Refleksi: Apa pantas Anda bila kasus VLCC ini  menghilang tak berbekas dari 
agenda pemberantasan korupsi sampai ke akar-akannya? 

http://www.gatra.com/artikel.php?id=109688


Kasus VLCC
Laks Kembali Diperiksa Kejagung


Jakarta, 21 November 2007 10:50
Laksamana Sukardi, Rabu (21/11), diperiksa tim penyidik Kejaksaan Agung 
(Kejagung) untuk kelima kalinya sebagai tersangka kasus penjualan dua tanker 
Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina.

Mantan Komisaris Utama Pertamina itu datang ke Gedung Jaksa Agung Muda Tindak 
Pidana Khusus (Jampidsus) sekitar pukul 09.40 WIB.

Laks, yang mengenakan jas warna biru tua datang dengan didampingi beberapa 
kuasa hukum dan simpatisan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).

Kepada wartawan, mantan Menteri Negara BUMN itu menyatakan akan menjawab 
sejumlah pertanyaan penyidik tentang kebijakan penjualan hak pesan tanker 
Pertamina.

Laks menegaskan, wewenang Meneg BUMN saat itu adalah pada tataran kebijakan, 
bukan teknis penjualan tanker.

Menurutnya, penjualan tanker sepenuhnya memenuhi mekanisme korporasi Pertamina, 
sedangkan penatausahaan permodalan Pertamina adalah wewenang Menteri Keuangan 
yang saat itu dijabat Boediono.

"Jadi masalah penjualan itu sudah jelas mengikuti mekanisme korporasi, usulan 
direksi, komisaris, dan pemegang saham. Tetapi penatausahaan permodalan 
Pertamina yang masih dalam proses transisi adalah wewenang Boediono," kata Laks.

Selain Laks, Kejagung juga menetapkan dua mantan pejabat Pertamina yang lain, 
direktur keuangan Alfred Rohimone dan mantan direktur utama Arifi Nawawi, 
sebagai tersangka.

Kasus VLCC bermula pada 11 Juni 2004 ketika Direksi Pertamina bersama Komisaris 
Utama Pertamina menjual dua tanker VLCC milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 
1541 yang masih dalam proses pembuatan di Korea Selatan.

Penjualan kepada perusahaan asal Amerika Serikat, Frontline, itu diduga tanpa 
persetujuan Menteri Keuangan. Hal itu dinilai bertentangan dengan pasal 12 ayat 
(1) dan (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991.

Kasus itu diperkirakan merugikan keuangan negara sekira 20 juta dolar AS. Namun 
demikian, Kejagung masih menunggu perhitungan resmi dari Badan Pemeriksa 
Keuangan. [EL, Ant] 

--------------------------------------------------------------------------------

URL: http://www.gatra.com/versi_cetak.php?id=109688 

Kirim email ke