==================================================== THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia." ==================================================== [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia Quotient] Mensyukuri Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. "Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." ANALISIS POLITIK Makna dan Hikmah Pilpres 2009 Selasa, 14 Juli 2009 | 03:54 WIB Oleh : J KRISTIADI Meskipun Pilpres 2009 masih harus dituntaskan melalui beberapa tahapan lagi, berbagai hasil penghitungan cepat telah menghasilkan proporsi perolehan suara yang tidak akan banyak bergeser dari angka-angka sebagai berikut: Mega-Prabowo 27 persen, SBY-Boediono 61 persen, dan JK-Wiranto 13 persen. Dalam perspektif kontestasi politik yang kadang-kadang disertai dengan tingkat intensitas pertarungan yang keras, bahkan dapat mengakibatkan instabilitas politik di beberapa negara, bangsa Indonesia justru telah semakin mengukuhkan dirinya sebagai bangsa yang berhasil melembagakan proses pertarungan memperebutkan kekuasaan menjadi sesuatu yang lumrah dalam praktik dan kehidupan politik. Keberhasilan itu sekaligus juga membuktikan mesin demokrasi di Indonesia telah bekerja seiring dengan semakin berkembangnya tingkat peradaban bangsa dalam membangun institusi-institusi politik demokrasi. Pertarungan para pemburu kekuasaan telah menjadi kontestasi yang beradab dan bermartabat. Pernyataan Jusuf Kalla yang secara terbuka mengakui kemenangan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)- Boediono serta respons SBY yang menegaskan akan menuntaskan duet SBY-JK sampai akhir Oktober yang akan datang memberikan kontribusi membangun tradisi peradaban politik ke depan agar semakin kukuh. Kalaupun calon presiden yang lain belum memberikan isyarat dan ucapan selamat, dapat dipahami karena penghitungan final masih menunggu pengumuman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, kalau sudah sampai pada waktunya, diharapkan pula jiwa besar pasangan capres yang lain melakukan hal yang sama. Selain itu, yang menggembirakan, pilpres juga telah memberikan indikator bahwa sentimen primordial tidak lagi terlalu signifikan dalam memengaruhi preferensi memilih. Hal ini ditunjukkan bahwa pasangan Jawa dan luar Jawa bukan lagi faktor yang menentukan. Bahkan, SBY-Boediono di Aceh mendapatkan 93,51 persen dari jumlah suara masuk 50 persen (Kompas, Sabtu, 11 Juli 2009, halaman 5). Kenyataan ini secara a contrario (posisi berlawanan) dapat ditafsirkan bahwa tidak benar hanya orang dari etnis Jawa yang dapat menjadi presiden. Perkembangan kehidupan politik ke depan harus semakin menjauhkan isu-isu primordial untuk mengisi jabatan publik, terutama presiden dan wakil presiden. Sejarah panjang bangsa ini telah menghasilkan struktur masyarakat yang secara sosiologis disebut rajangan afiliasi yang silang menyilang (cross cutting affiliation) sehingga bangsa ini semakin lama tidak akan mempunyai identitas tunggal dalam perspektif primordialisme. Kinerja KPU Walaupun demikian, keberhasilan itu tidak boleh mengabaikan kekurangan akibat kinerja KPU yang memberikan kesan tidak kompeten, pasif, bekerja setengah-setengah dalam menyelenggarakan pilpres. Bahkan, KPU tidak belajar dari kegagalan menayangkan tabulasi nasional pemilu legislatif. Kasus serupa terjadi lagi dalam pilpres dengan menghentikan penayangan tabulasi nasional, padahal data yang masuk kurang dari 19 juta pemilih. Demikian pula dalam menyusun dan menangani daftar pemilih tetap (DPT), KPU berlaku abai sehingga hak-hak politik sejumlah warga menjadi hilang. Banyaknya pengaduan kekacauan DPT membuktikan bahwa KPU tidak mau belajar dari kesalahan yang telah dilakukannya. Untung Mahkamah Konstitusi membuat keputusan yang bijak dengan membolehkan masyarakat menggunakan KTP dan paspor untuk memilih sehingga dalam menit-menit terakhir kekisruhan DPT dapat diredakan. Mereka yang melakukan gugatan terjadinya pemilih ganda, agar tidak mubazir, sebaiknya berpedoman pada Pasal 33 Ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif, yang dijadikan dasar DPT Pilpres 2009. Pasal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksudkan pemilih sekurang-kurangnya memuat unsur-unsur sebagai berikut: (1) nomor induk kependudukan, (2) nama, (3) tanggal lahir, (4) jenis kelamin, dan (5) alamat pemilih. Daftar pemilih yang tidak memenuhi kelima variabel tersebut tidak dapat disebut pemilih ganda. Kinerja KPU yang berada di bawah standar harus dijadikan pelajaran dalam melakukan seleksi anggota KPU yang akan datang. Hal itu terutama berkaitan agar pejabat yang berwenang menyusun tim seleksi benar-benar memilih tokoh-tokoh masyarakat yang mempunyai integritas dan kapasitas sebagai tokoh yang pantas mengemban mandat yang diberikan kepada mereka. Kinerja KPU yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari kontroversi seleksi KPU beberapa tahun yang lalu, terutama disebabkan pengabaian UU No 22/2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu, khususnya ketentuan mengenai rekam jejak (pengalaman). Penyebab lain adalah kontaminasi ambisi pribadi oknum pejabat pemerintah serta semakin menguatnya politisasi lembaga perwakilan terhadap seleksi anggota lembaga independen, termasuk KPU. Tulisan ini akan diakhiri dengan harapan agar kemenangan SBY-Boediono harus dijadikan modal menyusun kabinet yang profesional dan mempunyai komitmen terhadap harapan masyarakat yang merindukan hidup yang semakin baik. Andai kata sebagian anggota kabinet harus dipilih dari partai koalisi, mereka sebaiknya bukan sekadar kader partai, melainkan kader partai yang memenuhi persyaratan di atas. Sementara masyarakat harus terus aktif mendesak dan mengontrol agar presiden dan wakil presiden terpilih mewujudkan janji-janji mereka dalam kebijakan yang konkret. [Kompas 14/7/09] ------- Proficiat MK! Selamat untuk Mahkamah Konstitusi [MK] Indonesia Saat memburu koruptor, kita berbangga kepada KPK, lembaga baru namun tidak pernah ragu. Walau sekarang terpaksa masuk ‘bengkel’ karena sedang diservice, memang selama ini mesin dipacu dengan kecepatan tinggi dan luar biasa kencang, hingga menjadi kebanggaan rakyat. Namun tiba2 ngadat, harus turun mesin, karena ‘pengendara’ cedera menyerempet pagar dan seorang warga, maka kendaraan perlu di service… akhirnya banyak teknisi ingin ikut memperbaiki dan mengaturnya termasuk polisi. Lain lagi dengan lembaga tinggi yang baru dibentuk beberapa tahun yang lalu, tergolong muda, namun memiliki integritas yang kuat bagi tegaknya Negara Indonesia yaitu, Mahkamah Konstitusi [MK]. Disaat genting dan hampir deadlock Mahkamah Konstitusi telah mengambil keputusan yang tepat dan cepat, untuk mengatasi masalah DPT, dengan bisa memilih menggunakan KTP dan kartu keluarga. Keputusan ini sangat melegakan banyak pihak, baik bagi pemilik hak memilih, peserta pilpres dan meredakan ketegangan yang mungkin bisa terjadi. – Walau kita tahu sebenarnya kegangan itu tidak perlu - karena memang tidak penting! Tetapi kalo kandidat pilpres mundur dan pilpres diundur, bisa-bisa benar anekdot masa lalu yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa tempe dan kedele, bisanya cuma mencla-mencle! Jadi hasilnya sekarang rakyat merasa lega, dan nggak rugi membayar mahal para hakim konstitusi, karena mereka telah menorehkan goresan keputusan pena emas bagi landasan demokrasi Indonesia dipenghujung pilpres 2009, 2 (dua) hari sebelum pilpres dilaksanakan. Dan Luar biasa hasilnya….melegakan rakyat dan bagi semua pihak yang berkepentingan. Dan akhirnya pun bisa membuat KPU dan pemerintah siuman kembali – untuk melanjutkan ‘kewajibannya’. Jadi jangan heran bila MK bisa disebut sebagai malaikat penyelamat pilpres 2009, dan layak dapat bintang…. Saya hanya menekankan hal ini, untuk tetap dingat dan untuk tidak melupakannya perannya di saat Negara genting, gawat dan uring-uringan! Kebesaran jiwa dan hati para kandidat pun telah dicermati dan diikuti dari awal oleh rakyat, sayang tidak semua rakyat bisa mengetahui lebih dekat dan lebih dekat lagi… terutama yang di daerah-daerah terpencil. Di lain pihak tidak lagi ada yang bisa membelokkan suara atau menggendongnya kemana-mana…. baik itu oleh partai, organisasi, lembaga, apalagi hanya oleh nafsu individu2 yang hanya ingin meraup suara…bisa2 akan merasakan seperti malarangeng bersaudara. Kecuali Anda bisa menjadi mbah Surip, karena hanya ia yang bisa! Sebab beliaulah yang memiliki hak cipta suara [lagu] : “Tak Gendong ke Mana-mana”… dengan suaranya yang lantang, dilanjutkan dengan; Where are you going.....! ….I love you full!....... ha…ha…ha….! Memang lepas sudah kepenatan kita selama pesta demokrasi menjelang dan dalam pilpres 2009 ini, apalagi kemudian disusul dan mendengar mbah Surip berdendang dan tertawa.... ha....ha...ha....! God Bless Indonesia...! I Love You Full ….Indonesia! Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! Best Regards, Retno Kintoko Mau mencoba? The Flag Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! ERDBEBEN Alarm Mau mencoba ?
SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3