Kepala BC Perak Dilaporkan KPK Terkait Dugaan Mainkan Kasus Kayu Milik Ricky
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tanjung Perak, Surabaya, Chairul Saleh, bakal dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Dirjen Bea Cukai. Ini dilakukan setelah terbongkarnya sejumlah kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan penyelundupan 9 kontainer kayu merbau milik pengusaha Ricky Gunawan. Belakangan, keduanya disebut-sebut bersekongkol. Benarkah? Gubernur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Jatim Santoso Tedja mengaku pihaknya telah melakukan investigasi terhadap kasus kayu yang ditangani Bea Cukai Tanjung Perak itu. Mengingat kejanggalan yang ditemukan begitu jelas, pihaknya dalam waktu dekat ini akan melaporkan Chairul Saleh ke Dirjen Bea Cukai dan KPK. ”Bukti-bukti sudah kita kumpulkan. Tinggal melaporkan temuan ini ke Dirjen Bea Cukai dan KPK,” kata Santoso, Selasa (23/2). Diberitkan sebelumnya, dalam investigasi yang dilakukan Surabaya Pagi, ditemukan kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan kayu merbau sebanyak 107.9770 (1.254 Pieces) dan 83.0782 (1.254 pieces) yang akan dikirim ke China tersebut. Pertama, kasus yang ditangani Bea Cukai Tanjung Perak sejak 16 April 2009, tapi hingga kini tidak jelas. Malah diloloskan setelah dipindah dari Terminal Petikemas Surabaya ke depo milik PT Indra Jaya Swastika (IJS) di Jl Kali Anak, Surabaya. Kedua, tidak ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirim ke Kejaksaan. Ketiga, adanya perbedaan pernyataan dari Kasi P2 Iwan K dan Kepala Bea Cukai Chairul Saleh. Kasi P2 menyatakan pihaknya meloloskan kayu milik Ricky itu, dengan dalih berdasar pernyataan dari Departemen Perdagangan (Depdag) yang menyatakan kayu Merbau boleh diekspor. Sementara Kepala BC saat hearing dengan DPRD Jatim menyatakan ada indikasi pidana, karena adanya ketidaksesuaian antara dokumen dan barang. Menanggapi hal itu, Santoso membenarkannya. Dia juga heran dengan alasan yang diungkapkan Kasi P2. Ini semakin menguatkan dugaan adanya permainan dengan modus dispensasi yang dikeluarkan Departemen Perdagangan. “Pertanyaannya, apakah dispensasi itu bisa menghapuskan pelanggaran terhadap UU Kepabeanan? Adanya ketidaksesuaian dokumen dan barang itu sudah bentuk pelanggaran,” ungkapnya. ”Kasus ini yang semula dalam tahap penyelidikan seharusnya ditingkatkan menjadi penyidikan,” tandas Pengurus Pemuda Pancila Jatim ini. Santoso juga mempertanyakan terkait adanya keterangan dalam dokumen Ricky, dimana kayu tersebut akan dipergunakan untuk insfraktruktur di China. Yakni, pembangunan Jembatan Jiang Nan (Jiang Nan Bridge). “Apakah sudah dilakukan peninjauan ke China, kayu Merbau milik Ricky dipergunakan untuk jembatan? Berdasarkan informasi yang kami dapat, pembangunan jembatan tersebut tidak ada bentuknya,” tandasnya. Masih kata Santoso, dirinya mendapatkan informasi di China ada banyak kayu Merbau yang masih dalam bentuk balokan atau gelondongan. Padahal, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2008 tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan, disebutkan kayu Merbau balokan tidak boleh diekspor. “Berarti Bea Cukai kecolongan,” cetus Santoso. Saat ini pihaknya sudah menurunkan tim investigasi untuk mengungkap permainan di Bea Cukai Tanjung Perak. Di sisi lain Santoso juga melakukan upaya pengumpulan beberapa pengusaha di China sebagai sumber informasi. “Kami akan mencatat setiap kedatangan kapal dari Indonesia yang memuat kayu balokan,” tutur Santoso. Dengan data yang telah dikumpulkan, lanjut Santoso, ada dugaan jika aparat di Bea Cukai Tanjung Perak melakukan penyalahgunaan wewenang.”Kalau itu memang adanya, Ini merupakan preseden buruk bagi penegakan hukum di Bea Cukai. Mungkin juga sudah dimasuki mafia hokum,” pungkasnya. Pertanyakan LIRA Dikonfirmasi terpisah, Kepala Kantor Bea Cukai Tanjung Perak Choirul Saleh menyatakan mempersilakan LIRA Jatim, jika akan melaporkan dirinya ke Dirjen Bea Cukai atau KPK. “Itu hak dia, sah-sah saja,” ucap Choirul Saleh dihubungi via ponselnya, tadi malam. Ia mempertanyakan, apakah benar LIRA mengetahui betul permasalah kayu Merbau milik Ricky Gunawan. “Selama ini kita tidak pernah diklarifikasi. Jangan hanya sebatas pengamatan sepihak saja,” tutur pejabat berkca mata ini. Menurut dia, apa yang dilakukan pihaknya sudah sesuai prosedur. Sebab, yang menentukan kayu tersebut boleh diekspor adalah Departemen Perdagangan. “Yang jelas kami (Bea Cukai) dengan Departemen Perdagangan, Sucofindo dan juga dihadiri Kejaksaan Negeri Tanjung Perak telah melakukan pemeriksaan fisik terhadap kayu Merbau milik Ricky. Hasilnya Departemen Perdagangan menyatakan tidak ditemukan adanya pelanggaran,” papar dia. Sayangnya Riky Gunawan masih belum bisa dikonfirmasi. Ketika dihubungi melalui telepn selulernya, terdengar nada sambung tapi tak diangkat. Namun, dalam kesempatan sebelumnya, dia mengakui jika kayunya sudah lolos. “Yang lalu biarlah berlalu, antara saya dan Bea Cukai sudah saling memaafkan. Saya sudah bisa ekspor. Jadi itu tidak perlu diingat-ingat lagi” ucap Ricky (21/2). n http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=43717 Penyidik Bisa Dijerat Korupsi Dugaan adanya permainan hukum yang dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea Cukai Tanjung Perak pada kasus penyelundupan kayu memancing akademisi, Emanuel Sujatmiko, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), dan Nurul Hudi, dosen Fakultas Hukum Universitas Hangtuah (UHT), untuk berkomentar. Menurut mereka jika terbukti melakukan pelanggaran, maka PPNS harus ditindak sesuai aturan-aturan profesi pegawai negeri dan hukum pidana. Kejanggalan seperti tidak adanya SPDP, menurut Emanuel, sebagai indikasi kuat adanya kasus itu dimainkan. Seharusnya, kata Emanuel, ketika penyidik menemukan bukti-bukti yang memadai dan menetapkan tersangka, maka harus berkoordinasi dengan kepolisian atau kejaksaan. Kedua lembaga inilah nanti yang mempunyai wewenang memutuskan untuk menahan tersangka atau tidak. “Seharusnya koordinasi. Karena PPNS tidak punya wewenang untuk menahan,” ucapnya. Nurul Hudi berpendapat jika PPNS pada akhirnya terbukti melakukan deal-deal dengan pemilik kayu bermasalah, maka korps yang menaunginya harus memberikan sanksi. Bahkan, PPNS juga bisa saja dikenakan pasal korupsi, misalnya pasal penyuapan atau penyalahgunaan wewenang. “Kalau dilarikan ke suap, maka ini bisa diproses melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” kata Hudi. Menurut Hudi, ketidakberesan kasus ini bisa saja sebagai dampak dari banyaknya celah yang terdapat di dalam hukum acara pidana (KUHAP). Saran Hudi, hukum acara pidana semestinya segera dibenahi. Pasal-pasal ambigu yang mudah ditafsiri untuk meloloskan yang salah dari jeratan hukum segera diubah. n http://www.surabayapagi.com/index.php?p=detilberita&id=43716