Humanisme
Human


Manusia
diciptakan dari tanah. Namun, hal itu bukan berarti ia mahluk rendah.
Manusia masih mempunyai dimensi lain yang bukan tanah. Ia memiliki
"fitrah" atau "ruh" yang langsung diberikan Tuhan
(Al-Hijir, 19), (As Sajdah : 7, 8, 9); yang membuatnya menjadi mahluk
paling mulia, lebih unggul dari binantang bahkan malaikat.



Manusia
adalah mahluk yang sadar (berpikir), baik tentang dirinya sendiri
maupun lingkungannya. Tentang dirinya, maksudnya, manusia memiliki
pengetahuan budaya dalam nisbatnya dengan dirinya; hal mana yang
memungkinkan manusia mempelajari dirinya sebagai objek yang
terpisahkan; menarik hubungan sebab akibat, menganalisa,
mendefinisikan, menilai dan akhirnya mengubah dirinya sendiri. 




Sadar
lingkungan, maksudnya, manusia mampu memahami alam luar, menemukan
berbagai hal yang tersembunyi dari indera dan mampu menganalisa serta
mencari sebab-sebab dalam setiap fakta, tanpa terpaku pada hal-hal
yang bersifat inderawi. 




Di
sini, manusia bahkan mampu menembus batas-batas indera dan
merentangkan zamannya pada masa lalu dan masa yang akan datang; dua
masa yang ia sendiri tidak ada didalamnya, serta mampu menggambarkan
secara tepat, luas dan teliti tentang lingkungannya. Sebab itu,
manusia selalu berteknologi. Ia tidak pernah menyerah atau hanya
menerima "apa yang ada", tetapi selalu berusaha mengubah
menjadi "bagaimana seharusnya". Manusia adalah satu-satunya
mahluk yang mampu mengubah lingkungan, bukan sebaliknya. Ini salah
satu cirinya yang menonjol. Pascal pernah menyatakan,



“Manusia
sebenarnya tidak pernah menjadi sesuatu yang lain kecuali seonggok
daging yang tidak berarti. Sekadar virus kecil saja telah cukup untuk
membunuhnya. Akan tetapi, bila semua mahluk di bumi menyerangnya, ia
ternyata lebih perkasa dari mereka. Sebaliknya, bila alam ini diancam
manusia, mereka tidak menyadarinya. Artinya, kesadaran
--manusia—adalah essensi yang lebih tinggi ketimbang
eksistensinya".



Bukankah
Kami menciptakan kamu dari air yang hina (QS. 77: 20)



Apakah
manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertangungjawaban)? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan?
(QS. 75 : 36 – 37)



Manusia
juga mahluk bermoral, sebab dalam dirinya memang terkandung unsur
lain bukan tanah. Unsur tersebut tidak punya entitas dalam alam
materi, sehingga tidak wujud dalam indera. Ia bukan realita. Ia
termasuk "kesempurnaanideal" yang ada dalam diri manusia
dan bersifat batiniyah, yang berhubungan dengan salah satu fenomena,
cara kerja dan situasi yang dihadapi. Jelasnya, unsur ini berhubungan
dengan sesuatu yang dikenal dengan "nilai". Nilai
memberikan kepada manusia kemerdekaan yang disertai dengan keutamaan
essensial; kecintaan kepada sesuatu yang terbebas dari segala
tendensi. Karena potensi itulah, manusia kemudian dipercaya mengemban
amanat sebagai khalifah Tuhan di bumi. Ia diberi kebebasan sekaligus
tanggung-jawab. 




Maksudnya,
manusia diberi kebebasan untuk merencanakan, mengatur dan
mengembangkan tata kehidupan di bumi sesuai dengan kehendaknya yang
"mandiri"; namun di sisi lain juga dituntut untuk mampu
mengembangkan dimensi-dimensi lain yang ada dalam dirinya, sehingga
menemukan jati diri manusia yang sebenarnya. 




Dengan
kata lain, manusia diberi kebebasan untuk bertindak, tetapi pada saat
yang sama, ia juga harus mampu membuktikan bahwa dirinya benar-benar
manusia, sosok mahluk yang mengenal moral dan mempunyai kesadaran,
yang menyebabkan ia dipercaya sebagai wakil Tuhan.



Untuk
mencapai hal itu, tidak ada lain kecuali manusia harus mampu membawa
dan menggunakan separoh dari dirinya yang berasal dari tanah, untuk
mengembangkan bagian dirinya yang lain yang bersifat Ilahiyah.
Manusia harus mampu membentuk moral dan pikirannya, karena dimensi
inilah yang telah membedakan dia dari binatang. Caranya, dengan
mendekatkan diri dengan Tuhan. Sebab, Dialah "nilai-nilai luhur"
dan "Yang Mutlak". Dialah yang telah meniupkan fitrah dalam
diri manusia. 




Karena
itulah, mengapa manusia kemudian harus beragama dan beribadah,
berfikir,
bertindak
dan berkelakuan sesuai dengan ajaran-Nya. Sementara Tuhan senatiasa
Mengatur alam semesta ini setiap detik, setiap saat yang  “….
tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan
di bumi….”. Detak jantung ini, siapa yang mengaturnya? Oksigen
yang kita hirup, apakah kita pernah meminta? Semua diberikan dengan
cuma-Cuma. 




Anehnya
orang malu bicara tentang Tuhan, sedangkan kita juga lantang bicara
korupsi, prostitusi dan ‘kursi’ dengan tanpa malu.  Bukankah
Tuhan “….mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka….” ? (QS. 2 : 255)



Apakah
tanpa agama manusia tidak bisa memiliki moral yang baik? Mungkin.
Namun perlu diingat bahwa semua perbuatan, bahkan yang namanya
pengorbanan diri, mempunyai dan perlu justifikasi. Di sini,
justifikasi tidak mungkin selamanya berupa justifikasi natural dan
rasional. Perlu justifikasi lain yang yang bersifat normative. Itulah
norma-norma atau ajaran yang diberikan Sang Maha Pencipta manusia.
Lagi pula, apalah artinya manusia bila melepaskan diri dari tali
Tuhan. Saat itu ia berarti menghilangkan dimensi-dimensi ghaib yang
ada dalam dirinya yang bersifat Ilahiyah, yang dengan itu ia berarti
mengingkari dirinya sendiri.



Menjarangkan
komunikasi dengan Tuhan hanya akan menghasilkan kehidupan yang
compang-camping. Sebagian merasa bahagia dengan matari , namun tidak
pernah merasa bhagia dlam arti sesungguhnya; sebagian lain terus
dirundung kesulitan tanpa pencerahan. Sebagian merasa gelisah dan
khawatir terhadap rejeki, jabatan, harta. 




Malapetaka,
gempa, banjir, longsor, penyakit dan berbagai musibah telah melanda
negeri ini. Apapun teorinya validasi kebenaran selayaknya ada pada
bukti dan rasa dikehidupan nyata. Lalu bagimana dengan ….(Dia
telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah
yang nyata (QS. 16 : 4)



Nilai-nilai
kemanusiaan sudah selayaknya tidak bisa dipisahkan dari --norma-norma
ajaran-- Tuhan. Seperti ditulis Syariati, humanisme sebenarnya adalah
 ungkapan dari sekumpulan nilai-nilai Ilahiyah yang ada dalam diri
manusia, yang merupakan petunjuk agama dalam kebudayaan dan moral.
Sayang, ungkapan mulia itu sekarang tinggal slogan kosong, sebab
manusia banyak yang tidak lagi mengindahkan, bahkan mengingkari
ajaran-ajaran agama.






PULANG
By.
Nidji



di tepi kota ini
ku merasa sangat sepi
berdiri di atas karang
ku kenang wajahmu





berikan aku waktu
‘tuk berlabuh ke pelukmu
sadarkan semua niatmu
dan jangan tinggalkan aku
jangan tinggalkan
reff:
aku ingin pulang
aku ingin pulang
berikan doamu
agar aku pulang
aku ingin pulang
aku ingin pulang
berikan sayapmu
agar aku pulang
aku ingin cepat pulang
aku ingin cepat pulang
berikan sedikit waktumu
untuk tetap menunggu
tetap menunggu
repeat reff





http://ariefbudi.wordpress.com   http://jalanku.multiply.com  
http://teknofood.blogspot.com
FaceBook : http://id-id.new.facebook.com/people/Arief-Budi-Setyawan/1663852032
  
"...Bila engkau penat menempuh jalan panjang, menanjak dan berliku.. dengan 
perlahan ataupun berlari, berhenti dan duduklah diam.. pandanglah ke atas.. 
'Dia' sedang melukis pelangi untukmu.."


      Yahoo! Mail Sekarang Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya! 
http://id.mail.yahoo.com

Reply via email to