================================================= 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pluralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pluralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Tahun-tahun produktif dan efisien. 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Kerbau yang Menderita
Kamis, 11 Februari 2010 | 05:15 WIB
Oleh : Sindhunata
Siapa hidup di tanah tumpah darah Saijah, dia pasti mengenal kerbau. Dikisahkan 
oleh Multatuli, Saijah yang berumur tujuh tahun itu sangat mencintai kerbaunya. 
Celakanya, kerbau kesayangan itu dirampas oleh penguasa karena Pak Saijah, 
ayahnya, tak dapat melunasi pajak tanah. Saijah khawatir, pada masa mendatang 
tak ada lagi teman yang bisa diajak mengerjakan tanahnya. Lalu apa yang bisa 
mereka makan?
Pak Saijah, yang warga Desa Badur, Distrik Parangkujang Karesidenan Lebak, 
Banten, itu lalu menjual keris pusaka, warisan ayahnya. Keris itu tidak terlalu 
bagus, tetapi sarungnya berikat perak yang ada nilainya. Keris itu laku 24 
gulden. Dengan uang itu, Pak Saijah membeli kerbau lagi.
Saijah segera bersahabat dengan kerbau itu. Kata Multatuli, arti bersahabat itu 
adalah Saijah amat mencintai kerbau tersebut dan sebaliknya si kerbau amat 
setia kepada si kecil Saijah. Apa pun yang diperintahkan Saijah, kerbau itu 
selalu menurutinya. Suara Saijah memberinya tenaga untuk membelah tanah dengan 
bajaknya. Sayang, kerbau tercinta ini kembali dirampas penguasa.
Alasannya sama. Pak Saijah lalu menjual lagi warisan orang- tuanya berupa 
sangkutan kelambu dari perak, laku 18 gulden. Dengan uang itu, Pak Saijah 
membeli kerbau baru lagi. Saijah tak segera jatuh cinta pada kerbaunya yang 
baru. Ia masih teringat kerbaunya yang lama, dan sedih, jangan-jangan kerbau 
kesayangan itu disembelih orang di kota. Namun, lama-lama Saijah menyayangi 
juga kerbaunya yang baru, apalagi, kata Pak Penghulu, kerbau baru itu punya 
user-useran yang akan membawa rezeki.
Suatu hari Saijah dan kawan- kawannya menggembalakan kerbau-kerbau mereka. 
Tiba-tiba terdengar suara auman macan. Anak-anak itu menyengklak kerbaunya, 
memacunya untuk segera lari. Saijah juga segera melompat ke punggung kerbaunya. 
Malang ia terpelanting dan jatuh ke tanah. Si kerbau segera melindunginya. 
Ketika macan mendekat hendak menerkam Saijah, kerbau itu menanduk perutnya. 
Macan terkapar dan mati.
Kerbau itu terluka dan ibu Saijah merawat luka-lukanya karena kerbau itu telah 
menyelamatkan nyawa anaknya. Sayang, lagi-lagi kerbau itu dirampas penguasa 
karena Pak Saijah tak sanggup melunasi pajak tanah. Waktu kerbau itu dirampas, 
Saijah berumur 12 tahun dan Adinda, tunangannya, telah pandai menenun sarung 
dan membatik.
Karena sudah tidak mempunyai uang, Pak Saijah menggarap sawahnya dengan kerbau 
sewaan. Hati Pak Saijah sedih karena tidak mempunyai kerbau sendiri. Tak lama 
kemudian, ibu Saijah juga meninggal karena sedihnya, dan hilangnya kerbau 
itulah awal dari penderitaan yang kemudian dialami oleh Saijah dan Adinda.
Kerbau adalah bagian hidup warga Nusantara. Kehilangan kerbau sama dengan 
kehilangan nyawa. Kerbau memang tak bisa dipisahkan dari penduduk Nusantara. 
Itulah yang diuraikan oleh sarjana Belanda, J Kreemer, dalam bukunya, De 
Karbouw, Zijn Betekenis voor de Volken van De Indonesische Archipel (1955).
Dengan panjang lebar Kreemer menunjukkan bagaimana hubungan kerbau dengan hidup 
harian penduduk Nusantara. Kerbau mempunyai kisah-kisah yang pre-historis. 
Paling penting, kerbau adalah binatang pertanian (landbouwdier), yang membantu 
petani mencari nafkah. Kerbau juga binatang transportasi dan binatang niaga. Di 
banyak tempat, kerbau digunakan untuk lomba atau karapan.
Kerbau juga dianggap binatang mistis. Di Toraja, orang percaya, bila tiba-tiba 
ada kerbau masuk kampung dan tak kembali lagi ke tempat penggembalaannya, 
berarti akan ada orang mati. Kerbau juga dipercaya bisa menitikkan air mata 
bila majikannya meninggal dunia.
Dirampas haknya
Di Jawa ada kepercayaan, kerbau adalah patron bagi pertanian. Karena itu, 
petani yakin bahwa kerbau dengan sendirinya dapat diajak membajak dengan tepat 
dan benar. Maka, sambil membajak, ada doa yang diucapkan demikian, ”O pelindung 
para tani, bantulah kami. Singkirkanlah segala penyakit dan wabah. Buanglah 
segala tikus dan hama”.
Di beberapa desa di Jawa, demikian penelitian Van Hien seperti dikutip Kreemer, 
tiap malam Jumat Paing, orang membuat sesaji untuk kesejahteraan kerbau-kerbau 
mereka. Mereka percaya, kerbau itu mempunyai roh dan danyang-danyang. Dengan 
sesaji itu dipanggillah roh dan danyang-danyang agar mau melindungi 
kerbau-kerbau mereka, membuatnya menjadi sentosa dan sehat agar bisa diajak 
untuk kuat membajak.
Kerbau tiba-tiba diajak demonstrasi ikut meramaikan politik kita, akhir-akhir 
ini. Sayang, kerbau hanya dijadikan dan ditangkap sebagai bahan olok-olokan. 
Kalau dipahami benar makna kerbau bagi masyarakat Nusantara, Presiden mestinya 
tidak perlu tersinggung. Sama dengan kerbau, berarti menyelami betul nyawa dan 
hidup penduduk Nusantara, lebih-lebih penderitaannya. Juga, serajin dan sesetia 
binatang yang sepanjang sejarah menemani petani membajak tanah untuk mencari 
nafkah.
Dari pihak demonstran, kerbau mestinya tak hanya disajikan sebagai simbol 
kedunguan dan kemalasan, tetapi juga simbol milik yang dirampas oleh penguasa 
sehingga membuat rakyat menderita, seperti kisah Saijah. Jika demikian, 
tepatlah kritik mereka terhadap pemerintah: tidakkah sampai sekarang hak-hak 
wong cilik masih terus dirampas oleh penguasa seperti di zaman Saijah dan 
Adinda? Kerbau adalah lambang penderitaan sekaligus keselamatan dan 
kesejahteraan rakyat Nusantara. Siapa menolak dan menistakan kerbau, dia 
menjauhi keselamatan dan kualat terhadap rakyat Nusantara.
Sindhunata, Budayawan  [Kompas, 11/2/10].
---------- 
Seperti halnya kita mengenal ada pepatah mengatakan; Kebo nyusu gudel, yang 
artinya: Ya..nggak mungkinlaaah...! Masak ada kebo (kerbau) menyusu gudel (anak 
kerbau)! Sebab apa? Karena gudel jelas nggak/belum punya susu. Tetapi, yang 
sebenarnya jelas punya susu itu adalah: Indomilk, ultra jaya, nestle, indofood, 
bontang, gas arun, freeport atau malah bank century dan sebagainya. Ya paling 
tidak mereka itu ada produsen susu, ada yang untuk beli susu, dan ada yang bisa 
disusu pula – kalau memang kebonya tega. 
Jadi apabila mandat kekuasaan dari rakyat oleh pemerintahan yang berjalan saat 
ini tidak diusahakan sebesar-besarnya bagi kemajuan, kebahagiaan dan 
kesejahteraan rakyat Indonesia, tetapi hanya untuk nyusu bagi dirinya dan 
kelompoknya saja, maka barangkali pepatah di atas memang benar demikianlah 
artinya. Kemudian akhirnya kita pun semakin kesulitan membedakan mana kebo dan 
mana gudelnya – jelas semakin ruwet dan terpuruk saja. Padahal kerbau itu 
sebenarnya binatang yang rajin, tekun, giat bekerja, kuat, dan setia. Jadi 
waktu dan kesempatan pun menjadi terbuang sayang.
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat. 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
 
Alarm Gempa [ERDBEBEN Alarm] 
Sedia Bibit Ikan Patin 




 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke