==================================================== 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia."  
==================================================== 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Bukan Sembarang Presiden
Jumat, 20 Mei 2009
Oleh : Emha Ainun Nadjib
Presiden reformasi Indonesia bukan sembarang presiden. Sejak bangkitnya bangsa 
Indonesia melalui Reformasi 1998, kalau ada seorang presiden terpilih, jangan 
dipikir itu sekedar hasil pilpres satu hari, melainkan ujung dari sebuah proses 
panjang. Itu puncak eskalasi struktural dari tingkat masyarakat RT hingga ke 
puncak kursi kenegaraan.
Bangsa Indonesia sudah memiliki pengalaman peradaban selama berpuluh-puluh abad 
untuk memilih pemimpinnya. Pemilihan presiden di abad ke-21 ini jauh lebih 
sederhana karena hanya sekedar melibatkan penduduk atau warga negara. Adapun 
pengalaman sejarah bangsa Indonesia pernah membawa mereka memilih pemimpin 
tertingginya dengan melibatkan Nyi Roro Kidul, Walisongo, ruh-ruh leluhur, 
pasukan lebah, lembu atau kerbau, bahkan untuk sebagian secara 
sembunyi-sembunyi juga melibatkan masyarakat rekanan hidup manusia yang dikenal 
dengan nama Jin.
Sejak reformasi di akhir abad ke-20, bangsa Indonesia sudah benar-benar menjadi 
dewasa. Maka, skala demokrasi modern mereka cukup hanya mengakomodasi hak warga 
negara yang berjenis makhluk manusia sehingga mekanismenya jauh lebih simpel. 
Sedangkan makhluk-makhluk lain yang bukan manusia, dari malaikat sampai hewan 
tidak memiliki hak gugat terhadap keputusan demokrasi modern umat manusia 
karena Tuhan sudah memberi mandat penuh – kepada manusia untuk menjadi 
khalifatullah fil-ardl, mandataris Tuhan di seluruh bumi. ***
Iblis pasti bukan tidak tahu bahwa Indonesia adalah negeri yang penduduknya 
paling memiliki kedekatan dengan Allah SWT. Jumlah hajinya terbanyak seluruh 
dunia. Sangat rajin bikin pengajian massal, majlis ta’lim, istighotsah, yasinan 
dan tahlilan, kursus sholat khusyu, biro pengelolaan kalbu, tafsir-tafsir 
aplikatif dari surah dan ayat-ayat quasi emosi dan spirit, dan bebagai 
aktifitas keagamaan lainnya yang iblis ampun-ampun untuk berani menerobosnya.
Maka, mekanisme demokrasi modern dijalankan di Indonesia jauh lebih mulus 
dibanding negara mana pun di dunia. Ditambah faktor plus yang mendasari 
kekokohannya sebagai sebuah sistem bernegara yang hampir bisa dikatakan tak 
mungkin bisa digoyahkan oleh apa pun saja. Faktor plus itu misalnya tingkat 
pendidikan masyarakat Indonesia yang sudah jauh memadai sebagai prasyarat 
tumbuhnya kedewasaan demokrasi.
Matangnya kebudayaan bangsa iNdonesia sebagai individu manusia maupun sebagai 
kumpulan komunitas, menjadikan pelaksanaan demokrasi sedemikian gagahnya, penuh 
kemerdekaan dan kreatifitas, penuh kelincahan dan ketrampilan, tetapi tetap 
berada dalam kontrol bersama yang komprehensif di antara semua kelompok, 
segmen, strata dan kantong-kantong lain bangsa Indonesia. ***
Demokrasi di tangan bangsa Indonesia bagaikan bola di kaki Maradona, tongkat 
ganda di tangan Bruce Lee, bola basket di tangan Kareem Abdul Jabbar atau 
Michael Jordan, mobil Formula-1 di kendali Schumacher, Ayrton Senna atau 
Fernando Alonso. Kalau mau agak puitis, demokrasi bangsa Indonesia itu bak 
gelombang di pangkuan samudra, bak panas di ujung lidah api, bak kokok di 
tenggorokan ayam, atau auman di mulut harimau.
Bangsa Indonesia memiliki susunan dan tata sosial yang solid, tetapi dinamis 
sejak dari lingkar terkecil. Di dalam setiap keluarga selalu terdapat 
pembelajaran dialog-dialog alamiah tentang kepemimpinan dan siapa pemimpin. 
Aspirasi dari keluarga-keluarga kemudian dengan sendirinya menjadi muatan 
interaksi masyarakat se RT. Kemudian fondasi aspirasi itu meningkat dan meluas 
hingga ke skala desa atau kelurahan. Demikian seterusnya sampai ke babak 
“semifinal” dan “final” di panggung puncak kepemimpinan nasional.
Jadi, kalau ada seseorang akhirnya terpilih menjadi presiden, sesungguhnya itu 
hanya ujung dari suatu proses yang sangat panjang. Bangsa Indonesia sudah 
“memiliki” presiden sejak di rumahnya masing-masing. Kalau seorang presiden 
sudah duduk di kursi kepresidenan, hari itu juga setiap warga Negara sebenarnya 
sudah mengantongi nama presiden berikutnya. Seorang Presiden dalam peradaban 
bangsa Indonesia adalah seorang yang sudah diuji oleh seluruh dan setiap 
rakyatnya sejak jauh-jauh hari sebelumnya, minimal sepuluh tahun. Sistem budaya 
masyarakat Indonesia sudah memiliki infrastruktur kualitatif dan mekanisme 
identifikasi yang berlangsung mendasar, permanen dan dinamis. ***
Hal yang sama juga berlangsung pada wakil-wakil mereka di Dewan Perwakilan 
Rakyat. Siapa saja yang mengambil keputusan menjadi caleg dan gambar-gambar 
wajah mereka bisa dijumpai di sepanjang jalan, adalah tokoh-tokoh yang bukan 
hanya sudah sangat dikenal oleh masyarakat infrastrukturnya, lebih dari itu 
mereka sudah di uji moralnya, integritas sosialnya, kesungguhan pengabdiannya, 
ketrampilan kerja dan profesionalismenya, termasuk luasnya wawasan dan 
tingginya keilmuannya.
Bahkan, tatkala seorang presiden memilih menteri-menteri, dan para menteri 
memilih bawahan-bawahannya, itu sama sekali bukan soal selera, bukan 
berdasarkan power share atau pembagian kekuasaan, bukan berlatar belakang 
kepentingan golongan atau penyeimbangan perolehan antar kelompok. Pemilihan 
atasan ke bawahan itu juga diselenggarakan dengan terlebih dulu mempelajari 
data-data dan fakta-fakta dari lapangan paling bawah, yakni siapa yang 
benar-benar sudah lulus dari penyaringan sosial masyarakat.
Kader keterujian pemimpin nasional dan wakil rakyat yang sedemikian ketat dan 
kualitatif oleh system social masyarakat Indonesia membuat mustahil muncul 
pemimpin-pemimpin yang nyasar dan ahistoris. Kepemimpinan nasional dan 
perwakilan rakyat di Indonesia tidak bisa sekedar ditentukan oleh eksistensi 
dan mekanisme partai-partai politik. Parpol hanyalah kendaraan di ujung jalan, 
hanya alat terakhir untuk secara formal meresmikan apa yang sudah diproses 
sangat matang dalam waktu yang juga sangat panjang. Semua aktivis parpol juga 
sangat memahami hal itu sehingga mereka sangat bersikap rendah hati dan tidak 
merasa dirinya penentu utama kepemimpinan nasional. ***
Presiden Indonesia dan wakil-wakil rakyat adalah orang-orang yang memang harus 
mereka yang menjadi presiden dan wakil-wakil rakyat.
Vox populi vox dei. Demikian lah “sabda rakyat” melalui mekanisme system yang 
mereka selenggarakan secara konsisten dan istiqamah dari tahun ke tahun, dari 
era ke era. Bahkan dari zaman ke zaman. Presiden dan wakil-wakil rakyat adalah 
tokoh-tokoh yang muncul ke singgasana berdasarkan ujian sejarah masyarakatnya 
sendiri. Dengan demikian, bisa dipastikan merekalah memang yang paling layak 
kepribadiannya, paling bermutu kepemimpinannnya, paling unggul ilmu dan 
wawasannya, paling kredibel kinerjanya, paling luas wawasannya, paling terampil 
kerjanya, bahkan paling diridhoi Tuhan dan direstui oleh semua makhluk-makhluk 
Allah nonmanusia.
Sistem budaya dan mekanisme sosial bangsa Indonesia yang sudah matang sejak 
puluhan abad yang lalu memastikan bahwa pemimpin-pemimpin nasional mereka yang 
lahir dari demokrasi Indonesia adalah putra-putri terbaik bangsanya. Harus 
mereka yang memimpin. Tak terbantahkan. Bisa jadi, Tuhan sendiri pun tak 
mungkin mengganti meeka karena ia mengikatkan diri ada kegembiraan dan 
kebanggaan menyaksikan tingkat kematangan budaya demokrasi bangsa dan Negara 
Indonesia.  [Emha Ainun Nadjib, Budayawan - Kompas]  
----------
Maka ketika proses koalisi berlangsung beberapa minggu terakhir, rakyat semakin 
diajak belajar untuk melihat, memahami dan mengerti bahwa itulah bagian dari 
kebisingan ‘ubyang-ubyung’, ‘iyik’  dan ‘grudag-grudug’ dari proses elit partai 
berambisi dalam proses memproduksi sebuah kekuasaan - kita semua menjadi lebih 
tahu – Padahal kekuasaan sangatlah berbeda dengan kepemimpinan. Maka hanya 
pemimpin yang benar-benar teruji dan dikehendaki rakyat lah [bukan hanya 
dikehendaki elite partai] yang akan menjadi pemimpin nyata bagi Indonesia ke 
depan. Kepada ketiga kadidat presiden/wakil presiden, Anda semua benar-benar 
layak mendapat bintang kepemimpinan Indonesia. Silakan raih, buktikan dan 
baktikan jiwa raga bagi kemajuan Indonesia, rakyat sudah tidak sabar 
menanti...!  
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
 
Nb. 
Turut berdukacita yang mendalam atas tragedi jatuhnya pesawat Hercules C130
di Magetan Jawa timur. Semoga seluruh keluarga yang ditinggalkan dikuatkan dan 
diberi ketabahan dari Yang Maha Kuasa. Amien!  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 
 
 


      

Kirim email ke