Refleksi : Barangkali  badai ini akibat angin yang ditaburkan SBY & Co, seperti 
apa yang dikatakan pepatah melayu kuno : "Barangsiapa nemabur angin dia akan 
menuai badai".

http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=11853

2009-11-16 
Badai di Halaman Istana 


Bambang Nuroso


Karut-marut hukum yang menyeret institusi Kepolisian dan Kejaksaan Agung tidak 
terlepas dari otoritas eksekutif yang dipimpin presiden, yang kemudian menyeret 
otoritas di luar istana, yaitu KPK. Meskipun presiden mencoba untuk tidak 
mengintervensi ranah hukum, tetapi badai pada lembaga subordinasi eksekutif, 
seperti Kepolisian dan Kejaksaan Agung, tetap menyita perhatian presiden dengan 
dibentuknya Tim Pencari Fakta atau Tim 8 yang diketuai Dr Buyung Nasution 
(anggota Dewan Pertimbangan Presiden). 

Apa pun arti tidak ingin terlibatnya presiden dalam kasus ini (Antasari Azhar, 
Bibit Samad Rianto, dan Chandra M Hamzah), ketiganya secara kolegial adalah 
pemimpin KPK, namun akhir-akhir ini kasus tersebut menjadi ikon perselisihan 
lembaga-lembaga di bawah presiden. Sama risikonya kalau presiden tidak segera 
mengambil peran dalam penyelesaian secepatnya perkara ini. Pendekatan hukum 
atau campur tangan hukum barangkali sangat dihindari istana, namun dalam 
pendekatan struktural sebenarnya presiden adalah pemimpin eksekutif yang 
membawahi kepolisian dan Kejaksaan Agung. 

Tim 8 telah menyampaikan temuan awal yang intinya terdapat kelemahan dalam 
hasil penyidikan polisi. Contoh bukti yang diutarakan Ary Muladi dengan 
pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) di persidangan yang kemudian 
mementahkan dugaan suap terhadap Bibit dan Chandra. Di luar kasus itu, 
kebetulan juga muncul di pengadilan pencabutan BAP kasus Komisaris Besar Polisi 
Williardi Wizard (WW) yang mementahkan tuduhan Antasari Azhar sebagai dalang 
pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Andaikata dicoba dirunut dari kasus Antasari 
dan Bibit-Chandra, sulit untuk tidak bisa dikatakan bahwa kasus di atas tidak 
ada benang merahnya. 

Pengakuan WW pada 10 November 2009 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 
otomatis mementahkan teori polisi atas kasus Antasari Azhar. WW, yang sedianya 
diandalkan polisi dan saksi yang diajukan jaksa atas kasus Antasari, tidak 
disangka justru balik mementahkan tuntutan jaksa dan BAP polisi. Pengakuan WW 
setidaknya memaksa kepolisian lebih bekerja keras menghadirkan saksi-saksi 
lain. Andaikata pada akhir persidangan nanti skenarionya dimenangi Antasari, 
maka tugas berat kepolisian adalah membuktikan dalang sebenarnya pembunuh 
Nasrudin. Dan, apabila yang terjadi sebaliknya, Antasari dijatuhi hukuman atau 
dibuktikan bersalah dengan alat bukti dan kesaksian yang lemah, maka masyarakat 
luas pasti akan bereaksi secara massif dan melukai rasa keadilan. 

Bola juga akan makin liar tatkala permasalahan KPK melebar hingga permasalahan 
Bank Century, karena ditengarai melibatkan petinggi Kepolisian. Masuknya 
Mahkamah Konstitusi (MK) dan DPR dalam permasalahan ini mengisyaratkan bola 
liar tidak hanya berkisar di halaman istana, juga melebar ke luar istana. 
Seharusnya, presiden bisa menyelesaikan permasalahan ini cukup di dalam istana, 
karena lembaga Kepolisian dan Kejaksaan Agung ada di dalam ranah eksekutif. 

Kasus Bibit dan Chandra, sebagai rangkaian kasus yang tidak terlepas dari kasus 
Antasari, ditengarai sebagai skenario untuk membonsai KPK. Kalau ketiganya bisa 
dijerat hukum tidak tertutup skenario selanjutnya bisa mengarah ke Haryono Umar 
dan M Yassin (pemimpin KPK yang tersisa). Kalau skenario ini berhasil maka 
cukuplah untuk membuktikan bahwa lembaga seperti KPK tidak kebal hukum. Jika 
skenario di atas terbukti akan berimbas pada proses pembusukkan hukum secara 
sistematis dan ini adalah cacat nasional yang tidak bisa dicegah oleh istana. 


Sikap Presiden

Fakta di hadapan presiden ditengarai dengan makin melebarnya (bagaikan bola 
liar) permasalahan yang menyeret ketiga petinggi KPK itu dengan kemungkinan 
tergiringnya akumulasi hilangnya kepercayaan masyarakat luas terhadap 
pemerintah. Meski Tim 8 telah memberikan isyarat-isyarat hasil verifikasi, 
tetap saja rekomendasi awal yang diserahkan ke presiden tidak menunjukkan 
adanya langkah penyelesaian yang komprehensif. Kepolisian dan Kejaksaan Agung 
malah gigih dengan egosektoralnya bahwa bukti-bukti yang mereka ajukan ke 
pengadilan yakin dapat menjerat ketiga pemimpin KPK tersebut. Sementara itu, 
Tim 8 menganggap sebaliknya bahwa bukti-bukti yang diajukan kepolisian lemah 
dan berujung pada munculnya pasal karet. Ini bukti baru bahwa skenario 
pengerdilan lembaga seperti KPK menjadi jelas mulai dari menyeret pemimpin KPK 
ke pengadilan secara sistematis dan ber- jenjang, apalagi dengan pengakuan WW 
dan Ari Muladi makin kentara beraroma rekayasa itu. 

Pada sisi lain, hasil penyadapan KPK yang diperdengarkan di MK mengingatkan 
kita akan adanya candid cases yang tidak sederhana, yang justru akan melebar 
pada ujung penghancuran secara sistematis institusi negara oleh oknum-oknum 
yang tidak bertanggung jawab. Dan sebaliknya, mereka menggunakan institusi 
untuk mengcover kejahatan mereka.

Di sini, presiden harus segera mengambil sikap tegas, jelas, dan cepat untuk 
menyelamatkan kelembagaan negara (kepolisian, Kejaksaan Agung, dan KPK). 
Rekomendasi Tim 8 sudah lebih dari cukup kalau presiden mau dengan segera 
mengakhiri semua badai masalah di halaman istana. 

Penulis adalah staf pengajar pascasarjana Kajian Wilayah Amerika Universitas 
Indonesia

Kirim email ke