http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009062506384143

      Kamis, 25 Juni 2009 
     

      OPINI 
     
     
     

Kumbokarno, Pilihan demi Bangsa 

      Sudjarwo

      Guru Besar FKIP Unila

      Melewatkan masa kanak-kanak di perkampungan Jawa yang kental di Provinsi 
Sumatera Selatan, saya begitu menikmati cerita-cerita wayang kulit. Hampir 
setiap pekan, ada saja pertunjukan wayang untuk berbagai hajat. Dari acara 
bersih desa, kawinan, sunatan, hingga yang sengaja nanggap untuk ruwatan.

      Cerita-cerita yang dibawakan dalang begitu menginspirasi. Salah satu 
lakon yang cukup populer dan sering dibawakan dalang adalah Kumbokarno gugur. 
Ada sejumlah pitutur atau nasihat yang terselubung dari cerita itu, dan pada 
saat-saat tertentu semua nasihat itu muncul kembali sebagai historia nostalgia. 
Salah satunya tentang bagaimana kita memilih tetap membela negara, meskipun 
pada posisi yang kurang menguntungkan secara pribadi. Tamsil itu relevan 
kembali pada saat seperti sekarang menjelang pesta demokrasi pemilihan 
pemimpin. Walaupun dengan situasi dan waktu yang berbeda.

      Era keterbukaan seperti sekarang ini, termasuk di dalamnya pola 
pemilihan, apa pun keperuntukkannya, dilaksanakan secara langsung, bebas, dan 
rahasia. Tidak terkecuali pemilihan presiden yang dilaksanakan awal Juli. Pada 
saat ini didahului dengan sejumlah rali kampanye, di mana para kandidat 
melakukan perjalanan menawarkan program, menarik simpati masyarakat, untuk 
dapat memilih sang calon pada saatnya nanti. Sampai-sampai kita yang mengikuti 
pun menjadi bingung ini kampanye atau adu sindir.

      Pemilihan dengan pola ini, termasuk pemilihan apa pun, dari RT, RW, 
lurah, bupati, gubernur, rektor, akan menyisakan residu kelompok puas, tidak 
puas, dan tidak berpendapat. Ketiga kelompok ini memiliki potensi perilaku 
berbeda-beda. Tidak jarang perilaku tersebut menjadi destruktif, bahkan 
cenderung saling menghancurkan.

      Contoh peristiwa ini di mana-mana telah muncul, bahkan jauh sebelum masa 
merdeka, seperti masa Ken Arok di Kerajaan Singasari, masa Kuti di kerajaan 
awal Majapahit, dan lain sebagainya. Namun hampir dipastikan peristiwa sejarah 
cenderung berulang walau dengan setting yang berbeda. Pengulangan itu adalah 
ketidakpuasan yang berujung pada pertikaian.

      Pada kondisi seperti itu, yaitu memilih dari sejumlah pilihan, tentu 
tidak semua opsi dapat mewakili aspirasi kita. Tidak jarang aspirasi tadi tidak 
jumbuh dengan harapan. Oleh karena itu model opsi yang dipilih seperti 
Kumbokarno untuk mementingkan negara dari pada pilihannya, adalah teladan yang 
sangat tepat.

      Tamsil Kumbokarno maju perang menantang Ramawijaya bukan berarti dia 
membela abangnya sang Rahwana yang tamak dan merebut istri orang (Ramawijaya), 
melainkan Kumbokarno maju perang karena demi negaranya yang telah dijarah 
pasukan kera Ramawijaya. Kumbokarno tidak sudi dijajah, dan tidak rela 
negaranya dijadikan rayahan oleh orang luar, walaupun dia juga sadar bahwa 
semua itu akibat dari perilaku abangnya yang merusak.

      Bersandar pada tamsil di atas, maka dalam memilih siapa pun sebagai 
pemimpin negeri ini, pada level apa pun, jangan sampai karena pemilihan itu 
menjebak kita pada situasi terbelenggu kepada pemimpin yang dipilih. Masih ada 
yang lebih lagi kita perjuangkan, yaitu keutuhan kesatuan negara ini dalam arti 
luas. Martabat bangsa sebagai harga mati yang tidak mungkin ditawar-tawar 
adalah sesuatu keharusan.

      Kita jangan terjebak kepada kepentingan sempit yang hanya mengutamakan 
kekuasaan, atau mendudukkan seseorang menjadi pemimpin. Akan tetapi yang lebih 
utama adalah bagaimana menyelamatkan negara ini agar tetap utuh dalam satu 
kesatuan berbangsa dan bernegara. Pilihan boleh beda, harapan juga bisa beda, 
tetapi cita-cita negara kesatuan harus tetap menjadi prioritas.

      Kesadaran akan "kesalahan sejarah" setelah pemilihan biasanya baru muncul 
setelah siapa yang dipilih tidak dapat memenuhi aspirasi pemilihnya. Kesalahan 
sejarah dijadikan outokritik bagi pemilih akan kesalahan dalam memilih. Hal ini 
dapat terjadi karena sang calon dapat membungkus dengan rapi maksud yang 
terkandung di lubuk hati yang paling dalam.

      Oleh sebab itu, kepada para pemilih hendaknya berlaku hati-hati sebelum 
menjatuhkan pilihan karena kesalahan sejarah dapat berulang apabila kita tidak 
cermat dalam menentukan pemilihan. Pemilihan dimaksud adalah dalam arti yang 
sangat luas, bukan hanya pemilihan presiden, melainkan jauh lebih penting dari 
itu adalah memilih pemimpin masa depan dari institusi di mana kita berada.

      Kesalahan sejarah akan sulit diperbaiki karena harus menunggu kurun waktu 
tertentu. Sementara itu kesalahan tadi akan terus meminta korban, minimal 
korban perasaan kita sendiri. Selamat memilih karena hidup ini sendiri adalah 
hasil dari memilih. n
     

<<bening.gif>>

Kirim email ke