http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=4e7dd9fa7156b49c2db167bdc47f95d2&jenis=c4ca4238a0b923820dcc509a6f75849b


Kalpataru Dikembalikan ke SBY 
Sabtu, 6 Februari 2010 | 11:33 WIB 

PEKANBARU - Kalpataru yang merupakan penghargaan tertinggi untuk penggiat 
lingkungan hidup dikembalikan oleh Patih Laman, kepala Suku Talang Mamak, 
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jumat (5/2). Ini menjadi bentuk 
protes atas hilangnya hutan adat mereka.

Berangkat dari Desa Sungai  Ekok, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiru 
Hulu, pria yang telah berusia 90 tahun itu singgah ke Pekanbaru untuk segera 
memulangkan piala yang didapatnya sejak 2003 diserahkan kepada Presiden. 

"Hati saya sangat sakit. Kami tidak lagi punya Rimba Puaka. Entah bagaimana 
nasib masyarakat kami ke depannya," kata Patih Laman, saat mengunjungi Kantor 
Berita ANTARA Biro Riau di Pekanbaru yang berjarak 300 km dari tempat 
tinggalnya.

Dia mengaku sangat sedih dengan kenyataan yang dihadapinya. Penghargaan dari 
pemerintah pusat itu hanya sebentar membuatnya bangga tapi kemudian membuatnya 
menderita hingga jatuh sakit. "Penghargaan yang diberikan kepada saya  itu 
seakan membujuk saya agar  rela menukarkan hutan adat kami dengan Kalpataru. 
Padahal tidak. Saya akan kembalikan Kalpataru agar hutan kami kembali," katanya.

Patih Laman mendapat piala Kalpataru pada era Megawati Soekarnoputri karena 
dinilai pemerintah berhasil menjaga dan melestarikan Penyabungan dan Penguanan, 
satu-satunya hutan adat Talang Mamak yang tersisa.

Ketika itu, tiga hutan adat lainnya, yang biasa disebut masyarakat Talang Mamak 
sebagai Rimba Puaka, yaitu kawasan hutan  Sungai Tunu (104,933 ha), hutan 
Durian Jajar (98.577 ha) dan hutan Kelumbuk Tinggi Baner (21.901 ha), sudah 
ditebangi dan berganti sawit.

Belum lama ini, hutan Panyabungan dan Penguanan akhirnya juga tak bisa 
diselamatkan lagi oleh Patih Laman, dan berubah menjadi perkebunan sawit. "Saya 
akan menyerahkan Kalpataru kepada Pak Gubernur," kata Laman lirih.

Dia mengisahkan, kondisi hutan adat tempat bermukim Suku Talang Mamak atau juga 
Suku Melayu Tua ini sangat memprihatinkan. Sekitar dua ribu hektar hutan adat 
hampir semua dirusak dan berubah fungsi menjadi sawit.

Kawasan hutan adat suku Talang Mamak yang berada di dalam Taman Nasional Bukit 
Tigapuluh (TNBT) Riau dan Jambi 1.800 hektar di antaranya terdapat di 
Penyabungan dan 150 hektar di Hutan Durian Cacar.

"Untuk apa saya pegang piala ini kalau hutan adat yang menjadi sumber 
penghidupan suku kami terus dibabat tanpa ada perlindungan dari pemerintah. 
Padahal hutan adat kami telah ditetapkan menjadi kawasan yang dilindungi," 
keluh Patih Laman.

Perusakan hutan adat sudah terjadi sejak 2008. Upaya telah dilakukan dengan 
mendatangi pemerintah daerah pun tidak ada hasilnya. Patih juga mengaku 
kesulitan menemui Gubernur Riau, karena karena sering keluar kota.

"Suku kami kini sudah banyak diracuni dengan iming-iming uang asal mau menjual 
hutan adat yang sudah kami jaga generasi ke genarasi. Suku kami memang 
terbelakang. Banyak sekali yang tidak baca dan tulis jadi bisa dibodohi," tutur 
pria yang rambutnya dipenuhi uban ini.ntr





<<23_50_5.gif>>

Attachment: sig.jsp?pc=ZSzeb098&pp=GRfox000
Description: Binary data

Reply via email to