saya malah makin tersiksa. Pada hari 
kesepuluh, saya minggat. Saya tak bisa bertoleransi dengan apa pun karena tak 
bisa melakukannya. Film itu beredar dan cukup sukses. Orang-orang yang menonton 
menggoda saya.
  Saya hanya nyengir malu. Meski saya tak pernah mengapresiasi film itu seperti 
halnya saya mengapresiasi kiprah saya di musik, tapi pengalaman itu saya simpan 
saja sebagai catatan kecil dalam sejarah karier saya.
   
  Konsentrasi saya kemudian beralih pada album selanjutnya. Yockie masih 
membantu saya. Meski belum berhasil mendapatkan pembaruan, saya melakoni album 
ini tetap dengan semangat terjaga. Saya dan Yockie berusaha menampilkan 
sentuhan baru dalam genre pop. Warna musik yang muncul agak menjauh dan aura 
pop khas yang selama ini mewarnai album terdahulu. Getar Badai Pasti Berlalu 
sudah menipis.
   
  Semua ini saya lakukan karena sebuah pencarian. Sejujurnya saya masih belum 
bisa menemukan warna musik yang akan jadi identitas saya kelak. Satu-satunya 
yang membuat saya yakin adalah warna suara dan gaya menyanyi saya.
   
  Album itu dirilis dengan tajuk Pantulan Cinta. Tak ada hit yang muncul dan 
album ini. Saya mulai melihat bayang-bayang kritis. Sudah saatnya saya lebih 
tajam mencari warna musik yang bisa mendobrak! Saya melihat kebersamaan saya 
dengan Yockie dalam musik perlu dipertanyakan. Bagaimana pun, saya harus 
mencari warna baru, kalau ingin peruntungan saya di dunia musik bergerak! Saya 
mulai meminta Yockie kembali mengemudikan arah musik saya menuju pop. Kehendak 
ini tidak mudah terjadi, karena Yockie juga memiliki cita-cita besar untuk 
kami. Saya memilih mengalah.
   
  [bersambung ]


    
  SONETA INDONESIA <www.soneta.org>

  Retno Kintoko Hp. 0818-942644
  Aminta Plaza Lt. 10
  Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
  Ph. 62 21-7511402-3 
   


       
---------------------------------
Boardwalk for $500? In 2007? Ha! 
Play Monopoly Here and Now (it's updated for today's economy) at Yahoo! Games.

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to