Kisah Ibu Guru Neyfi dan Dana BOS
http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/17/07061434/kisah.ibu.guru.neyfi.dan.dana.bos


Berita

Kamis, 17 April 2008 | 07:06 WIB

MINGGU, 20 April besok, Melvin Scafi merayakan ulang tahunnya yang
ke-4. Seharusnya, Melvin dan keluarga bergembira pada hari itu. Namun,
bocah kecil ini harus menunda kegembiraan di hari ulangtahunnya.
Pasalnya, mamanya, Neyfiyana (36), tidak bisa berkumpul merayakan hari
bahagia ini. Sudah empat bulan, sejak pertengahan Desember tahun lalu,
Neyfi -sapaan akrab Neyfiyana- ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu,
Jakarta Timur. Ia tersandung dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

"Saya rindu anak-anak saya. Buat seorang ibu, tidak bertemu dengan
anaknya selama empat bulan adalah siksaan. Seharusnya kami sekeluarga
bahagia hari Minggu besok merayakan ulangtahun Melvin. Tapi, Tuhan
belum mengizinkan kami sekeluarga bergembira tahun ini," tutur Neyfi
pelan saat ditemui di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Rabu (16/4).

Ia sama sekali tidak menyangka, ketidaktahuannya akan ketentuan
penggunaan dana BOS bakal menyeretnya ke penjara. Ia begitu terpukul
atas tuduhan korupsi yang ditujukan padanya. "Tak sepeser pun duit itu
saya gunakan untuk kepentingan pribadi. Saya hanya melaksanakan apa
yang sudah disahkan oleh pejabat berwenang. Bahwa ternyata itu salah,
saya sama sekali tidak tahu. Tahu-tahu masuk penjara," tuturnya dengan
senyum getir.

Empat bulan sudah Neyfi di Pondok Bambu. Matanya masih terlihat
sembab. Melvin dan adiknya, Michael Scafi (3 th), tahunya mama mereka
sedang tugas belajar ke Singapura. Siang itu, Agustinus (37), suami
Neyfi menemani perbincangan dengan Kompas.com. "Mereka sudah
berpindah-pindah tempat pengungsian. Melvin sering protes kenapa mama
belajar lama sekali. Kami sengaja tidak memberitahu yang sebenarnya
untuk menjaga kondisi piskologis mereka," ujar Agustinus.

Neyfiyana adalah kepala sekolah SD Maria Franciska, Bekasi, Jawa
Barat. Bolehlah dibilang nasibnya sedang sial. Enam belas tahun
sarjana pendidikan lulusan Universitas Atmajaya, Jakarta, ini meniti
karir sebagai guru. Tahun 2005 ia mendapat tawaran menjadi kepala
sekolah di SD Maria Franciska. Ia pun memutuskan pindah dari sekolah
sebelumnya dan menerima tawaran itu. Tahun itu pula pemerintah
menggulirkan program dana BOS sebagai kompensasi kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM).

Seumur-umur, Neyfi belum pernah berurusan dengan prosedur administrasi
negara. Maklum, selama ini ia mengajar di sejumlah sekolah lumayan
elite yang kondisi keuangan sekolahnya cukup mandiri. Buat orang awam
seperti Neyfi, prosedur tertib administrasi negara yang dimaksudkan
sebagai filter penyimpangan keuangan amatlah rumit. Tentu bukan hanya
Neyfi yang merasa dipusingkan oleh keruwetan administrasi ini.
Sialnya, ia sendirian mengalami apesnya nasib tersangkut dana BOS.

"Waktu itu, sebagai orang baru, saya tidak tahu kalau sekolah saya
menerima dana BOS. Yayasan juga sebetulnya menolak karena strata
sosial siswa-siswa sekolah kami adalah menengah ke atas. Kami pun
mengajukan penolakan penerimaan dana. Tapi, menurut diknas (pejabat
Departemen Pendidikan Nasional) setempat (tingkat kecamatan) dana ini
sudah telanjur turun, tidak bisa ditolak," terangnya.

Karena dana tidak bisa ditolak, mulailah Neyfi berkutat dengan tata
tertib administrasi kenegaraan untuk melengkapi prasyarat atas dana
yang telanjur turun. Berdasarkan ketentuan, sekolah penerima dana BOS
harus membuat Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
Rencana anggaran ini adalah panduaan penggunaan dana BOS di sekolah.

"Karena saya tidak tahu aturan soal dana BOS ini, ya saya mencari tahu
bagaimana sekolah-sekolah lain menggunakannya. Saya lihat-lihat dan
tanya ke guru-guru sekolah lain. Saya juga beberapa kali konsultasi
dengan diknas setempat. RAPBS pun jadi. Disahkan, ditandatangani oleh
camat, diknas dan komite sekolah. Ya sudah, itu yang saya jadikan
acuan," jelasnya.

September 2005 dana BOS untuk sekolah Neyfi cair. Sementara, panduan
penggunaan dana ini baru sampai ke tangannya setelah RAPBS disahkan.
Ia tidak lagi memperhatikan panduan itu karena sudah merasa yakin
dengan konsultasi dengan pihak diknas.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Januari 2007,
setelah satu tahun berlalu, datang surat panggilan dari Kejaksaan
Negeri Bekasi. Isi surat itu bak petir di siang hari yang terik. "Saya
kaget! Saya dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka dalam perkara
tindak pidana korupsi dana BOS tahun anggaran 2005 yang dialokasikan
kepada SD Maria Franciska," cerita Neyfi.

Usut punya usut, penyelewengan yang dimaksud dalam RAPBS yang disusun
Neyfi antara lain menyangkut pembelian pakaian kerja guru dan pakaian
koor guru dan siswa. Nefyi disangka merugikan keuangan negara sebesar
Rp 20 juta. Di penghujung tahun, 17 Desember 2007, Neyfi ditahan pihak
kejaksaan. Ayahnya yang syok menghadapi kenyataan putrinya masuk
penjara meninggal seminggu kemudian. "Kok, dari awal tidak diberitahu
bahwa itu salah. Kalau salah kenapa RAPBS kami disetujui, tidak
dikoreksi. Kalau tahu begini, mending tidak terima dana BOS, karena
kami memang tidak butuh," ucapnya.
Kemalangan Neyfi belum berakhir. Setelah terjerambab dalam kebingungan
tertib administrasi negara, Neyfi terjerumus dalam rimba gelap
peradilan negeri ini. Empat bulan dalam tahanan ia telah
menggelontorkan uang tak kurang dari Rp 100 juta untuk mengurus
perkaranya. Agustinus, suami Neyfi menuturkan, harta satu-satunya
milik mereka berupa rumah di kawasan Cikarang terpaksa digadaikan ke
Bank. "Kami ini orang buta hukum. Waktu Neyfi masuk penjara banyak
orang bilang begini begitu, karena tidak tahu kami ikuti saja. Katanya
ada yang mau bantu, tapi ternyata tidak ada hasilnya," tutur
Agustinus.

Persidangan kasus Neyfi masih berlangsung di Pengadilan Negeri Bekasi.
Jaksa penuntut umum menuntut hukuman penjara 1 tahun 6 bulan.
Sementara menunggu putusan majelis hakim, Neyfi menghabiskan
hari-harinya dengan doa untuk kedua anaknya dari balik terali. Apapun
putusannya, yang pasti Minggu besok Melvin akan merayakan ulang
tahunnya sendiri, tanpa Neyfi disampingnya.

KOMENTAR-KOMENTAR PEMBACA KCM DENGAN KRONOLOGI MUNDUR:
DARI YANG PALING BARU KE YANG LAMA

riza @ Jumat, 18 April 2008 | 10:32 WIB
Tapi, menurut diknas (pejabat Departemen Pendidikan Nasional) setempat
(tingkat kecamatan) dana ini sudah telanjur turun, tidak bisa
ditolak," terangnya. Aneh ya Diknas itu. Kok ada istilah "terlanjur
turun" ya? Takut dibilang bodoh dlm perencanaan? Sekolah anak sy pun
begitu, pdjl sebagian besar muridnya gol menengah keatas. Sy yakin Ibu
Neyfi yg sdh mengikuti prosedur itu tdk salah. Cek mundur, siapa2 saja
yg memaraf sd yg memberikan dana BOS itu.

abbas @ Jumat, 18 April 2008 | 10:12 WIB
saya marah... bagaimana pemerintah dapat melindungi pegawai seperti
ini... adakah perlindungan hukum buat pegawai ini... ADAKAH KEADILAN
DI NEGERI INI... KITA BELUM MERDEKA...

Harpoon @ Jumat, 18 April 2008 | 09:46 WIB
Lha Klo ga Butuh kok malah diterima ??? Khan aneh Besar kecil KORUPSI
HARUS DITUMPAS, semua KORUPTOR sama saja berusaha mengiba, TAPI DEMI
HUKUM TINDAK TEGAS SIAPAPUN ORANGNYA OK,PENEGAKAN HUKUM HARUS
KONSISTEN.......

Tiny @ Kamis, 17 April 2008 | 15:09 WIB
Yg benar2 menggelapkan dana bisa bersenang2 diluar sana, tapi yg
bersih malah menjadi kambing hitam. Dibalik terali besi saja masih
diperas, saya tau masalah ini dari tmn kampus saya yg merupakan salah
satu guru yang bekerja di SD tsb, saya percaya Ibu Neyfi tidak
bersalah. Doa kami menyertai ibu Neyfi. Kalau sampai keputusan yang
ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Bekasi benar2 tidak sesuai dengan
kebenaran, maka terbuktilah betapa bobroknya keadilan di Negara kita,
terutama oknum2 di PN tsb.

yunanta @ Kamis, 17 April 2008 | 13:37 WIB
Saya sedih

A. Francis @ Kamis, 17 April 2008 | 10:43 WIB
Bu Neyfi, sabar, banyaklah berdoa, dan kuatkan iman ibu kepada Tuhan.
Hukum, dan terutama Tuhan, tidak buta. Dia tidak akan meninggalkan ibu
dan keluarga selamanya, percayalah.

ratna @ Kamis, 17 April 2008 | 10:37 WIB
Untuk Bu KepSek, yg tabah...ya Jalani semua sesuai prosedur aja, jgn
dengar bujukan2 calo2 hukum ,yg cuma mo cari duit dr org yg lagi
susah. Sy prihatin sekali dgn kasus ibu ..semoga cpt kumpul lagi dgn
suami dan anak2 tercinta.

eric @ Kamis, 17 April 2008 | 10:03 WIB
bongkar aja semua borok nya! dana-dana tersebut toh ga pernah diterima
utuh seperti yang tertulis!
nurlely @ Kamis, 17 April 2008 | 10:00 WIB

bukan hal baru toh cerita demikian di republik ini? tp koq rasanya ada
yang ganjil darikisah ibu guru? kenapa tiba-tiba keluar surat dari
kejaksaan? ada masalah apa sebelumnya? tetap bersemangat ibu guru!

[EMAIL PROTECTED] @ Kamis, 17 April 2008 | 09:56 WIB
Masih banyak sperti Neyfi di negeri ini tetapi tak pernah
disorot.Oknum2 dikanas di negeri ini memang begitu.Bijaksananlah pak
hakim.Yakinlah Neyfi tak bersalah.salam dari marketer buku sekolah

abdullah umar @ Kamis, 17 April 2008 | 09:38 WIB
Mau dicari kemana lagi keadilan di negeri ini sementara para penjahat2
yg besar dan pembesar2 yg jahat terus merajalela di negeri ini ...
Duh, mirisnya hati ini ... Kepada Bu Neyfi, aku turut prihatin atas
musibah yg terjadi, terus berjuang, yakinlah pintu keadilan masih
terbuka...

Sangulosquaw @ Kamis, 17 April 2008 | 09:32 WIB
SIAPA DARI PEMERINTAH YANG BISA MENJELASKAN JAWABAN DARI PERTANYAAN
INI? APARAT HUKUM KITA BISA GAK? "Kok, dari awal tidak diberitahu
bahwa itu salah. Kalau salah kenapa RAPBS kami disetujui, tidak
dikoreksi."

ferfer @ Kamis, 17 April 2008 | 09:31 WIB
administrasi negara memang ruwet! ga usah jauh2 ke depdiknas,
administrasi tingkat RT aja sudah ruwet bin rumit. pindah meja sana
pindah meja sini. buat bu Neyfi, yg tabah ya bu. mudah2an anak2 dan
suami ibu sabar dan tabah.

anak @ Kamis, 17 April 2008 | 09:30 WIB
Berdoa
lian @ Kamis, 17 April 2008 | 09:27 WIB

coba bapak-bapak pejabat dan bapak-bapak yg melek hukum, dimana
keadilan bagi kita (rakyat yg awam hukum) sdh kejeblos uangnya diperas
pula sama oknum yg tdk bertanggung jwb.sementara yg jelas-jelas
korupsi masih enak-enakan menikmati hidupya... sabar ya bu guru...

uchas @ Kamis, 17 April 2008 | 09:26 WIB
embeeerrrrr... jadi males tuh berurusan sama yang berbau2 birokratis
pemerintahan... salah2 malah jadi ketipu...!!

zikoer @ Kamis, 17 April 2008 | 09:18 WIB
semoga kebenaran bisa terungkap, semoga keadilan berpihak pada yang
benar, Tuhan tidak pernah menutup mata Nya.

kikuk @ Kamis, 17 April 2008 | 09:17 WIB
Aparat kita emang keparat,pejabat kita emang penjahat,rakyat kita
semakin melarat,hidup kita semakin dihujat

naya @ Kamis, 17 April 2008 | 09:15 WIB
yang menikmati harta enak2an dirumah,,,,ngopi,makan,baca koran krn
berhasil mengkambing hitamkan orang yang tidak bersalah,,,mental orang
diatas ternyata bisa dibeli y?artinya mental sesungguhnya adalah
mental pengecut

mya @ Kamis, 17 April 2008 | 09:13 WIB
jangan percaya ama orang2 kejaksaan .... 1:1000 yang bener2 sudah "
NYUCI PAKE ATTACK 10 JARI "

zadok @ Kamis, 17 April 2008 | 09:13 WIB
sabar y bu.....apapun yg ibu perbuat asal TIDAK TERBUKTI BERSALAH,
Tuhan pasti tolong....semua ada waktunya.

Hari @ Kamis, 17 April 2008 | 09:11 WIB
janksa kita maunya minta duit saja, kalau tidak dipenuhi langsung
ditahan, kalau dikasih duit apalagi milyar seperti kasus jaksa urip,
walaupun kasusnya triliun tidak ditahan, betul-betul bobrok
jaksa-jaksa di indonesia bukan saja oknum tapi hampir 100 % jaksanya
bobrok, mata duitan

linda @ Kamis, 17 April 2008 | 09:10 WIB
aduh saya kembali bingung nih,sebenarnya hukum kita yg berjalan di
Indonesia ini seperti apa sih? apa hukum rimba?sabar aja bu...smoga
keputusan finalnya berakhir baik dan hendaknya kejadian yg lewat menjd
pelajaran bahwa lingkungan di sekitar kita ada pepatah lempar batu
sembunyi tangan

paku-paku @ Kamis, 17 April 2008 | 09:09 WIB
Semoga Tuhan membukakan jalan untuk Ibu Neyfi sekeluarga...

IRS @ Kamis, 17 April 2008 | 09:08 WIB
perkara 20jt kan ga kecil, jd ditangkep aja..tpi kalo perkara milyaran
pasti kebagian, ya dlepas.. harusnya orang2

Rakyat @ Kamis, 17 April 2008 | 09:08 WIB
air mata menetes, membaca kisah ini. Wahai para hakim, dimana rasa
keadilan yang anda junjung selama ini? tidak hanya keadilan secara
hukum, tapi juga secara moral. Hanya doa yang bisa aku panjatkan,
semoga secepatnya diberi kebebasan.

rosa @ Kamis, 17 April 2008 | 09:08 WIB
sungguh ironis, itulah kerja aparat pemerintah yang bisanya
menyalahkan orang lain.... Tabahlah bu, yakinlah Tuhan pasti membantu
anda...semoga keluarga anda dikuatkan...dengan cobaan berat yang
seharusnya tidak anda tanggung.

pensil @ Kamis, 17 April 2008 | 09:07 WIB
ngerinya tinggal di tanah air sendiri, tidak ada jaminan untuk hidup
tenteram dan damai. bisa jadi sewaktu-waktu kita yang buta hukum bakal
mengalami kejadian serupa. jeruk makan jeruk!!!!

amadya @ Kamis, 17 April 2008 | 09:06 WIB
Bu tabahkan hatimu, banyaklah berdoa semoga Tuhan membalas semuanya.Amin

rasyid @ Kamis, 17 April 2008 | 08:59 WIB
seharusnya kejaksaan jangan tebang pilih, seharusnya banyak yg harus
diusut terutama instansi pendidikan pemerintah, mereka khan tahu, usut
juga apa mmg benar ybs mengeluarkan 100 juta

musa @ Kamis, 17 April 2008 | 08:59 WIB
terkadang penjara salah satu tempat dimana kita dapat mengerti benar
apa itu artinya kemerdekaan....................yang sejati dalam
hidup.!!!!

tok @ Kamis, 17 April 2008 | 08:59 WIB
wah ,.. hebat yah para penegak hukum di negeri ini,... orang buta
hukum di penjara. orang bawa kabur uang trilunan rupiah uang rakyat
happy ending aja tuch. negeri "keblinger" yang sok kuminter......

redyan @ Kamis, 17 April 2008 | 08:56 WIB
ibu neyfi saya turut prihatin atas musibah yang menimpa anda.Anda
adalah satu dari korban konspirasi korupsi dari para aparat pendidikan
negeri kacau balau ini.Bilang pada suami anda untuk stop jual menjual
harta untuk perkara anda ini.Karena kans menangnya terlalu sedikit.Dan
yang dapat anda lakukan hanya pasrah.sabar ya Bu Neyfi.Kalo anda
percaya neraka.Itu tempat orang yang menjebloskan anda ke penjara

cornelia @ Kamis, 17 April 2008 | 08:52 WIB
saya sangat sedih mendengar kasus ini. saya salut dengan kinerja
pemerintah dalam memerangi korupsi..tapi kalo di lihat dari masalah
ini..betapa malangnya orang yang menjadi korban karena ketidaktahuan
prosedur administrasi...oleh karena itu mari ini qt jadikan pelajaran
supaya qt tidak menjadi orang yang bersalah oleh karena kesalahan
orang lain

Mangasi @ Kamis, 17 April 2008 | 08:40 WIB
Beraninya sama orang kecil, coba tangkap koruptor BLBI, semoga pak
JAKSA AGUNG membaca berita ini.

hasrim @ Kamis, 17 April 2008 | 08:39 WIB
Sungguh uraian luarbiasa. Isinya sungguh menyentuh kemanusiaan.
Seorang guru yang tidak mengambil sepeserpun uang tapi dijebloskan ke
dalam penjara. Anak-anak yang masih kecil2 Ayahnya serangan jantung
dan meninggal karenanya. Apakah sidang-sidangnya sudah sampai ke
pembelaan? Saya ingin menerima pledooinya.

au au @ Kamis, 17 April 2008 | 08:39 WIB
kasian tu orang,kalo tak bersalah jangan dpenjara .Cari bukti ,saksi
dan keterangan dari tersangka atau taman 2x.baru proses.Ok.semoga
tabah dan ambil hikmanya yaaaa.

jony @ Kamis, 17 April 2008 | 08:26 WIB
hati2 kl buta hukum sering kena tipu, apalagi soal peradilan.

joshua @ Kamis, 17 April 2008 | 08:24 WIB
USAHAKAN SEDAPAT MUNGKIN tidak berurusan dengan pihak pemerintah.
APalagi seperti menerima sesuatu dipaksakan pasti ada maunya. Karena
pada waktu P4 dulu jelas penatar bilang HUKUM TUMPUL ke atas TAJAM ke
bawah.

miftah mugny @ Kamis, 17 April 2008 | 08:23 WIB
Untuk keluarga Ibu Neyfi sebaiknya tunjukan bukti transaksi dan Rapbs.
Begitu juga SPJ. Jangan lupa bukti pengesahan dari Sudin dan buku
ekspedisi surat bila itu ada kesalahan bukan lagi pada ibu tetapi yang
mengesahkan SPJ.BOS Yaitu pejabat / petugas Sudin setempat

Nashir @ Kamis, 17 April 2008 | 08:14 WIB
Tunggu aja pembalasannya. Merugikan negara 20 juta, habis uang perkara
100 juta. Memang keterlaluan aparat di negeri ini. coba kalau tidak
ada guru ga akan bisa kalian jadi hakim, jaksa, pengacara, polisi,
pejabat diknas etc. Giliran guru kena apes kalian malah
memanfaatkanya. Tunggu aja janji Tuhan bahwa azab Tuhan akan terasa
lebih pedih dan menyakitkan.

al fatihah @ Kamis, 17 April 2008 | 08:14 WIB
begitulah aparat hukum kita, beraninya dengan orang2 yang lemah saja.
coba hadapi para pengemplang BLBI.... tunggu saja azab Alloh yang amat
pedih...
marsya @ Kamis, 17 April 2008 | 08:13 WIB
dasar Indonesia......., gimana sich hukum kita
????????????????????????? bisanya hanya menindas orang yang di bawah
,giliran pejabat aja dihukum cuman sebentar.......contolah negeara
lain yang peraturan hukum benar2 ditegakakn....

Reply via email to