Kumpulan berita soal peristiwa UNAS
Untuk memudahkan banyak kalangan mencermati masalah penyerbuan aparat kepolisian terhadap kampus UNAS, yang merupakan peristiwa serius sekali, maka berikut ini disajikan kumpulan dari sebagian berita-berita sekitar masalah tersebut. Bahan-bahan atau informasi lainnya dapat disimak dalam website http://kontak.club.fr/index.htm dengan mengklik Gelora gerakan membatalkan kenaikan BBM dan Buntut penyerbuan aparat kepolisian ke kampus UNAS = = = = = = Keluarga Mahasiwa Unas Mengadu ke Komnas HAM Kompas , 27 Mei 2008 JAKARTA, SELASA - Sekitar 50 orang Keluarga mahasiswa Universitas Nasional (Unas) mengadukan nasib anggota keluarga mereka yang masih ditahan di Mapolres Jakarta Selatan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (27/5). Para keluarga mahasiswa itu meminta KomnasHAM membantu mengajukan penangguhan penahanan kerabat keluarga mereka. "Tuntutan mereka adalah agar segera ditangguhkan penahanan anak dan kerabat mereka walaupun bersyarat, karena mereka mau menjamin ini. Itu yang mereka laporkan kepada kami. Kami sudah menjelaskan langkah-langkah yang sudah dilakukan Komnas HAM termasuk sudah berkoordinasi dengan Polri untuk membicarakan masalah ini," ujar Ridha Saleh saat menemui keluarga mahasiswa Unas di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (27/5). Namun, kata Ridha, berkaitan dengan penangguhan penahanan, Komnas HAM tidak punya kewenangan untuk memberikan jaminan kepada keluarga. Apalagi, lanjut Ridha, soal penangguhan belum bisa karena sedang dilakukan penyidikan. Sebab, menurut aturan, kalau penyidikan sedang dilakukan, tidak boleh ada intervensi dari siapapun, termasuk dari Komnas HAM. Ia mengatakan, Komnas HAM sudah membentuk tim pemantauan yang akan melakukan monitoring langsung. "Nggak ada kewenangan itu. Tapi kami bisa memberikan dukungan kepada permintaan korban, keluarga atau lembaga yang mendampingi mereka untuk meminta kepada polri menangguhkan penahanan itu bersyarat. Jadi memberitahukan alasan-alasan kenapa ini perlu ditangguhkan atas dasar permintaan dari keluarga korban itu," lanjut dia. Alasan-alasan seperti apa? Ridha menyebut setidaknya ada tiga alasan. Yakni, karena keluarga korban merasa bahwa anak mereka tidak bersalah. Ridha juga mengatakan KomnasHAM tidak mau masalah ini menjadi maslaah yang krusial, isu yang dipakai terus menerus untuk menjadikan stabilitas politik kita terganggu. "Juga upaya kita untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban," lanjut dia. Dikatakan Ridha, ada beberapa hal yang dikeluhkan keluarga mahasiswa terkait dengan penahanan yang dilakukan aparat kepolisian pada keluarga mereka. Ridha mencontohkan, misalnya, dari aspek medis, keluarga meminta biaya medis korban ditanggung polisi. Keluarga juag mengeluhkan bahwa anak dan kerabat mereka di dalam tahanan masih ada penyiksaan, juga kurangnya akses bagi keluarga yang ingin menjenguk. Untuk masalah itu, Ridha menyebut sudah berbicara langsung Mabes Polri. "Hari ini kami mengelurkan surat yang meminta agar aparat polisi memberikan akses bagi keluarga korban untuk menjenguk. Kedua, memperlakukan tahanan secara manusiawi sesuai hukum kita. Ketiga soal biaya medis dari korban, dari hasil pembicaraan kami dengan Kadiv Humas Mabes Polri soal itu, mereka akan menanggung seluruhnya biaya medis dari mahasiswa yang sedang diamankan," sambung Ridha. Di sisi lain, Ridha mengatakan dari temuan awal, Komnas HAM menemukan ada pelanggaran HAM dalam penyerbuan polisi ke kampus Unas, Sabtu (24/5). Ridha mengatakan, meski apa yang dilakukan kepolisian sesuai prosedur, itu tidak menggugurkan pelanggaran HAM. "Kebenaran prosedur tidak melegalkan pelanggaran HAM yang dilakukan kepolisian," pungkas Ridha Saleh. (Persda Network/had) · * * Mahasiswa Unas Gagal Bebaskan Teman-temannya Kompas, 27 Mei 2008 JAKARTA, SELASA - Mahasiswa Universitas Nasional (Unas) menuntut semua rekan-rekannya yang ditangkap dan ditahan saat menggelar aksi di Kampus Unas, Sabtu (24/5) lalu harus dibebaskan semua. Mereka tidak peduli apakah teman-temannya itu pengedar narkoba atau bukan. "Kami menuntut semua yang ditangkap saat aksi dibebaskan. Konteks penangkapannya adalah saat aksi untuk menyampaikan aspirasi. Kalau polisi mau menangani kasus narkoba itu lain lagi. Mereka harus dibebaskan," ungkap Intan, salah satu mahasiswi Unas mewakili teman-temannya di sela-sela aksi, Selasa (27/5). Pernyataan itu disampaikan Intan ketika diminta keterangan atas tuntutan yang diajukan saat bertemu Kapolres Jakarta Selatan. Sekitar 500 mahasiswa Unas menggelar aksi di depan Kantor Polres Jakarta Selatan. Mereka menuntut 34 temannya yang masih ditahan segera dibebaskan. Lima orang perwakilan dari mahasiswa Unas, salah satunya adalah Intan, diterima Kapolres Kombes Chairul Anwar. Kelima perwakilan mahasiswa ini diajak dialog oleh Kapolres. Sekitar satu jam mereka diterima Kapolres Jakarta Selatan. Namun tuntutannya untuk membebaskan rekan-rekannya gagal. Kapolres mengaku tidak memiliki kewenangan. Yang berwenang membebaskan adalah penyidik. Intan mewakili mahasiswa Unas menyampaikan kekecewaannya seusai bertemu dengan Kapolres. Menurut Intan, alasan yang disampaikan Kapolres tidak logis. Sebab ia juga merupakan penyidik. "Itu hanya upaya Kapolres melempar tanggung jawab. Dia kan juga penyidik," ungkapnya kecewa. Penolakan Kapolres itu membuat para mahasiswa Unas geram. Namun demikian aksi mereka tetap tertib. Tidak sampai terjadi tindakan anarkis. Hanya saja dari mulut-mulut para mahasiswa ini keluar umpatan dan nyanyi-nyanyi cacian terhadap polisi. Mulai dari, "Polisi Jelmaan Setan", "Polisi Anthek Kolonialis", "Polisi Mucikari" dan masih banyak lagi kata-kata cemoohan terhadap polisi. Sebelum membubarkan diri, mereka menegaskan tekadnya untuk demo kembali ke Polres Jakarta Selatan sampai teman-temannya dibebaskan. (Persda Network/Sugiyarto) * * * Orang Tua Mahasiswa Unas Ajukan Penangguhan Penahanan Kompas, 27 Mei 2008 JAKARTA, SELASA - Orang tua dari 31 mahasiswa Universitas Nasional (Unas) telah mengajukan penangguhan penahanan anak mereka, yang saat ini masih ditahan di Mapolres Jakarta Selatan. Para orang tua tersebut meminta Komnas HAM untuk menjembatani antara pihak orang tua dengan pihak kepolisian. Penangguhan penahanan tersebut telah diajukan Senin (26/5) kemarin. Kuasa hukum mahasiswa, Zainal Arifin menyatakan, keluarga korban bisa menjamin bahwa anak-anak mereka tidak akan melarikan diri. "Alasan pengajuan penahanan kan, agar tersangka salah satunya tidak melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukti. Keluarga korban bisa menjamin bahwa anak-anak mereka tidak akan melakukan hal tersebut. Tapi belum ada respon dari pihak kepolisian, katanya masih mengintensifkan penyelidikan," ujar Zainal saat dijumpai usai konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/5). Salah satu orang tua mahasiswa, Mizan MW (Fakultas Sastra), Joko Sumpena mengatakan, selain orang tua, Komnas HAM dan Rektor Unas juga akan menjadi penjamin. Sebagai orang tua, Joko dan orang tua mahasiswa lainnya berharap proses hukum yang tengah berjalan tidak mengganggu aktivitas akademis putra mereka. "Penangguhan penahanan, sudah kami serahkan ke tim advokasi. Tapi kami berharap agar anak-anak kami dipulihkan mentalnya, karena mental mereka sudah down sejak masuk sel. Apalagi sekarang sedang menjalani pendidikan, mau ujian lagi," kata Joko. Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh mengatakan, Komnas HAM siap menjadi penjamin dan akan meminta pihak kepolisian untuk mengabulkan penangguhan penahanan. "Kalau menjadi penjamin, kami tidak ada masalah, tapi akan kami bicarakan dulu secara internal. Pada intinya kami juga meminta untuk tidak melakukan penyiksaan," kata Ridha. Tiga puluh satu mahasiswa yang ditahan, rata-rata dijerat pasal 214 (1), 213 (1), 212 (1), 335, 160 dan 170 KUHP, atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap kekuasaan umum dan atau perbuatan tidak menyenangkan dan atau kejahatan terhadap ketertiban umum. Berikut adalah nama-nama mahasiswa yang ditahan berdasarkan data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yang menjadi tim kuasa hukum mahasiswa : 1. Muhammad Anwar (Fakultas Hukum) 2. Zaky Arsy (Fisip) 3. Sahrul Nadar (Fisip) 4. Eko Kuncoro (Fakultas Teknik) 5. Ruby (Fisip) 6. Yogi (Fakultas Sastra) 7. Dodi (Fakultas EKonomi) 8. Mizan M. Wicaksono (Fakultas Sastra) 9. Dedy Oktawa (Fisip) 10. Berly (Fisip) 11. Mahftuh Fauzi (ABA) 12. Syahrul Q (Fisip) 13. Robert T (Fisip) 14. Evan Nugraha (Fakultas Pertanian) 15. Bayu Eko Novianto (Fakultas Teknik) 16. Komarudin Salim (Fisip) 17. Arief Suwanto (Fakultas Ekonomi) 18. Beni (Fisip) 19. Ceppy Febrinika (Fisip) 20. Octra (Fakultas Hukum) 21. Hardito (Masyarakat) 22. Akbar Z (Fakultas Ekonomi) 23. Suryo Bawono (Fisip) 24. Fickar (Fisip) 25. Rahman Rahayaan (Fakultas Hukum) 26. Yoseph (Fisip) 27. Zeinardi Ridwan (Fakultas Hukum) 28. Ade Kusumah (Fakultas Teknik) 29. Yulli M Ferri (Fakultas Teknik) 30. Raihan (Fakultas Hukum) 31. Diki (Fakultas Hukum) * * * PKS Tuding Polri Pakai Gaya Orba Kompas, 26 Mei 2008 | JAKARTA, SENIN - Kasus insiden berdarah di Kampus Universitas Nasional (Unas), terus mendapat sorotan. Terkait kasus insiden di Unas, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), melalui juru bicaranya yang tak lain mantan Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), Rama Pratama menyatakan, Polri telah mempertontonkan cara-cara refresif, seperti zaman Orde Baru. Mantan aktivis mahasiswa 98, yang kini anggota Komisi XI DPR RI Rama Pratama mengemukakan hal itu di Jakarta, Senin (26/5). "Polisi kembali memakai gaya orde baru yang represif di tengah-tengah upaya kita menumbuhkembangkan demokrasi atas dasar saling menghargai pendapat yang berbeda. Apa pun alasannya, polisi tak patut menyerbu kampus dan merusak sarana pendidikan," ujar Rama Pratama. Mantan Ketua BEM Universitas Indonesia ini kembali menegaskan, Polri sebagai aparat pengayom harusnya memberikan contoh teladan untuk meredakan suasana panas pasca pengumuman kenaikan harga BBM. "Mahasiswa sebagai elemen masyarakat adalah pihak yang paling mudah tersentuh dengan kesusahan rakyat dengan kenaikan harga BBM ini, cobalah pahami kondisi ini. Pemerintah juga harus bersikap bijak dengan meletakkan komitmen untuk tidak menambah kesulitan masyarakat di tengah resesi yang melanda," katanya. Sementara itu, Ketua DPR Agung Laksono usai menerima Rektor Unas Prof. Dr. Umar Basalim meminta Polri untuk mengusut bila ada dalang dibalik kerusuhan di Kampus Unas. "Yang terpenting dalam kasus ini adalah dengan melakukan investigasi terlebih dahulu apa betul ada aktor dibalik itu dan apa siapa yang sebetulnya memberi komando, siapa yang menunggangi sehingga peristiwa itu terjadi. Ini bukan soal main-main karena biar bagaimanapun, apa yang terjadi adalah suatu tindakan yang bisa mencederai demokrasi bila dibiarkan," tegas Agung Laksono. Rektor Unas Prof. Dr. Umar Basalim mengatakan, pihaknya meminta untuk dipercayakan menyelesaikan persoalan yang menimpa universitas yang dipimpinnya secara internal. "Kalau kami tidak mampu menyelesaikannya barulah kami akan meminta bantuan. Apakah memang dikatakan ada provokasi atau tidak, biarkan Polri yang mengusutnya, " pintanya. Angota Komisi III lainnya, Gayus Lumbuun menyatakan, tragedi berdarah penyerbuan kampus Unas bisa akan membuat malu Indonesia di dunia internasional. Salah satu alasannya adalah terungkapnya ada penyalahgunaan narkoba dan ditemukannya granat saat Polisi melakukan penyerbuan. Gayus menilai, pengungkapan itu pada dasarnya bukanlah tujuan utama dari apa yang dilakukan oleh aparat. "Telah terjadi penyimpangan berita. Karena menurut saya, penemuan atau dugaan penggunaan narkoba setelah tertangkap (mahasiswa). Artinya, tidak tujuan dari kepolisian untuk mengantisipasi keamanan. Sebaiknya, crime against humanity (kejahatan melawan kemanusiaan) ini benar-benar disadari karena ini bukan bagian dari tanggung jawab nasional, tapi tanggung jawab internasional. Saya khawatir, tayangan di televisi, kalau diikuti oleh dunia internasional, bisa menjadi masalah besar bagi negara ini," papar Gayus Lumbuun. "Kapolri harus memberikan klarifikasi yang jelas. Dan komisi III tidak akan memberikan sanksi kepada para penegak hukum karena Komisi III hanya teratas kepada rekomendasi apakah ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh mitra kerja kita. Sementara sanksi bisa dilakukan oleh lembaga yang lain," kata Gayus lagi. (Persda Network/yat) * * * UNAS Bentuk Pembungkaman Suara Rakyat Kompas, 26 Mei 2008 SOLO, SENIN- Tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian saat menangani aksi mahasiswa Universitas Nasional Sabtu lalu dikecam berbagai kalangan di Kota Solo. Insiden di UNAS merupakan contoh kasus bagaimana polisi dalam mengatasi berbagai aksi-aksi yang terus menentang kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), serta upaya membungkam suara rakyat atas kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat miskin. Demikian pernyataan sikap Konsorsium Solo yang disampaikan koordinatornya Muh Amin, Senin (26/5) malam. Selain menuntut segera dilakukan proses hukum terhadap aparat kepolisian yang telah jelas-jelas melakukan tindak pelanggaran HAM pada kasus tersebut, Konsorsium Solo juga menuntut pemerintah segera mencabut kebijakan kenaikan harga BBM yang telah merugikan rakyat miskin. Konsorsium Solo mengancam akan mengajukan class action sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat miskin. Menurut Konsorsioum Solo, kekerasan yang d ilakukan polisi merupakan indikasi menguatnya kembali pola militerisme dalam membungkam suara rakyat yang menginginkan perubahan konkret atas situasi kekacauan yang sengaja diciptakan pemerintah, dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak pro rakyat. "Sebagai bagian dari elemen masyarakat, kita tidak boleh tinggal diam menghadapi kebringasan polisi. Apa yang dilakukan negara dalam melakukan represi adalah bentuk pembungkaman aspirasi rakyat dalam menolak kebijakan negara yang merugikan rakyat," kata Muh Amin. * * * Pernyataan Sikap ANARKISME NEGARA REPUBLIK INDONESIA Empat tahun Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berkuasa namun tak ada perubahan yang signifikan. Yang terjadi justru kemunduran demi kemunduran dalam berbagai bidang. Di saat ratusan, ribuan bahkan jutaan anak bangsa menderita, justru pemerintah melalui aparatnya melakukan tindakan-tindakan yang represif dan anarkis untuk menghadapi aksi-aksi demonstrasi para anak bangsa yang masih duduk dalam bangku perkuliahan. Puluhan orang dipukuli dan ditangkap saat melakukan demonstrasi menolak kenaikan harga BBM di depan istana negara, ratusan orang di berbagai daerah juga dipukuli dan ditangkap saat melakukan penolakan kenaikan harga BBM. Dan yang paling ironis, saat 300 mahasiswa Universitas Nasional (UNAS) melakukan aksi penolakan di kampusnya, lontaran peluru karet serta sambutan gas air mata kian menambah daftar hitam kinerja perintahan saat ini. SBY-JK dan kepolisian pun tak tinggal diam. Mereka mengatakan aksi mahasiswa di depan UNAS bersifat anarkis. Kalau mau ditelaah lebih dalam, tindakan mahasiswa UNAS dan mahasiswa-mahasiswa lainnya masih bersifat wajar serta hanya terjadi di titik-titik tertentu. Justru aksi SBY-JK-lah yang paling anarkis. Di saat 220 juta rakyat Indonesia sedang terlelap tidur, SBY-Jk malah menaikkan harga BBM. Jadi siapa yang lebih anarkis. SBY-JK atau para mahasiswa yang melakukan aksi penolakan kenaikan harga BBM? Kami, Solidaritas Mahasiswa UNAS, menuntut kepolisian agar: 1. Membebaskan mahasiswa UNAS dan seluruh mahasiswa yanga ditangkap pihak polisi dalam aksi menolak kenaikan harga BBM. 2. Usut dan tuntaskan para pelanggar HAM yang menyerang kampus. 3. Pihak kepolisian harus bertanggung jawab atas tragedi yang menimpa UNAS dan kampus di seluruh Indonesia yang menolak kenaikan harga BBM. Jakarta, 27 Mei 2008 Solidaritas Mahasiswa Universitas Nasional (Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Universitas Moestopo Beragama, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mercubuana, AMIK LAKSI, Institut Sains dan Teknologi Nasional, Universitas Al Azhar) * * * No virus found in this outgoing message. Checked by AVG. Version: 7.5.524 / Virus Database: 269.24.1/1468 - Release Date: 26/05/2008 15:23
<<clip_image001.gif>>