Serombongan bangsawan datang ke suatu pertemuan. Mereka dating dengan
rona wajah sinisnya, mencibir dan menunjukkan kebenciannya. Mereka
berkata kepada seoran Pemimpin mereka, "Kami mengusulkan kepada Anda
agar Anda menyediakan tempat khusus bagi kami. Orang-orang akan mengenal
kemuliaan kita. Para utusan dari berbagai kelompok akan datang
menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami duduk dengan orang-orang
miskin ini. Apabila kami datang menemui Anda, jauhkanlah mereka dari
kami. Apabila urusan kami sudah selesai, bolehlah anda duduk bersama
mereka sesuka Anda."



Sebuah kisah nyata lima belas abad lalu. Di suatu tempat pertemuan
terlihat Muhammad berkumpul bersama para sahabatnya yang kebanyakan
orang miskin. Sekedar menyebut beberapa nama sahabat yaitu Salman
al-Farisi, Ammar bin Yasir, Bilal, Suhayb Khabab bin Al-Arat. Pakaian
mereka lusuh, berupa jubah bulu yang kasar. Tetapi mereka adalah sahabat
senior, para perintis pembangun peradaban.

Uyainah bin Hishn menegaskan lagi, "Bau Salman al-Farisi mengangguku (Ia
menyindir bau jubah bulu yang dipakai sahabat nabi yang miskin). Buatlah
tempat khusus bagi kami sehingga kami tidak berkumpul bersama mereka.
Buat juga majelis bagi mereka sehingga mereka tidak berkumpul bersama
kami."

Tiba-tiba turunlah malaikat jibril menyampaikan surat al-An'am [6] ayat
52:

"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu
tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka.
Begitu pula mereka tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap
perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga
kamu termasukorang-orang yang zalim."

Nabi saw segera menyuruh kaum fukara duduk lebih dekat lagi sehingga
lutut-lutut mereka merapat dengan lutut Rasulullah saw. "Salam
'Alaikum," kata Nabi dengan keras, seakan-akan memberikan jawaban kepada
usul para pembesar Quraisy.

Setelah itu, turun lagi surat al-Kahfi [18] ayat 28:

"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."

Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama Nabi, beliau tidak
meninggalkan tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi. Apabila beliau
masuk ke majelis, beliau memilih duduk dalam kelompok mereka.Seringkali
beliau berkata, "Alhamdulillah, terpuji Allah yang menjadikan di antara
umatku kelompok yang aku diperintahkan bersabar bersama mereka. Bersama
kalianlah hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara dengan cahaya
paripurna pada hari kiamat. Mereka mendahului masuk surga sebelum
orang-orang kaya setengah hari, yang ukurannya 500 tahun. Mereka
bersenang-senang di surga sementara orang-orang kaya tengah diperiksa
amalnya."

Apakah kita seperti pembesar Quraisy yang terganggu dengan bau tubuh
orang miskin?



Apakah ketika segerombolan tamu datang,lalu tiba-tiba kota
`dibersihkan' dan mereka, kaum fukara, dipinggirkan. Kota yang
biasanya macet dipaksakan sepi dan menyisakan kemacetan lebih panjang di
belakangnya. Kota baru gemerlap bila mereka disingkirkan. Pemandangan
baru indah bila rumah-rumah kumuh digusur. Sebuah tanda tanya besar.

Dalam kesempatan lain Muhammad bertemu dengan seorang sahabatnya, Sa'ad
al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena kerja
keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh?" Sa'ad
menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi
keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan yang dicintai Allah,"
seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh itu. Bayangkanlah,
Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para sahabat, kini
mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.

Tengoklah realitas masyrakat secara lebih luas, jutaan tangan yang hitam
dan melepuh menunggu uluran kasih sayang kita.



Setelah Nabi, adakah di antara kita yang mau mencium tangan orang
miskin?



Bukankah dengan status yang kita miliki, gelar akademik yang kita raih,
kesejahteraan yang kita nikmati, kita merasa jauh lebih pantas bila
orang miskin mencium tangan kita. Kalau hati terasa berat, andaikata
kultur tak mengizinkan kita berbuat hal itu, manakala ego terasa
meningkat, bukankah paling tidak kita ganti rasa hormat yang seharusnya
kita berikan dengan kasih sayang pada mereka. Bila Nabi mau mencium
tangan mereka, maukah kita untuk paling tidak menyisihkan sebagian
rezeki yang kita peroleh sebagai rasa sayang kita pada mereka.

Di atas kita telah mengutip sejumlah kisah dalam hidup Nabi. Bukankah
sebagai ummatnya kita telah berikrar untuk menjadikan segala perilaku
beliau sebagai contoh teladan (uswatun hasanah). dan kepedulian social
adalah salah satu buah keimanan.

1. Surat al-Balad [90] ayat 10 -18

"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Maka tidakkah sebaiknya
(denganhartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar? Tahukah
kamu apakah jalanyang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak
dari perbudakan, atau memberiMAKAN pada hari kelaparan (kepada) anak
YATIM yang ada hubungan kerabat, atauorang MISKIN yang sangat fakir. Dan
dia termasuk orang-orang beriman dan salingberpesan untuk bersabar dan
saling berpesan untuk berkasih sayangMereka (orang-orang yang beriman
dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan"

Mengapa disebut jalan yang sukar? karena kebanyakan manusia enggan atau
merasa berat atau merasa sukar untuk melakukannya.
2. Surat al-Ma'arij [70] ayat 19-25

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi KIKIR,
Apabila ia ditimpakesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat
kebaikan ia amat kikir, kecualiorang-orang yang mengerjakan SHALAT, yang
mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,dan orang-orang yang dalam
HARTAnya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yangmeminta dan
orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)"

Secara tegas Allah menyebutkan bahwa keluh kesah dan kikir itu telah
menjadi sifat bawaan manusia sejak ia diciptakan. Allah melukiskan sifat
manusia dengan sangat baik



3. Surat al-Qalam [68] ayat 17-33

"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana
Kami telahmenguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa
merekasungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya di pagi hari, dan mereka
tidak mengucapkan :insya Allah

Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika
mereka sedang tidur,maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang
gelap gulita, lalu mereka panggilmemanggil di pagi hari

"Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik
buahnya."

Maka pergilah mereka saling berbisik-bisikan. "Pada hari ini janganlah
ada seorangMISKINpun masuk ke dalam kebunmu." Dan berangkatlah mereka di
pagi hari dengan niatmenghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka
mampu (meonolongnya),

Tatkala mereka melihat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita
benar-benaroarng-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari
memperoleh hasilnya)"

Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka:
"Bukankah aku telahmengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada
Tuhanmu)?"

Mereka mengucapkan: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah
orang-orangyang zalim."

Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela mencela
Merekaberkata: "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah
orang-orang yangmelampaui batas.Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan
ganti kepada kita dengan(kebun) yang lebih baik daripada itu;
sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dariTuhan kita"

Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar
jika merekamengetahui"

Sekelompok ayat di atas menceritakan sebuah kisah nyata yang terjadi
sebelum masa Rasulullah. Kisah pemilik kebun di atas melukiskan dengan
sangat baik betapa harta manusia itu tak ada artinya dibandingkekuasaan
Allah. Kebun yang sudah sekian lama diurus dan tinggal sekejap mata saja
untuk dipetik hasilnya menjadi musnah terbakar. Apa kesalahan pemilik
kebun tersebut sehingga mendapat azab sedemikian rupa?

Pertama, mereka lupa bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Ini
dilukiskan dalamayat di atas ketika mereka tidak menyebut insya Allah;
mereka merasa pasti akan meraih hasil yang luar biasa. Mereka lupa bahwa
sedetik kedepan kita tak tahu apa yang terjadi dengan hidup kita. Kita
tak tahu "skenario" Allah terhadap diri kita.

Kedua, mereka bersifat kikir. Mereka sudah bersiap-siap agar orang
miskin tak bisa masuk ke kebun mereka saat panen tiba. Allah murka pada
mereka. Allah turunkan azab-Nya pada mereka. Di akhir ayat Allah
mengingatkan bahwa azab yang Allah timpakan pada pemilik kebun hanyalah
azab dunia; sedangkan azab akherat jauh lebih besar lagi!

Kalau Allah mampu memusnahkan dengan amat mudah kebun yang siap dipanen,
jangan-jangan Allah pun akan memusnahkan sumber penghasilan kita, bila
kita berlaku kikir!


Kirim email ke