=======================================  
  THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER
  [ Seri : "Membangun Ekonomi Rakyat Indonesia" ]  
  =======================================
  [Ec_Q]
   
  BANK KAUM MISKIN
  Oleh : Muhammad Yunus
  Peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2006
  Bersama Alan Jolis
   
   
  Belajar dari : 
  Kisah Muhammad Yunus dan Grameen Bank, dalam
  Memerangi Kemiskinan
   
   
  46. Berada Dalam Kekalutan
   
  Akhirnya, memang itulah yang saya lakukan. Chittagong University memberi saya 
cuti dua tahun. Tanggal 6 Juni 1979, sebelum saya paham apa yang telah terjadi, 
saya resmi bergabung dengan Proyek Grameen Bank di Distrik Tangail.
   
  Tangail dipilih karena lokasinya dekat dengan Dhaka, sehingga akan memudahkan 
mereka untuk menilai dampak riil program ini terhadap masyarakat desa. 
Disepakati bahwa masing-masing bank nasional akan menyediakan tiga cabangnya 
buat kami—satu bank kecil menawarkan hanya satu cabang—sehingga kami punya 19 
cabang di Tangail, 6 cabang di Chittagong, dan 1 cabang Bank Pertanian yang 
telah kami dirikan di Jobra. Grameen tiba-tiba memiliki kekuatan sebanyak 25 
cabang bank.
   
  Distrik Tangail berada dalam kekalutan seperti perang Geng-geng bersenjata 
dan sebuah gerakan pemberontakan Marxis bawah tanah yang bernama Gonobahini 
(Tentara Rakyat) menebar aksi teror di pelosok desa. Para gerilyawan ini 
membunuh tanpa kenal kasihan. Mereka gampang sekali menodongkan senjata dan 
menembak. Di setiap desa yang kami lalui mayat-mayat bergelimpangan di tengah 
jalan, bergelantungan di pohon, atau menempel ke dinding. Pelosok distrik 
dipenuhi senjata-senjata dan peluru sisa perang Kemerdekaan. Untuk 
menyelamatkan diri, banyak pemimpin komunitas lokal lari bersembunyi di 
tetangganya, atau pindah ke hotel-hotel di kota Tangail. Tak berlaku hukum atau 
ketertiban apapun.
   
  Apa yang bisa kami capai sebagai sebuah bank bau kencur di hadapan 
pertumpahan darah dan pembunuhan ini? Kami mencemaskan keselamatan fisik 
manajer-manajer cabang dan pegawai pegawai bank yang baru kami rekrut, yang 
akan bekerja dan tinggal sendirian di pelosok desa. Lebih parah lagi, 
kebanyakan pekerja muda yang kami angkat adalah eks-eks mahasiswa dengan 
kecenderungan radikal, yang bisa dengan mudah dipikat oleh gerilyawan kiri 
bersenjata (Malah kami baru tahu kemudian bahwa sebagian dan pekerja itu memang 
anggota aktif Gonobahini sampai mereka mulai bekerja untuk kami.)
   
  Inilah masa-masa paling panas dalam setahun. Bahkan melakukan kerja paling 
enteng pun bisa jadi sangat melelahkan. Sepanjang hari jalanan lengang dan 
orang-orang berdiri di bawah pohon berdoa memohon kalbaisakhi, badai dadakan di 
musim panas. Desa-desa yang kami lalui tampak begitu terabaikan dan 
orang-orangnya begitu miskin dan kurus sehingga saya tahu saya datang ke tempat 
yang tepat. Inilah tempat di mana kami sangat dibutuhkan.
   
  Staf di bank-bank tempat kami diizinkan beroperasi membenci kami karena 
menambahi beban kerja mereka. Tak terhitung sudah berapa kali mereka menolak 
memberikan layanan atau malah secara aktif melawan kami. Pernah suatu saat 
situasinya berlangsung begitu parah sampai-sampai salah seorang dari petugas 
kami menodongkan senjatanya ke manajer bank komersial lokal itu dan mengancam 
membunuhnya di tempat bila ia tidak menyediakan lebih banyak dana untuk para 
perninjam Grameen. Kami harus memecat petugas itu. Manajer yang diserang itu 
meminta dikirim kembali ke Dhaka, dan peristiwa ini merusak hubungan kami 
dengan bank tersebut.
   
  Kami tidak putus asa. Daripada bergantung pada staf bank nasional yang tidak 
bisa diandalkan, kami mencoba untuk sebanyak mungkin melakukan sendiri 
pekerjaan kami. Para mantan Gonobahini ternyata pekerja andalan. Para pejuang 
bawah tanah ini masih muda-muda (biasanya antara 18 dan 20 tahun), pekerja 
keras, dan berdedikasi. Mereka pernah memperjuangkan kemerdekaan negeri ini 
dengan senjata dan revolusi, dan kini mereka benjalan keliling desa-desa yang 
sama untuk mengucurkan kredit mikro bagi kaum papa. Mereka butuh sesuatu untuk 
diperjuangkan. Kami salurkan energi mereka ke sesuatu yang lebih konstruktif 
ketimbang kekerasan. Asalkan mau menyerahkan senjatanya, kami dengan senang 
hati mengangkat mereka sebagai pegawai bank.
   
  Awalnya saya hanya punya sejumlah kecil staf yang datang dari Jobra bersama 
saya: rekan-rekan muda saya Assad, Dipal, dan Sheikh Abdud Daiyan. Kernudian, 
setelah dinilai aman, saya membawa dua rekan perempuan yang juga bekerja di 
Jobra: Nurjahan dan Jannat. Saya pindah ke sebuah gedung yang masih dibangun. 
Saya tinggal di kamar kecil di lantai tiga yang belum selesai dengan para 
tukang bekerja di sekeliling saya. Selama Ramadhan saya berbuka puasa dengan 
iftar berupa makanan ringan tradisional: beras tumbuk, disebut chira, dengan 
pemanis parutan kelapa dan gula, tumis buncis dengan cabe merah, irisan mangga, 
dan sepiring penuh kacang kapri goreng yang dibumbui cabe hijau dan bawang.
   
  Tidak ada kamar kecil di kantor saya. Saat ingin buang air di siang hari, 
saya harus mengganggu tetangga. Yang menjaga semangat saya tetap tinggi di 
hari-hari pertama yang sulit itu adalah kemurahan hati tak terbilang dari warga 
setempat. Saat malam, seorang tetangga tua yang hidup di gubuk reyot beratapkan 
rumbia sering menawari saya pantabhat, beras sisa direndam air, diberi ragi, 
dan dibumbui cabe merah goreng, bawang mentah, dan sayuran sisa. Sayangnya, 
Grameen telah menetapkan aturan untuk tidak menerima makanan atau hadiah apapun 
dari peminjam atau warga desa. Dengan berat hati saya tolak tawarannya.
   
  [ bersambung ]
   
  _________
   
  "Jika Anda ingin benar-benar memahami sesuatu hal, 
  maka cobalah untuk mengubah hal itu"
  [ Kurt Zadek Lewin, Psikolog Jerman ]
   
  _________
   
   
  "Orang tua sering terlalu banyak membicarakan 
  generasi yang lebih muda, seolah-olah tidak perlu 
  berbuat apa pun kepada mereka" 
  [ Haim Ginott -1922-1973- Psikolog dan Guru yang 
  menekuni kehidupan orang tua dan anak-anak ]
   
  _________
   
   
   
  The Flag
  Air minum COLDA - Higienis n Fresh !
  ERDBEBEN Alarm
   


    
  SONETA INDONESIA <www.soneta.org>

  Retno Kintoko Hp. 0818-942644
  Aminta Plaza Lt. 10
  Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
  Ph. 62 21-7511402-3 
   


       

Kirim email ke