http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=10565

Selasa, 03 Juni 2008,


Kisah Korban-Korban Penyerangan di Monas
 

Tendang dan Keroyok Berlanjut meski Telah Terkapar 
Sejumlah korban penyerangan anggota Komando Laskar Islam (KLI) dan massa 
berjubah FPI harus mendapat perawatan serius. Sampai tadi malam banyak yang 
masih opname. Berikut kisah-kisah pilu mereka. 

DIAN WAHYUDI - Jakarta
-------
KH Maman Imanulhaq tak mengira hari lahir Pancasila dua hari lalu justru 
dirobek oleh insiden kekerasan. Kiai muda pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan, 
Majalengka, Jawa Barat, itu datang ke Jakarta untuk mengekspresikan sikap 
kebangsaannya. Ternyata, kepala, dagu, dan tulang rusuknya luka oleh gerombolan 
pengeroyok. Dia terkapar dan dibawa ke rumah sakit.

Kiai berusia 36 tahun itu tak lantas emosional setelah insiden tersebut. Dia 
tetap berharap mereka mau berdialog. "Saya pribadi sangat menyesalkan. Insiden 
Monas itu seharusnya tak terjadi," ujar KH Maman kemarin. Kejadian tersebut 
tidak akan muncul, lanjutnya, jika semua pihak bersedia menyelesaikan setiap 
perbedaan dengan dialog.

Kiai muda yang akrab disapa Kang Maman itu termasuk salah seorang korban yang 
menderita luka-luka. Dia juga harus mendapat perawatan di RS Mitra 
Internasional, Jakarta Timur. Dia opname sehari semalam. Dagunya yang robek 
harus mendapat lima jahitan. Kepala dan tulang rusuknya juga memar. 

Kemarin (2/6) sore tim dokter memperbolehkannya pulang dan menjalani rawat 
jalan. Meski luka-lukanya cukup serius, dia merasa masih enteng. "Luka saya 
termasuk tidak terlalu parah. Beberapa teman lain bahkan sempat kritis," ujar 
sosok moderat itu. 

Kang Maman lalu menceritakan penyerangan yang berlangsung sekitar 20 menit 
tersebut. "Yang terjadi kemarin (dua hari lalu) jelas bukan bentrok, tapi murni 
penyerangan," kata anggota Dewan Syura DPP PKB itu.

Menurut Kang Maman, saat itu dirinya bersama rombongan yang berjumlah sekitar 
150 orang baru datang di lokasi Monas. Mereka berencana melakukan aksi damai 
untuk memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni. "Awalnya, kami bergerak dari 
Stasiun Gambir," ujarnya.

Rombongan Kang Maman lantas bergabung dengan puluhan peserta aksi yang datang 
terlebih dulu. Mereka melebur menjadi Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan 
Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang terus berdatangan. "Tidak lama 
berselang, terjadilah penyerangan itu," katanya.

Sekitar 500 orang yang menggunakan atribut FPI mengepung anggota AKKBB. Menurut 
Kang Maman, massa tersebut menyerang sambil terus berteriak-teriak. "Bunuh 
Ahmadiyah! Lantas ada teriakan: 'Allahu Akbar!' Bahkan, ucapan-ucapan tak 
senonoh semisal anjing, babi, dan sebagainya juga terlontar," ungkapnya, 
mengingat insiden tersebut.

Secara refleks, kata dia, dirinya berusaha melindungi beberapa peserta aksi 
dari AKKBB yang juga banyak terdiri atas anak-anak dan perempuan itu. Namun, 
akibatnya, dirinya sendiri harus menerima serangan dari beberapa orang yang 
membawa kayu dan bambu. "Suasana sangat kacau, teriakan ketakutan dan tangisan 
bergabung dengan suara takbir serta umpatan dari massa FPI," ujarnya. 

Menurut Maman, dirinya dikeroyok sekitar 10 orang. "Saat jatuh di tanah pun, 
rusuk saya terus ditendangi bergantian," ungkap ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul 
Ulama (LDNU) Kabupaten Majalengka tersebut.

Beruntung, dia bisa menyelamatkan diri. Selanjutnya, oleh beberapa santrinya, 
Maman pun langsung dibawa ke rumah sakit. 

Selain Maman, Direktur Wahid Institute Ahmad Suaedy juga terluka. Intelektual 
muda itu menderita luka di dagu dan memar di beberapa bagian tubuh. Dia pun 
mengutuk keras kekerasan atas nama Islam tersebut. 

Seperti halnya Maman, Suaedy dipukuli sekelompok anggota massa FPI. Saat itu, 
dia sedang bersama istrinya. "Saya tidak mungkin lari saat itu karena ada istri 
saya di samping," ungkapnya di Kantor Wahid Institute, Jl Amir Hamzah, kemarin 
(2/6). 

Saat itu, kata dia, selain istrinya, ada orang tua dan satu orang lagi yang 
menggunakan kursi roda tak jauh dari dirinya. "Saya berusaha melindungi mereka 
karena mereka juga hendak dihajar," ujarnya.

Sampai tadi malam, sejumlah korban masih dirawat di rumah sakit. Nong Darol 
Mahmada, aktivis AKKBB, menyatakan, sedikitnya di RSPAD ada empat orang, satu 
orang di RS Budi Kemuliaan, satu orang di RSCM, dan dua orang di RS Tarakan. 

Salah seorang yang dirawat di RSPAD adalah Muhammad Guntur Romli. Aktivis 
Jaringan Islam Liberal tersebut mengalami luka parah. Tulang pipi patah dan 
hidungnya bergeser karena hantaman kayu. Dia menjalani operasi sekitar tiga jam 
untuk mengembalikan posisi tulang itu. 

Ceritanya, kata Nong, Guntur berusaha menyelamatkan ibu dan bapak bersama anak 
kecil yang diserang gerombolan tersebut. Dia pun menghadang bahaya. "Wajah 
Guntur lalu dipukul kayu," jelas Nong. 

Guntur yang terkapar dibawa ambulans ke puskesmas. Namun, dalam keadaan wajah 
sudah berdarah, dia tak mau. Dia ingin kembali ke Monas untuk melihat 
rekan-rekannya. 

Tapi, dia kemudian kehilangan tenaga dan hampir jatuh. Oleh warga setempat, dia 
dibantu ke wartel dan menelepon teman-temannya. Setelah itu, dia diusung ke 
RSPAD dan dirawat di sana. 

Yang kemarin masuk RSPAD adalah Dr Syafii Anwar. Tokoh kerukunan antaragama 
tersebut, setelah mendapat pukulan, merasa tidak apa-apa. Padahal, kepala 
sebelah kiri bocor berdarah. "Tapi, dia tadi (kemarin) merasa pusing-pusing dan 
akhirnya dirawat," jelas Nong. 

Nong yang waktu itu juga menyaksikan penyerangan tersebut luput dari keroyokan. 
"Yang datang kepada saya hanya satu orang. Saya marah-marahi dia. Ternyata, dia 
balik," ungkap putri kiai dari Banten tersebut. 

Dia juga menyaksikan spanduk-spanduk AKKBB diturunkan. Bersama backdrop acara, 
spanduk itu dibakar. "Mobil panitia sempat akan dibakar, tapi berhasil 
dicegah," katanya.

Seperti aktivis AKKBB yang lain, dia tak menyangka hari itu akan berubah jadi 
tragedi. "Maunya acara itu jadi apel kebangsaan yang sejuk, seperti piknik," 
ujar Nong. 

Karena itulah, mereka mengundang para keluarga beserta anak-anak untuk acara di 
Monas tersebut

Reply via email to