====================================================== 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia."  
====================================================== 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Mensyukuri Hasil Pemilu 2009. 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Bunga Cinta untuk Teroris
Oleh : Gede Prama 
Ada yang serupa dalam cara manusia berespons di muka bumi, yakni mencampakkan 
hal-hal yang menjengkelkan, berebut hal-hal yang menyenangkan.
Jangankan dalam perang dan perceraian, dalam spiritualitas juga serupa. Tuhan 
dipuja setan dicerca, orang suci dipuji orang jahat dimaki. Hasilnya dicatat 
rapi oleh sejarah, berbagai guncangan tidak kian menjauh, malah kian dekat 
dengan kadar yang semakin menakutkan. Bom teroris, nuklir Korea Utara hanya 
sebagian bukti.
Bahan pertumbuhan
Amerika Serikat dan George W Bush adalah salah satu guru. Kedigdayaan AS mau 
menghentikan teroris dengan kekerasan. Dalam usaha ini, terang-terangan 
menyebut segelintir negara sebagai ”poros setan”. Setelah sekian tahun berlalu, 
tidak saja teroris kian menyeramkan, Afganistan dan Irak menyedihkan, AS pun 
mengalami penurunan menakutkan.
Ini memberi pelajaran bermakna. Menyelesaikan kekerasan dengan kekerasan, 
menghentikan kekejaman dengan kekejaman, serupa dengan menambah bensin pada api 
membara, makin lama makin berkobar.
Bila boleh jujur, setiap putaran waktu selalu ada penggoda. Yesus digoda Judas, 
istri Rama dilarikan Rahwana, Shri Krishna terpaksa turun perang karena 
keserakahan Duryodana, Buddha berkali-kali dicoba dibunuh Devadatta. Rangkaian 
sejarah ini bercerita, mencoba melenyapkan penggoda tidak saja sia-sia, tetapi 
juga melanggar hukum alam. Lebih dari itu, tidak ada pertumbuhan tanpa godaan.
Pesan seorang papa kepada putranya, ”Semakin tua umurmu, semakin banyak masalah 
yang datang. Namun, tolong diingat, persoalan muncul tidak untuk menghancurkan, 
tetapi untuk membuatmu tambah dewasa.”
Semesta memang semakin tua, akibatnya masalah semakin menumpuk. Namun, hanya 
tangan kebijaksanaan yang bisa mengolah persoalan menjadi berkah pertumbuhan. 
When sorrow invades the mind, compassion arises. Saat kegelapan kesedihan 
mengguncang, ia tidak mengundang kegelapan kemarahan, tetapi memunculkan cahaya 
kasih sayang.
Di salah satu majelis taklim di Jakarta pernah terdengar pesan indah, 
”Sahabat-sahabat yang keras dan ganas itu jangan dijauhi. Harus ada yang 
mendekati, menyayangi, mencintai mereka. Terutama agar mereka keluar dari 
lingkaran gelap kekerasan”.
Undangan kebijaksanaan itu sungguh menyejukkan, sekaligus memberi masukan, 
masih banyak tersisa wajah yang sejuk, teduh, dan memayungi.
Seorang kakek mengelus cucu yang sedang marah dan sedih sambil berucap lembut: 
”Sesakit apa pun tubuhmu, seberat apa pun beban jiwamu, ingatlah manusia tidak 
pernah menjadi musuh kita. Musuh sesungguhnya adalah kesalahpahaman.”
Bermesraan
Coba perhatikan para teroris, mereka dibikin oleh sepasang orangtua yang 
berpelukan dan bermesraan. Didoakan orangtua agar menjadi manusia berguna. 
Bertumbuh di sekolah yang mengajarkan kebaikan. Berdoa di tempat ibadah yang 
mendoakan keselamatan. Namun, karena berbagai hal yang tak sepenuhnya 
dimengerti, mereka diselimuti sejumlah awan kesalahpahaman. Dan awan ini tak 
menjadi hasil kerja mereka seorang diri.
Ketidakadilan tatanan dunia, pemberitaan yang penuh kekerasan, pemerintah yang 
tidak sepenuhnya terkelola, sekolah yang menakutkan, keluarga yang mengalami 
keruntuhan, miskinnya keteladanan tokoh, iklan yang terus menggoda nafsu, 
hanyalah sebagian jejaring yang menggiring mereka masuk terowongan gelap 
kesalahpahaman. Mencaci mereka hanya akan mempertebal kesalahpahaman.
Dalam bingkai pemahaman seperti ini, tidak adil bila menempatkan teroris 
sebagai terdakwa yang hanya layak disalahkan. Menyadari pendidikan, pergaulan, 
dan pemahaman agama para teroris yang terbatas, mereka lebih layak disebut 
”korban” kesalahpahaman dibandingkan menjadi ”penyebab” kesalahpahaman.
Serupa dengan seseorang yang amat marah kepada lalat yang masuk rumahnya, 
sementara rumahnya penuh kotoran menjijikkan. Sebenarnya dengan semua kekerasan 
dan kekisruhan yang ditimbulkan, umat manusialah yang mengundang kekerasan 
teroris. Padahal, bila rumahnya bersih dan wangi, otomatis lalatnya menghilang.
Untuk itulah, setelah kekerasan tak kunjung pergi dengan jalan memaki-maki 
teroris, mungkin ini saatnya membersihkan rumah keseharian. Meminjam bahasa 
tetua, orang baik terlihat baik, orang jahat pun terlihat baik, bila kita di 
dalamnya cukup baik.
Seorang pertapa berkali-kali menggigil menangis saat bom teroris meledak, 
mendengar suara guru di dalam, ”Bawa orang-orang pulang. Kebencian, kemarahan, 
apalagi kekejaman bukan rumah sebenarnya. Rumah jiwa adalah cinta dan 
keikhlasan”. Ini mengingatkan kisah Nabi Nuh. Kendati tempat tinggalnya padang 
pasir tak berair, ia ikuti suara saat diminta membuat perahu.
Diterangi cahaya spiritual seperti ini, mungkin layak dipertimbangkan mengirim 
bunga cinta bagi teroris. Bagi pemimpin dan tokoh, hati-hatilah karena menjadi 
teladan yang ditiru. Bagi para guru (terutama guru agama), ajarkan wajah agama 
yang indah di awal, di tengah, dan di akhir. Bagi orangtua, sayangi putra-putri 
di rumah. Bagi sahabat media, wartakan kelembutan. Pengelola televisi, 
tayangkan gambar-gambar yang bisa membangunkan energi kasih dalam diri manusia. 
Itulah sebagian contoh mengirim rangkaian bunga cinta untuk mereka yang 
berpotensi menjadi teroris pada masa depan.
Mengirim bunga cinta kepada pihak-pihak yang berpotensi menyakiti adalah bukti 
rumah batin sudah bersih sekaligus jernih. Dengan batin seperti inilah kita 
songsong masa depan yang lebih membahagiakan. Mistikus sufi Jalaludin Rumi 
menulis, hidup seperti tinggal di losmen, tiap hari ganti tamu. Siapa pun 
tamunya (senang-sedih, suka-duka), jangan lupa tersenyum.  [Gede Prama Penulis 
Buku Sadness, Happiness, Blissfulness: Transforming Suffering Into The Ultimate 
Healing, Kompas, 5/9/09]
-------
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm --à untuk berdamai dengan Gempa Bumi
Ayo mencoba !
 
Mau mencoba?! 




 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Reply via email to