Quote:
"..
Pada saat penghitungan suara Pilpres putaran II, Celi menemani Mega
mengikuti perhitungan cepat
yang dilakukan oleh lembaga riset dan televise. Tanda-tanda kekalahan Mega
mulai terlihat, esok
harinya Celi sudah menyambangi Cikeas. Duduk berdampingan dengan calon
presiden terpilih SBY.
Celi melupakan Mega, lupa kalau TK pernah membantu operasi jantungnya;
inilah bagian dari Mafiaceli,
politik yang licik. Tidak ada balas budi, yang penting menyelamatkan diri
sendiri. Hal serupa dilakukan
abangnya, Anto, sebagai pimpinan Partai Demokrasi Kebangsaan yang mendukung
Wiranto, dia
tiba-tiba menyeberang pula mendukung SBY.
..
Mafiaceli masih menggurita. Trio bersaudara menguasai istana. Anto lebih
berkuasa dibandingkan
menteri. Celi lebih berkuasa dibandingkan petinggi partai demokrat. Dan
Choel tentu saja menguasai
lembaga-lembaga survey dan wartawan-wartawan PPK.
.."

Hm.. butuh waktu 5 tahun untuk 'membongkar' permainan survey dan pembentukan
opini..
CMIIW..

-- 
Wassalam,

Irwan.K
"Better team works could lead us to better results"

---------- Pesan terusan ----------
Dari: anugrah <anugrah_ga...@yahoo.com>
Tanggal: 2 Juni 2009 12:27
Subjek: Re: Apa Salahnya....Mallarangeng

MAFIACELI

Dia datang dengan bekal ilmu segudang. Di dalamnya dia menyimpan setumpuk
rencana. Pada saat dia kembali ke Indonesia, angin politik tengah berubah.
Soeharto telah jatuh, reformasi tengah melanda negeri. Celi muda tentu bukan
yang dulu lagi. Delapan tahun menghabiskan masa studi di Amerika, Celi telah
berubah. Dia bukan lagi Celi sebagaimana kenangan para dosennya di UGM
seperti Arief Budiman dan Ashari Hadi. Dia juga bukan Celi yang begitu
bersemangat ingin memiliki buku Mao Ze Dong sehingga temannya memberi satu
kopian pada masa-masa sulit studi S1 nya di UGM pada tahun 80-an. Celi
adalah seorang mahasiswa sejati. Dia tahu betul apa artinya menjadi dewasa.
Baginya, tidak punya hati bila pada usia di bawah tiga puluh tidak menjadi
sosialis. Tetapi tidak punya otak bila usia sudah di atas kepala tiga tetapi
masih sosialis. Hidup perlu realistis. Di Ohio State University, Celi
menemukan jawabannya. Menjadi Liberal di tengah dunia yang unipolar ini
adalah satu-satunya pilihan. Untuk kenyangnya perut, untuk tentramnya hati
dan tentu saja untuk berkuasanya otak. Celi, mahasiswa Sosialis UGM, pulang
dari Amerika sebagai seorang neoliberal pro kapitalis.

Empat tahun sebelum mendirikan Freedom Institute, Celi telah memberikan
isyarat dari Amerika sana tentang bagaimana dia mengagumi pikiran Niccolo
Machiaveli lewat artikelnya di Kompas pada 6 Oktober 1997. Disitu Celi
menulis, "……Dengan kata lain, ajaran Machiavelli misalnya, Sang Penguasa,
dalam mempertahankan kekuasaannya, harus berbohong, menipu, menindas
haruslah dimengerti bukan sebagai "nasehat politik" dalam pengertian yang
umum. Ia adalah sebuah pernyataan faktual bahwa dunia kekuasaan memang tidak
semurni dunia mitologi surgawi jaman pra-Renaisans. Dunia kekuasaan,
sebagaimana adanya, adalah sebuah dunia yang penuh intrik, kekejian, ambisi,
dan ketololan". Ya, 12 tahun yang silam, pada saat mematangkan konsep
neoliberalismenya, Celi memahami politik sebagai dunia kekuasaan yang yang
penuh intrik, kekejian, ambisi dan ketololan. Tentunya sebelum kembali ke
Indonesia, Celi telah menyiapkan diri untuk mengakali dunia kekuasaan yang
digambarkannya sesuai konsep pemikiran Machiavelli tersebut. Dan Realitas
dunia Celi yang kejam mengajarkan,dia harus lebih cepat dalam adu intrik,
dia harus lebih keji terhadap lawan, dia harus sangat ambisius dan tentu
saja dia harus bisa menjadikan politik sebagai parade ketololan. Dalam dunia
kekuasaan, Etika akan menjadi sesuatu yang sangat langka. Celi sangat
percaya dengan itu.

Sebenarnya Celi bukan lahir dari keluarga sembarangan, Kakeknya , Andi
Patoppoi adalah mantan Bupati di Grobogan. Sedangkan ayahnya, adalah
walikota Pare-Pare pada tahun 1968 dan kemudian meninggal karena jantung
tahun 1976. Jadi sebenarnya, untuk berkiprah dalam politik, Celi sebenarnya
sudah punya modal dari awal. Setidaknya dia tahu apa yang dikerjakan oleh
Kakek dan Bapaknya dalam dunia yang penuh intrik, keji, ambisius dan penuh
ketololan itu.

Pada saat kembali ke Indonesia, sebenarnya Celi belum memiliki jaringan yang
cukup untuk mempraktekkan ilmunya yang kelak kita kenal sebagai Mafiacelli.
Pasca reformasi, satu-satunya petunjuk keberadaan keluarganya dalam
percaturan politik nasional adalah keberadaan saudaranya Anto sebagai
pengamat politik. Kebetulan Anto lebih dahulu pulang dari Amerika dibanding
Celi. Untunglah Celi tidak perlu menunggu lama untuk berkiprah di Jakarta.
Dia bertemu dengan Aburizal Bakrie. Ical sepertinya melihat Celi sebagai
anak muda penuh talenta. Celi melihat Ical seperti orang tolol yang ingin
tampak besar dengan nama belakang keluarga. Praktek pertama politik,
Mafiaceli, manfaatkanlah ketololan orang dengan sebesar-besarnya untuk
kepentingan diri sendiri. Celi mengajukan proposal mendirikan sebuah lembaga
swadaya masyarakat yang ingin mengembangkan pikiran liberal di Indonesia.
Sebagai umpan ketololan, Celi mengiming-imingi Ical dengan kebesaran nama
bapaknya yang akan diangkat setiap tahun. Maka jadilah Freedom Institute
dengan penghargaan tahunan Achmad Bakrie Award. Ical merasa terpandang, Celi
dapat lahan penghidupan. Imbalannya dana yang besar dari Ical untuk Freedom
Institute plus satu unit tempat tinggal di Apartemen Rasuna untuk Celi.

Berdirinya Freedom menumbuhkan kepercayaan diri Celi. Kepercayaan diri yang
besar mendorong orang untuk ambisius. Derasnya laju aliran liberalisme dari
Freedom Institute membuat nama Celi dicari. Dia kemudian menjadi "media
darling". Dan ini bukan kebetulan belaka, dalam doktrin Mafiaceli, karunia
Tuhan itu tidak ada yang ada hanyalah usaha tiada henti. Celi tahu, tanpa
media, dia tidak akan menjadi tokoh nasional di tengah dunia yang membuat
manusia butuh pengakuan ini. Maka Celi mendekati Surya Paloh, pemilik Metro
TV. Tidak lama dia mendapatkan yang diinginkan; menjadi Host acara Save Our
Nation. Jenjang pertama kekuasaan telah mulai dirintisnya. Tepat pada
saat-saat jaya itu, Celi harus menjalani operasi bypass jantung di Amerika.
Pada saat itu, Taufiek Kiemas, suami presiden pada waktu itu Megawati
Sukarno Putri ikut membantu biaya pengobatannya. Inilah awal dari apa yang
kita kenal dalam Mafiaceli sebagai politik yang keji.

Menjelang pemilu 2004, Celi yakin bahwa Megawati sebagai Incumbent, memiliki
semua modal untuk meman. Lawan-lawannya seperti SBY, Wiranto, Amien Rais dan
Hamzah Haz tidak akan sanggup membendung popularitas Mega. Celi memberikan
dukungan penuh pada Megawati padahal pada waktu itu dia masih tercatat
sebagai pembawa acara Save Our Nation. Ini menimbulkan polemic, untunglah
Celi buru-buru diminta mundur sebagai pembawa acara. Jadi Celi kemudia
benar-benar menjadi tim sukses Mega-Hasyim Muzadi. Walaupun hanya menduduki
peringkat kedua dalam pilpres putaran I, Celi tetap yakin Mega akan
memenangkannya. Pada saat penghitungan suara Pilpres putaran II, Celi
menemani Mega mengikuti perhitungan cepat yang dilakukan oleh lembaga riset
dan televise. Tanda-tanda kekalahan Mega mulai terlihat, esok harinya Celi
sudah menyambangi Cikeas. Duduk berdampingan dengan calon presiden terpilih
SBY. Celi melupakan Mega, lupa kalau TK pernah membantu operasi jantungnya;
inilah bagian dari Mafiaceli, politik yang licik. Tidak ada balas budi, yang
penting menyelamatkan diri sendiri. Hal serupa dilakukan abangnya, Anto,
sebagai pimpinan Partai Demokrasi Kebangsaan yang mendukung Wiranto, dia
tiba-tiba menyeberang pula mendukung SBY.

Dengan menggunakan Mafiaceli, Anto dan Celi mendapatkan posisi. Anto
diangkat menjadi juru bicara presiden. Sedangkan Celi juga mendapatkan
posisi yang tidak kalah strategis. Pada saat Ical menjabat sebagai Menko
Perekonomian, Celi diangkat sebagai negosiator blok Cepu. Setelah Ical ganti
posisi jadi Menko Kesra, Celi diangkat sebagai staf khususnya. Pada saat
itulah Celi muncul dengan pikiran-pikiran neolib nya. Dia mengajak
dedengkot-dedengkot sosialis intelektual yang telah berganti baju neolib
seperti Gunawan Mohamad dan teman-temannya untuk mendukung kenaikan BBM
lewat advertorial besar-besaran di media massa. Untunglah, tidak semua dari
rencana Celi pada saat menjabat sebagai staf khusus tidak terlaksana. Salah
satu yang menakutkan adalah rencana sebagai mana termuat dalam tulisannya
pada 5 September 2003 di Kompas berjudul, "Jalan California Untuk Papua".
Rizal menyarankan agar Papua dibuka seluas-luasnya untuk pendatang kalau
perlu dengan insentif dari pemerintah. Pendatang dan penduduk asli akan
berkompetisi. Dengan kata lain, lewat tulisannya iu Rizal memproyeksikan
nasib penduduk asli Papua tidak akan lebih baik dari nasib Indian di
California satu setengah abad yang lampau yang punah akibat imigrasi
penduduk kulit putih. Inilah bagian dari politik yang keji dalam mafiaceli,
untung saja rencana ini belum terlaksana.

Bendera Celi semakin berkibar, renyahnya uang dari survey politik terutama
dengan banyaknya berlangsung Pilkada menggoda Celi. Maka kemudian bersama
kawan-kawannya Celi mendirikan Fuck Indonesia, eh salah, maksudnya Fox
Indonesia pada Februari 2008. Kebetulan adiknya, Choel baru saja
menyelesaikan MBA di Amerika dan kemudian ditunjuk menjadi CEO FUCK, eh
salah lagi, FOX Indonesia. Sebagai konsultan politik mereka terlibat dalam
beberapa pilkada seperti memenangkan Alex Noerdin dalam pilkada Sumsel. Lalu
klien besar, Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir yang ingin FOX melakukan
pencitraan dirinya sebagai tokoh nasional. Lebih kurang 50 Milyar Rupiah
dana dibayarkan Soetrisno Bachir untuk pencitraan diri menuju kursi presiden
RI. Hasilnya, duit itu malah digunakan Celi juga untuk pencitraan dirinya
menuju kursi RI 1 lewat RM'09. Celi benar-benar tergila-gila dengan Barack
Obama. Dengan duit Soetrisno Bachir dia ingin menjadi pemimpin muda. Inilah
kelicikan Mafiaceli, memperlakukan klien dengan tidak professional. Akhirnya
kontrak keduanya putus. Celi benar-benar keterlaluan ngerjain Soetrisno
Bachir.

Kiprah FOX semakin menjadi-jadi. Mereka bisa menggiring opini public lewat
survey politik. Celi dan Choel tidak perlu melakukan sendiri. Mereka punya
Saeful Mudjani yang sangat berhutang budi pada Celi. Tugas Saeful jelas,
sedapat mungkin menyiapkan survey yang bisa menggiring opini public. Pada
saat saiful balik dari Ohio juga, dia nyaris tidak punya pekerjaan tetap
yang bisa menghasilkan uang. Di UIN, Azyumardi Azra juga tidak menyambut
kembalinya dengan antusias. Celi lah yang menyelamatkan hidup Saiful dan
menyediakan tempat tinggal di apartemen Rasuna untuk Saiful. Karena hutang
budi, Saiful melakukan apapun yang diminta oleh Celi. Tugas Saeful jelas,
sedapat mungkin menyiapkan survey yang bisa menggiring opini public. Untuk
survey politik, LSI pimpinan Saiful lah yang melakukan untuk FOX. Hasilnya
dibawa ke FOX untuk diumumkan. Sebelumnya Choel sudah mengamankan wartawan
dengan amplop. Maka wartawan yang biasa menyambangi FOX mengorganisir diri
menjadi PPK alias Pekerja Pers Komersial. Itu sebabnya, FOX begitu mudah
mendominasi berita politik di Indonesia.

Pemilu 2009 merupakan momentum penting bagi FOX Indonesia. Mereka
mendapatkan dana dari asing untuk melakukan quick count di beberapa stasiun
televisi. Agar tidak kentara mendominasi, FOX membagi proyek ini kepada
Cirus dan LSI untuk juga melakukan quick count dengan stasiun televise
berbeda. Ingat, semua dana berasal dari FOX. Semua laporan LSI dan Cirus
selalu dan harus masuk ke FOX Indonesia. Momentum lainnya, FOX mendapatkan
klien besar, Partai Demokrat berikut Capres SBY. Khusus untuk Ibas, putera
SBY yang maju sebagai calon anggota DPR, FOX menerima bayaran 7 Milyar untuk
melakukan semua metode kampanye untuk Ibas. Sedangkan 3 milyar lainnya
diberikan kepada Charta Politika pimpinan Bima Arya. (bayangkan 10 Milyar
untuk Ibas, padahal kekayaan bapaknya Cuma 7 Milyar, bagaimana bisa?).
hasilnya, kali ini Fox Berjaya, Partai Demokrat menang. Fox kemudian
menerima kontrak setidaknya 450 M untuk menangani pencitraan SBY. Disinilah
Mafiaceli kembali terjadi, dengan liciknya Celi menjadikan kampanye presiden
SBY sebagai ajang untuk meng-copy paste kampanye Obama yang gagal dia
lakukan pada saat RM09 kandas di tengah jalan. Sebagaimana kita saksikan,
semua kampanye SBY serba Obama wanna be…..tentu saja bukan SBY tetapi Celi
yang wanna be Obama. Tapi tidak kesampaian.

Mafiaceli masih menggurita. Trio bersaudara menguasai istana. Anto lebih
berkuasa dibandingkan menteri. Celi lebih berkuasa dibandingkan petinggi
partai demokrat. Dan Choel tentu saja menguasai lembaga-lembaga survey dan
wartawan-wartawan PPK. Saat ini mereka tengah sibuk-sibuknya mempermak
cawapres Boediono. Demi ambisi, semua cara dilakukan Celi. Dia bahkan
sempat-sempatnya Shalat jumat dengan mengundang wartawan. Celi Sholat Jumat?
Masa seh?

Mafiaceli mendapatkan tempat untuk dipraktekkan secara tepat.

Kirim email ke