http://www.gatra.com/artikel.php?id=128564


Menelisik Dalang-dalang Bom Mega Kuningan


Pasca-meledaknya bom di Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton di Mega 
Kuningan, Jakarta Selatan, polisi menyelidiki dugaan keterlibatan Al-Qaeda dan 
jaringan teroris Noor Din Mohd. Top. Dari penyelidikan yang dilakukan, polisi 
memperoleh nama Nur Aziz, yang diduga menjadi pengebom JW Marriott. Lelaki itu 
diketahui check-in di kamar 1808 Hotel JW Marriott pada 15 Juli, dengan nama 
Nur Aziz. Untuk menginap tiga hari di kamar deluxe bertarif US$ 154 itu, Nur 
Aziz menaruh deposit tunai US$ 264. Dari rekaman CCTV hotel diketahui, Nur Aziz 
check-in di resepsionis hotel sekitar pukul 15.00. Penampilannya sama persis 
dengan gambar yang tertangkap CCTV menjelang ledakan.

Polisi menduga, dua aksi pengeboman itu dimatangkan di kamar 1808 yang 
dijadikan markas darurat. Di kamar mewah itu ditemukan satu paket bom utuh. 
Rangkaian bom yang disimpan dalam tas laptop ukuran 14 inci itu dibungkus 
dengan kardus warna hijau, yang dijejali ratusan mur dan baut, seta dililit 
dengan lakban warna hitam.

Dua lampu kecil warna merah menyembul dari kotak plastik yang mewadahinya. 
Ketika bom itu dievakuasi dari kamar 1808, wartawan Gatra Gandhi Achmad melihat 
dua kabel warna merah dan biru terjuntai dan bergoyang-goyang. Pada saat 
ditemukan polisi, bom rakitan yang siap diledakkan itu berada di atas meja di 
sisi tempat tidur. Entah apa maksudnya ditinggal begitu saja oleh si empunya.

Semula ada dugaan, bom itu akan diledakkan untuk menghancurkan kamar dan 
menghilangkan barang bukti di situ. Pertanyaannya: bukti apa yang hendak 
dilenyapkan? Di kamar itu tak ada bukti lain selain bom tadi. Spekulasi pun 
sempat merebak: jangan-jangan ada pihak lain yang sengaja meletakkan bom 
tersebut di sana dengan maksud mengecoh. Misalnya untuk memberi kesan kuat 
bahwa pelakunya adalah kelompok tertentu, seperti Jamaah Islamiah, yang biasa 
menggunakan bom rakitan model itu.

Spekulasi ini pun sulit dibuktikan. Apalagi, ada spekulasi lain bahwa mungkin 
saja bom itu digunakan untuk meledakkan target lain. Polisi belum hendak 
membedah spekulasi-spekulasi ini. Yang jelas, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, 
Inspektur Jenderal Nanan Soekarna, menegaskan bahwa antara dua bom yang meledak 
dengan bom tidak meledak yang ditemukan di kamar 1808 ada kesamaan.

''Sama-sama terbuat dari campuran black powder yang tergolong low explosive, 
ditambah mur dan baut untuk menambah efek merusak,'' kata Nanan kepada Gatra. 
Bom seperti ini juga sama dengan bom yang ditemukan polisi di Cilacap, Jawa 
Tengah, dua pekan lalu. Bom dan bahan pembuat bom itu ditemukan di halaman 
belakang rumah Baridin alias Bahrudin Latif di Kampung Mulele, Desa Pesuruhan, 
Kecamatan Binangun, Cilacap. Baridin, yang diburu polisi karena diduga terlibat 
dalam jaringan teroris Noor Din Mohd. Top, sampai kini masih buron.

Polisi pun menduga, Nur Aziz adalah Nur Hasbi, yang disebut polisi sebagai 
orang lama dalam jaringan teroris Noor Din Mohd. Top. Hasbi pula yang 
menyewakan rumah buat Noor Din Mohd. Top --gembong teroris asal Malaysia-- di 
Wonosobo, Jawa Tengah. Pada 2006, polisi menggerebek rumah itu. Noor Din lolos, 
sedangkan dua rekan Hasbi, Jabir dan Abdul Hadi, tewas.

Benarkah Nur Aziz adalah Nur Hasbi atau Nur Said? Siti Lestari, mertua Nur 
Said, yakin bahwa Nur Aziz seperti tampak pada rekaman CCTV Hotel JW Marriott 
bukanlah Nur Said menantunya. Menurut Siti, yang tinggal di Klaten, Jawa 
Tengah, perawakan Nur Aziz beda dari perawakan Nur Said. Paman Nur Said, 
Hasyim, mengatakan kepada Arif Koes Hernawan dari Gatra, ''Saya tak yakin Said 
terlibat pengeboman.''

Siapa di belakang para operator lapangan itu? Betulkah sang dalang sesungguhnya 
adalah pihak intelijen Barat?

Taufik Alwie, Herry Mohammad, Cavin R. Manuputty, dan Sukmono Fajar Turido
[Laporan Utama, Gatra Nomor 37 Beredar Kamis, 23 Juli 2009]

Reply via email to