http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=42653


Memihak kaum perempuan
      Tanggal :  21 Apr 2008 
      Sumber :  Harian Terbit 


Oleh Haryono Suyono


HARI ini adalah Hari Kartini, hari yang oleh bangsa kita dijadikan simbul 
kebangkitan kaum perempuan. Dalam konteks demokrasi yang marak di tanah air, 
kiranya perlu kita ingatkan agar para kontestan pemilu, apakah itu pemilu calon 
Presiden, Wakil Presiden, Gubernur dan Wakilnya, Bupati/Walikota dan Wakilnya, 
atau bahkan anggota DPRR dan DPRD, akan makin pentingnya mengangkat isu tentang 
pemberdayaan kaum perempuan. Seperti di banyak negara, negara maju maupun 
negara berkembang, usia rata-rata kaum perempuan lebih baik dari kaum 
laki-laki. 

Oleh karena itu umumnya, kaum perempuan jumlah atau proporsinya lebih besar 
dibandingkan kaum laki-laki. Tetapi ironisnya, kondisi sosial ekonomi kaum 
perempuan umumnya lebih rendah dibandingkan kaum laki-laki.

Biarpun berulang kali dianjurkan, bahkan tidak bosan-bosannya para politisi 
senior dunia menghasilkan deklarasi global agar upaya kesetaraan gender menjadi 
perhatian. Para orang tua seakan tidak peduli dan selalu saja menempatkan anak 
laki-lakinya pada posisi lebih baik dibandingkan anak perempuan. Protes keras 
secara nyata, disertai bukti konkrit, bahwa kualitas anak perempuan tidak kalah 
dengan anak laki-laki tidak digubris. Prestasi anak perempuan di kelas, di 
kampus, atau di ruangan kerja, sedikit menggetarkan, tetapi tidak banyak 
mengubah sikap dan persepsi orang tua. Pada umumnya orang tetap melihat dan 
percaya bahwa secara totalitas pada setiap bangsa umumnya kondisi sosial 
ekonomi kaum perempuan lebih rendah dibanding kaum lelaki.

Karena anggapan dan kepercayaan tersebut, anak perempuan biasanya mendapat 
prioritas yang kedua atau kesekian dalam hal pendidikan, kesehatan atau 
kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Prioritas ini tidak saja karena 
eks-pektasi yang keliru tetapi juga dalam hal-hal tertentu masih dibatasi 
aturan-aturan budaya dan agama yang disalah tafsirkan. Kadang juga kekawatiran 
yang berlebihan bisa berkurang karena dilonggarkannya batasan tersebut. Budaya 
atau larangan agama memperoleh interpretasi yang lebih "modern". Larangan 
bekerja malam hari menjadi lebih longgar. Tetapi kalau kelonggaran itu 
dilanggar, misalnya membawa akibat pergaulan yang lebih bebas dengan akibat 
yang fatal, akan terjadi pembalikan yang merugikan. Misalnya, terjadi 
pelanggaran susila, orang tua yang mulai mengendorkan larangan anak 
perempuannya kembali terhenyak dan menarik ijin dan kesempatan yang sudah 
dibukanya.

Oleh karena itu, kalau dewasa ini banyak sekali para politisi mengumbar janji, 
ada baiknya kaum perempuan menuntut dibukanya isu kesetaraan gender lebih gegap 
gempita. Kalau mereka terpilih segera ditagih apakah para wakil rakyat, atau 
para pemimpin tersebut, betul-betul memberikan dukungan yang kuat terhadap 
pengembangan pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja atau kesempatan usaha 
untuk kaum perempuan. Apakah mereka memberi perhatian yang tinggi terhadap 
isu-isu kekerasan terhadap kaum perempuan, yang notabene mungkin saja 
menyangkut ibunya, adik atau kakak perempuannya, atau bahkan kekerasan terhadap 
anak-anak atau cucu-cucunya. Kekerasan gender dalam lingkungan rumah tangga 
bisa terjadi bukan saja monopoli mereka yang pendidikan dan keadaan sosial 
ekonominya rendah, juga terjadi dalam lingkungan keluarga modern dengan tingkat 
pendidikan tinggi dan tergolong terhormat.

Tontonan tv yang selalu mengetengahkan kekerasan tidak mustahil menjadi contoh 
untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Alasan untuk meniru diberi 
contoh dan multi alasan yang dipertontonkan secara telanjang. Latar belakang 
yang direka yasa cocok dengan kondisi di rumahnya, sehingga kasusnya menjadi 
sangat meyakinkan. Tuntunan agama yang diberikan dengan abstrak sukar diikuti. 
Tontonan sinetron yang telanjang dan sederhana dengan mudah dicerna. 
Lebih-lebih contoh praktisnya bisa diulang at no time, kapan saja dan dimana 
saja.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan para aktifis sudah berusaha keras. Setiap 
kali pidato berapi-api, yang dimuat media hanyalah peristiwanya semata. 
Substansi yang menjadi perhatian sukar ditampilkan karena ruang yang terbatas. 
Penampilan di TV yang apa adanya tidak menarik. Kalau mau lebih menarik 
biayanya mahal. Pemerintah "berhemat" atau pejabat pemerintah "merasa bisa". 
Segan atau "sayang" menyerahkan "proyeknya" kepada tim ahli yang bisa 
mem-"paketkan" program sesuai selera penonton. Sebaliknya ajakan merokok, yang 
dikemas perusahaan iklan, tampil tegar dan selalu menarik. Biarpun kita 
menganjurkan anti rokok, anjuran itu kalah seru dibanding ajakan merokok yang 
aduhai.

Tiba waktunya para politisi dihimbau untuk pasang iklan tentang dirinya agar 
dipilih dengan mengangkat tema memperjuangkan kaum perempuan. Kita sebaliknya, 
menganjurkan dengan tegas kepada setiap pemilih, utamanya kaum perempuan, untuk 
hanya memilih kandidat yang nyata-nyata pro pembangunan kaum perempuan. 
Tindakan ini pasti, apabila Ibu kita Kartini masih hidup, akan menjadi bahan 
baru dari surat yang ditulis untuk sahabatnya di Belanda.

Agar dampak dari ajakan itu mempunyai arti yang besar, kita harus bisa 
menggerakkan kaum perempuan untuk hadir dalam berbagai kampanye. Pada 
kesempatan itu, yang biasanya kandidat sangat terbuka dan mudah di akses, 
secara berani kaum perempuan mengutarakan isunya untuk diangkat. Kalau kandidat 
belum mau mengangkatnya, dalam kesempatan kampanye di tempat lain, isu yang 
sama harus disampaikan. Begitu seterusnya.

Dalam kampanye, setiap calon menyampaikan gagasan agar dipilih. Kaum perempuan 
menjadikan forum kampanye untuk menyampaikan isu penting. Suatu kesempatan 
dimana pejuang perempuan tidak perlu keluar dana untuk mengangkat isu dan 
meyakinkan pokitisi senior demi kesetaraan gender dan kesejahteraan kaum 
perempuan. Ibu Kartini pasti tersenyum bahagia melihat anak cucunya tidak 
menulis surat seperti dirinya, tetapi mempunyai cara perjuangan yang lebih 
modern dan demokratis. (penulis adalah pro perempuan/haryono.com

Kirim email ke