Refleksi Disana korupsi, disini korupsi. Ditengah-tengah bukan kembang melati, tetapi rakyat dinanti mati. Mati karena lapar, mati putus harapan merdeka dari malapetaka kemiskinan dan keterbelakangan.
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0711/21/sh01.html Golkar Sebaiknya Siapkan Pengacara Oleh Inno Jemabut/ Rafael Sebayang Jakarta - Fraksi Partai Golkar (FPG) sebaiknya cukup mempersiapkan tim pengacara di pengadilan untuk membela jika ada kadernya yang terlibat aliran dana dari Bank Indonesia (BI). Pembentukan Tim Khusus FPG DPR untuk menanggapi berbagai persoalan terkait dengan dugaan aliran dana BI ke sejumlah anggota panitia anggaran DPR periode 1999-2204 akan menimbulkan kesan negatif dari masyarakat. Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, Rabu (21/11) pagi, mengatakan FPG seharusnya berupaya membantu kinerja BK DPR untuk menuntaskan kasus tersebut. "Patut disayangkan kalau tim itu untuk melindungi anggotanya. Mestinya, Jusuf Kalla selaku Ketua Partai Golkar dan Wakil Presiden mendukung semua upaya penuntasan dugaan kasus korupsi di semua sektor," kata Syamsuddin Haris. Karena itu, menurut Syamsuddin, sebaiknya Partai Golkar bentuk tim pengacara untuk berhadapan dengan pengadilan, bukan membentuk tim khusus DPR yang seakan-akan dimaksudkan untuk menghalang-halangi kerja BK DPR. Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla meminta Fraksi Partai Golkar DPR untuk membentuk tim khusus guna mengklarifikasi dan menanggapi berbagai persoalan terkait dengan dugaan aliran dana dari Bank Indonesia (BI) ke panitia anggaran DPR periode 1999-2004. Kasus aliran dana itu pasalnya sudah menyangkut integritas pejabat tinggi negara dan tidak tepat kalau hanya difokuskan ke DPR yang menjadi penerima dana tersebut. BK Tetap Usut Sementara itu, menanggapi rencana Fraksi Partai Golkar (FPG) membentuk tim khusus dalam kaitannya dengan dugaan gratifikasi dana Bank Indonesia yang mengalir ke DPR, Wakil Ketua Badan Kehormataan (BK) DPR RI Gayus Lumbuun berpendapat bahwa rencana itu merupakan hak masing-masing fraksi, terlebih FPB dalam kasus ini. Namun, Gayus menekankan anggota BK yang berasal dari semua fraksi telah berkomitmen menanggalkan atribut fraksinya dan bekerja untuk merespons aduan atau laporan masyarakat terhadap perilaku anggota Dewan yang melanggar etika dan kepatutan, meski komitmen itu dipandang sebagai mengungkap aib sesama anggota DPR. "Ini komitmen kita. Atribut fraksi memang harus ditanggalkan agar citra lembaga DPR dapat ditegakkan. Itulah risiko tugas yang harus kita emban," kata Gayus kepada SH, Rabu (21/11). Berdasar pada komitmen itu pula, kata Gayus, tidak ada alasan bagi BK untuk menunda pengusutan dugaan gratifikasi dana BI, apalagi menghentikan penyelidikan. BK, menurut Gayus, akan memanggil atau mengundang Surachmin, saksi ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), guna menjelaskan tentang kebijakan keuangan di lembaga-lembaga negara. Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Priyo Budhisantoso di Jakarta, Selasa (20/11), mengatakan permintaan membentuk tim khusus disampaikan Jusuf Kalla melalui telepon, Senin (19/11) malam. "Saya ditelepon Pak Ketua Umum Jusuf Kalla yang memerintahkan untuk membentuk tim khusus dari Fraksi Partai Golkar dan bisa juga gabung dengan DPP," kata Priyo. Namun, siapa saja yang masuk dalam tim tersebut, Priyo enggan menjelaskan karena belum melakukan rapat fraksi. Priyo yang didampingi Irsyad Sudiro yang juga Ketua BK DPR menegaskan Ketua BPK Anwar Nasution harus mempertanggungjawabkan ke publik atas surat yang pernah ia keluarkan mengenai adanya dugaan penyelewengan dalam aliran dana BI ke DPR tersebut."Kalau hanya ngoyo woro ya kredibilitas Anwar Nasution dipertaruhkan. Pesan kami juga jelas, jangan hanya menembak DPR dalam kasus ini. Itu tidak fair," kata Priyo Budhisantoso. Sekalipun mengapresiasi semua masukan dari masyarakat untuk menegakan kode etik DPR, Priyo juga meminta agar masyarakat dan kalangan LSM memberi data yang valid. "Koalisi LSM jangan cuma menyebar nama yang masih gelap gulita," katanya. Sementara itu, Irsyad Sudiro membantah dirinya berkeinginan untuk menutup kasus tersebut di badan kehormatan (BK) DPR. Yang terjadi saat ini, jelas Irsyad Sudiro, BK DPR kesulitan menemukan siapa saja yang oleh Koalisi Penegak Citra DPR dianggap sebagai penerima dana dari BI tersebut. Fahmi Badoh yang mewakili koalisi, Senin (19/11), masih enggan menjawab pertanyaan BK DPR soal siapa saja yang jadi penerima dana tersebut. "Kita dua jam meminta untuk sebutkan nama. Bahkan untuk menjawab ya atau tidak terhadap sejumlah nama yang dikemukakan anggota BK DPR," ujar Irsyad Sudiro. n