Kejaksaan Yakini Bukti Dokumen Soal Soeharto Cukup Kuat - Jaksa Sidik Tommy Lagi
* Kejaksaan Yakini Bukti Dokumen Soal Soeharto Cukup Kuat Jakarta- Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan legalisasi fotokopi dokumen untuk berkas gugatan perdata terhadap Yayasan Supersemar bisa dikuatkan dengan pengesahan penyidik, notaris, atau pejabat yang berwenang. Dengan demikian, langkah gugatan terhadap Soeharto diyakini tak akan "bermasalah" dari barang bukti dokumen yang dimiliki Kejaksaan. "Jika dokumennya (asli) tidak ada, maka legalisasinya bisa dikuatkan dengan pengesahan penyidik, notaris, maupun pejabat yang berwenang," kata Direktur Perdata Kejaksaan Agung (Kejagung) Yoseph Suardi Sabda kepada SH , Kamis (31/5). Yoseph menambahkan, hingga saat ini Kejagung memang masih berusaha mencari dokumen asli guna melengkapi berkas gugatan perdata dalam kasus kosupsi pada Yayasan Supersemar yang pernah dipimpin mantan Presiden Soeharto. Akan tetapi, Yoseph menegaskan ketiadaan dokumen asli tersebut bukan menjadi halangan bagi Kejagung untuk tetap memperkarakan secara perdata. Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung Salman Maryadi mengatakan pihaknya sedang menelusuri dokumen kasus mantan Presiden Soeharto. Kejagung, menurutnya, perlu mengklarifikasi apakah dokumen itu memang sebagian besar fotokopi atau hanya sebagian kecil saja. Menurut Salman, jaksa pengacara negara yang diketuai Bachmer Munte sedang mencari data-data dan bukti asli untuk pembuktian gugatan perdata. Secara terpisah, Kabid Penum Mabes Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko meminta perbankan tidak diam saja dalam membantu menelusuri dugaan pencucian uang sebesar 10 juta dolar AS dari BNP Paribas ke Indonesia. Perbankan, menurutnya, harus proaktif mengungkap kasus dana milik Tommy Soeharto. (rafael sebayang) http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=287898 ====================================== Jumat, 01 Juni 2007, * Jaksa Sidik Tommy Lagi Susul BPPC, Giliran Kasus Mobnas Timor JAKARTA - Kasus-kasus korupsi yang melibatkan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto terus disidik Kejaksaan Agung. Setelah kasus BPPC (Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih), jaksa membidik Tommy dalam kasus korupsi proyek mobil nasional (mobnas) Timor. Direktorat Penyidikan Kejagung telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) No 17/5.2/Fd./5/07, pada 28 Juni 2007. "Sprindik tersebut untuk pemeriksaan atau penyidikan kasus korupsi TPN (PT Timor Putra Nasional, Red)," kata Kapuspenkum Kejagung Salman Maryadi di gedung Kejagung tadi malam. Menurut Salman, kejaksaan menemukan indikasi tindak pidana korupsi dalam program mobnas. Ada penyalahgunaan letter of credit (L/C) dan kredit oleh sindikasi bank, meliputi Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank Dagang Negara (BDN/kini jadi Bank Mandiri). "Penggunaan dananya tidak sesuai dengan ketentuan," tegas Salman. Mantan wakil kepala Kejati Bali itu menegaskan, dalam sprindik tersebut, tim penyidik diperintah mengumpulkan alat bukti untuk menentukan tersangka. "Tim penyidiknya beranggota enam jaksa," jelas Salman. Tim tersebut diketuai Urip Tri Gunawan. Tri adalah mantan kepala Kejari Klungkung, Bali, yang baru saja dimutasi menjadi Kasubdit di bagian JAM pidana khusus Kejagung. Ditanya nilai kerugian negara, Salman menjawab, semua masih dihitung oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Salman lantas membeberkan kronologi kasusnya. Pada 1998, PT TPN mendapatkan fasilitas kredit dari BBD berupa modal kerja ekspor USD 260,112 juta. Fasilitas tersebut diikat melalui perjanjian kredit antara BBD dan PT TPN pada 21 November 1998. "Dalam perjanjian tersebut, jaminan utamanya adalah stok mobil impor PT TPN, klaim asuransi, hak tagih (cessie) deposito atas pembelian stok mobil PT TPN dan PT TDN (Timor Distribusi Nasional)," jelas Salman. Menurut Salman, untuk mengembalikan kredit, BBD menetapkan bahwa seluruh hasil penjualan mobil milik PT TPN merupakan sumber pengembalian kredit. Karena itu, dananya harus masuk rekening penampung (escrow account). Itu berupa rekening giro dan deposito atas nama rekening PT TDN. Saat proses pengelolaan, diterbitkan 85 bilyet giro dan deposito atas nama PT TPN dan PT TDN senilai Rp 130 miliar sebagai salah satu jaminan pelunasan kredit. Selanjutnya, seluruh bilyet berikut aset dan dana PT TPN di rekening penampung diserahkan ke BPPN. Itu konsekuensi tidak terselesaikannya tunggakan kewajiban PT TPN ke negara. Dari jumlah tersebut, 30 bilyet dipegang Tim Pemberesan Aset (TPA), pengganti BPPN yang dibubarkan. Sedang 55 bilyet disita oleh Ditjen Pajak. Nah, setelah putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan PT TPN pada 15 Juli 2004, Ditjen Pajak lantas menyerahkan 55 bilyet tersebut ke PT TPN. Padahal, 55 bilyet tersebut semestinya diserahkan ke negara melalui TPA. Dasarnya, status bilyet itu adalah jaminan atas kredit dari sindikasi bank. Mengenai 30 bilyet yang disimpan di kustodian BPPN/PPA, ternyata 24 di antaranya telah hilang alias raib. "Keluarnya 24 bilyet dari BPPN (PPA) dilakukan tanpa prosedur. Ini karena tanpa sepengetahuan BPPN," kata mantan kepala Kejari Jakarta Pusat itu. Dari informasi yang dikumpulkan kejaksaan, 17 di antara 24 bilyet tersebut atas nama PT TDN yang dicairkan oleh PT TPN. Rencananya, melalui 85 bilyet, PPA berencana menukar (set off) deposito dengan kredit PT TPN. Dengan begitu, nilai pinjamannya berkurang dari USD 260,112 juta. Kasus BPPC Dari Gedung Bundar, tim penyidik melanjutkan pemeriksaan saksi kasus korupsi penggunaan dana kredit likuiditas Bank Indonesia (KLBI) Badan Penyangga Pemasaran Cengkih (BPPC). Saksi yang diperiksa adalah Budi Hartanto, Dirut PT Cengkeh Tjap Pak Tani dan Genteng Gotri. "Tim penyidik menanyakan harga cengkih yang dibeli perusahaan tersebut dari BPPC," kata Salman. Menurut dia, cengkih yang dibeli didasarkan kualitas jenis gelondongan dan rajangan. Sesuai dengan ketentuan, per kilogram cengkih gelondongan Rp 12-14 ribu. Yang rajangan Rp 8 ribu. Ditanya apakah perusahaan rokok dipaksa membeli cengkih tersebut, Salman menegaskan tidak. "Kami berusaha mempelajari, apakah ada selisih harga pembelian cengkih dari BPPC dan petani," jelas Salman. Di tempat terpisah, Direktur Penyidikan M. Salim mengatakan, selain bos perusahaan rokok, tim penyidik berencana memanggil pengurus BPPC dan Inkud. "Selama ada kaitannya, semua akan dipanggil," kata Salim. (agm) =========== * Two businessmen skip AGO summons National News - Jakarta Post, Thursday, May 31, 2007 JAKARTA: Two businessmen expected to provide information to the Attorney General's Office (AGO) as witnesses in a corruption case allegedly involving Hutomo "Tommy" Mandala Putra failed to appear for questioning Wednesday. The AGO's spokesman, Salman Maryadi, said the AGO had summoned Krisna Tamini Hardja, the director of PT Gelora Jaya Surabaya, and Mintarya, vice president director of PT Gudang Garam, to be questioned regarding a case pertaining to the now-defunct Clove Marketing and Buffer Agency (BPPC). "They have not appeared and there has been no explanation," Salman told reporters Wednesday afternoon. Salman said the men were scheduled to be questioned in relation to an alleged embezzlement of Bank Indonesia liquidity credit by the management of BPPC. According to the AGO, Tommy Soeharto and his father, former president Soeharto, are implicated in the BPPC case, which allegedly caused Rp 175 billion (approximately US$19.8 million) in losses to the state. The AGO said it established no clear suspects in a previous investigation of the case, which was suspended in 2000. The AGO is also investigating several other alleged corruption cases involving Tommy Soeharto and his father, including the Goro land swap deal and the now-dissolved PT Timor Putra Nasional car project. -- JP/02 ==================== * AGO revisits Soeharto-related clove agency National News - Wednesday, May 30, 2007 Tony Hotland, The Jakarta Post, Jakarta The Attorney General's Office will summon several former state officials next week as part of a reopened graft investigation into a government clove marketing body that included a company owned by Tommy Soeharto. The AGO said an audit by the Development Finance Comptroller estimated state losses at Rp 1.7 trillion (US$188.7 million) from the flow of Bank Indonesia liquidity support funds into the Clove Buffering and Marketing Body in the wake of the 1998 financial crisis. "I have signed 13 summons for next week. Many of those being summoned are former state officials," M. Salim, deputy junior attorney general for special crimes, said Tuesday. He declined to give the names of the former officials or to say whether Tommy also had been summoned for questioning. The clove marketing body was established in 1992 by the decree of former president Soeharto, Tommy's father. The body, which was disbanded in 1998, after the financial crisis, was given a monopoly in buying and marketing the clove crops of farmers. All clove production was purchased by the body at agreed on prices. Cigarette producers then purchased cloves from the marketing agency, again at agreed on prices. The clove body consisted of several elements. They were the Association of Primary Cooperatives, state-owned trading firm PT Kerta Niaga and Tommy's PT Kembang Cengkeh Nasional. The Attorney General's Office has summoned executives at several cigarette producers, most based in Central and East Java, over the past few weeks to gather data in a case that it has described as "strong". It also has asked the Development Finance Comptroller to re-calculate the possible state losses from the alleged misuse of state facilities by the clove marketing body. There was an investigation into the clove agency a few years ago, but it was halted without explanation. The investigation has been reopened as the Attorney General's Office has vowed to focus on alleged graft cases involving Tommy Soeharto and former president Soeharto's charitable foundations. This comes in the wake of the discovery of trillions of rupiah stashed by Tommy at two foreign branches of Banque Nationale de Paris in London and Guernsey, a British crown dependency off the northern coast of France. Last week the Attorney General's Office won approval from the Guernsey court to freeze around 35 million euros in Tommy's money deposited at the bank. There are suspicions the money was obtained through money laundering. The Association of Indonesian Cigarette Producers said Tuesday it hoped the AGO's investigation would not disrupt cigarette production. Chairman Ismanu Soemirat said the association was willing to work with prosecutors, but wanted a guarantee the process would not disrupt the industry. He said several cigarette executives had been questioned by the Attorney General's Office in 2002, and that many of the cigarette producers that bought cloves from the clove agency has since shut down.