================================================= 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Mensyukuri 81 Tahun Sumpah Pemuda dan Memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember 
2009 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
TOKOH MUDA INSPIRATIF (20)
Menjadi Penguasa Belum Tentu Memimpin
Kamis, 19 November 2009 | 03:21 WIB
Oleh: Nur Hidayati
Dari pengalaman berpartai sejak gemuruh reformasi 1998, Anis Matta berpendapat, 
memimpin bangsa jauh lebih berat dari sekadar memenangi pemilihan umum. Ketika 
kemenangan tidak disertai kapasitas memimpin, distribusi kekuasaan politik 
harus dilakukan sehingga ide besar untuk kesejahteraan rakyat tak dapat 
diwujudkan. 
Anis Matta, yang turut membidani kelahiran Partai Keadilan, kini 
bermetamorfosis menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memandang gerakan 
dakwah perlu menjadi perjuangan yang melembaga dalam struktur politik karena 
inti dari gerakan itu adalah penyadaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan 
masyarakat.
Ia meyakini bahwa partai politik yang mengandalkan figur untuk memimpin akan 
habis di tengah jalan. Sosok figur cepat atau lambat akan berakhir, sementara 
ide terus berkembang. Partai politik hanya akan bertahan dengan ide dan 
organisasi yang tangguh.
Meski begitu, sejak era Orde Lama, negeri ini sudah menghabiskan banyak energi 
untuk konflik ideologi yang disebut Anis tidak relevan bagi pertumbuhan bangsa 
semajemuk Indonesia. Konflik aliran yang dilabeli sebagai kelompok Islam dan 
nasionalis, misalnya.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Anis Matta, beberapa waktu lalu:
PKS dipandang membawa politik beridentitas Islam. Seberapa aliran politik ini 
mengakomodasi pluralisme?
Kita ini bangsa yang majemuk, lahir dari beragam identitas lokal, dibentuk oleh 
satu identitas besar sebagai bangsa. Penting bagi setiap kelompok politik untuk 
mempunyai basis ideologi. Itu adalah referensi pembelajaran untuk merumuskan 
masa depan. Kita bisa punya banyak referensi dan Islam adalah salah satunya.
Tidak ada satu bangsa yang diwarnai hanya oleh satu ideologi, pasti selalu 
beragam, apalagi bangsa sebesar kita.
Adalah kesalahan besar untuk mengeliminasi identitas kelompok. Namun, kesalahan 
juga bagi kelompok jika tidak bisa mengintegrasikan ideologinya dalam kehidupan 
berbangsa. Dibutuhkan proses integrasi karena selama ini kita kerap hidup dalam 
dikotomi. Saya tidak perlu memisahkan identitas saya sebagai Muslim dan orang 
Indonesia karena itu bukan dua hal yang bertentangan.
Sekarang ini kita justru perlu lebih banyak lagi sumber pembelajaran untuk 
mengisi kevakuman pemikiran dari mana pun datangnya, termasuk dari Barat dan 
Islam.
Pluralisme adalah fakta yang membentuk watak keindonesiaan kita. Tidak ada satu 
agama yang datang ke Indonesia bisa menghilangkan pluralisme tadi. Kita ini 
bangsa yang luar biasa elastis dan begitu terbuka.
Ketika membawa Islam dalam perpolitikan, kami juga datang dengan kesadaran 
pluralisme seperti itu. Tetapi, pluralisme bukan berarti kita tidak mempunyai 
identitas.
Bagaimana Anda memandang penerapan syariat Islam dalam hukum formal di 
Indonesia?
Ketika merumuskan suatu regulasi, misalnya di DPR, kita perlu memakai banyak 
referensi. Kita mempelajari hukum dari Barat, dari Timur, syariat Islam juga 
salah satunya.
Banyak orang keliru memandang soal ini. Syariat Islam itu amat luas dan bagian 
hukum pidana dalam syariat Islam sebenarnya hanya sedikit. Hukum pidana dalam 
Islam itu membutuhkan terms and conditions (persyaratan) untuk diterapkan. 
Misalnya, hukum potong tangan hanya bisa diterapkan bila pada umumnya 
masyarakat sudah sejahtera.
Contoh lain, hukum rajam untuk perzinaan. Rajam adalah sanksi, tetapi untuk 
sampai pada sanksi, proses pembuktiannya terlalu rumit. Misalnya, diperlukan 
empat orang yang menyaksikan seseorang berzina dan menyaksikan dengan amat 
jelas. Seseorang bisa disaksikan oleh empat orang berzina sejelas itu mungkin 
ketika memproduksi film porno, live show, atau membuat pesta seks. Artinya 
tidak sekadar berzina, tetapi mempertontonkan perzinaan.
Saya melihat salah pandang seperti itu tidak terjadi pada syariat Islam, tetapi 
juga banyak sumber hukum yang lain. Proses pembuatan hukum di Indonesia sering 
tidak matang karena referensinya tidak betul-betul dipahami dengan baik.
Sebagai Wakil Ketua DPR, apa yang akan Anda lakukan menyikapi itu?
Dalam periode saya sekarang, misi saya pribadi di pimpinan DPR adalah 
memperkuat infrastruktur legislasi. Pekerjaan politisi seharusnya berbasis 
intelektual karena yang kita buat adalah aturan bagi semua orang. DPR itu, 
menurut saya, adalah akal kolektif bangsa Indonesia.
DPR harus mempunyai basis riset akademis yang kuat dalam pembuatan regulasi. 
Saya sudah mengusulkan di pimpinan DPR agar kita segera membangun perpustakaan 
besar sejenis dengan perpustakaan kongres di AS, yang merupakan perpustakaan 
terbesar di AS. Basis riset perlu menjadi tulang punggung pembuatan regulasi. 
Metode dengar pendapat dan studi banding yang dipakai selama ini hanya jadi 
sentuhan akhir saja.
Tetapi, makin mudah sekarang menjadi anggota DPR?
Sistem politik memungkinkan untuk itu. Media sosialisasi pun jauh lebih luas, 
tetapi fenomena ini tidak akan bertahan lama. Tidak semua yang masuk ke politik 
akan bertahan sebagai politisi, Menurut saya, yang akan bertahan di dunia 
politik ini adalah mereka yang punya niat baik dan kompetensi untuk memberi. 
Mereka yang mencari hidup di dunia politik tidak akan bertahan.
Bagaimana Anda melihat perpolitikan di Indonesia sekarang?
Perkembangan politik kita sekarang sangat menjanjikan. Kita adalah bangsa besar 
yang diberi kesempatan berkompetisi secara sehat oleh sistem politik kita, 
mulai dari struktur tertinggi hingga tingkat desa, terjadi suatu seleksi 
kepemimpinan secara sistemik. Cepat atau lambat, sistem ini akan memilih 
putra-putra terbaik dari bangsa kita ini untuk memimpin. Yang paling 
diuntungkan oleh sistem ini adalah mereka yang berumur 10-15 tahun pada awal 
reformasi. Mereka hidup dalam era kompetisi dan menyiapkan diri lebih baik 
untuk memimpin. Sekarang masih banyak karut-marut, tetapi sistem ini akan 
memproduksi output yang jauh lebih baik di kemudian hari, bukan sekarang.
Bagaimana Anda melihat kepemimpinan nasional pada 2014 dan setelahnya?
Saya melihat PKS punya dua masalah, soal kapasitas untuk memimpin di tataran 
strategis dan kapasitas untuk menang di tataran taktis. Menurut saya, memenangi 
pemilu itu pekerjaan yang tidak terlalu sulit, memimpin lebih sulit. Kita 
belajar dari kepemimpinan di era Reformasi selama 10 tahun terakhir ini. 
Bagaimana parpol muncul mendadak, menjadi besar, lalu turun terus. Bagaimana 
seorang pemimpin atau figur naik, kemudian turun dan lenyap seketika.
Misalkan Anda seorang presiden, kalau Anda tidak datang dengan sebuah tim yang 
besar, pekerjaan pertama yang harus Anda lakukan adalah distribusi politik, 
membagi-bagikan kekuasaan itu pada orang lain, Tim yang Anda bentuk pada saat 
memimpin itu adalah tim yang dicomot dari sana-sini. Tak akan ada satu ide 
besar yang bisa direalisasikan dengan cara itu.
Karena itu, saya berpikir bahwa ini bukan sekadar persoalan figur, kita perlu 
bicara tentang ide-ide besar dan kapasitas besar untuk memimpin. Tidak semua 
yang menang itu akhirnya berkuasa dan tidak semua yang berkuasa pada akhirnya 
memimpin. Saya malah khawatir negeri kita ini sebenarnya dipimpin oleh the 
ghost leaders (para pemimpin bayangan).
Dulu penguasa adalah sekaligus pemimpin. Soekarno berkuasa dan benar-benar 
memimpin, tidak ada ghost leaders di zamannya, Soeharto berkuasa dan 
benar-benar memimpin. Sekarang ini yang ada adalah the ghost leaders. Mereka 
itulah pemimpin sebenarnya, cuma kita tidak tahu siapa.
Saya kira bukan keharusan PKS mengajukan calon pemimpin sendiri pada 2014. 
Lebih penting mempertahankan posisi yang kokoh dalam arus besar politik sambil 
memberi bukti bahwa kami punya kapasitas dengan kinerja yang baik.
***

ANIS MATTA
• Lahir: Bone, Sulawesi Selatan, 7 Desember 1968
• Jabatan: Wakil Ketua DPR (2009-2014)
• Pendidikan:
• Sarjana Strata 1 bidang Syariat Islam dari LIPIA (1992) 
• KSA IX Lemhannas (2001)
• Karier:
• Direktur Pusat Studi Islam Al-Manar
• Presiden Komisaris PT Manara Inti Tijara
• Komisaris PT Indo Media Green Pages
• Dosen Agama Islam Fakultas Ekonomi UI, Program Extention (1996 -1998)
• Anggota DPR 2004-2009• Anggota DPR 2009-2014  
• Kegiatan Lain:
• Anggota Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
• Anggota Majelis Hikmah PP Muhammadiyah (2000-2005)
• Anggota Ikatan Alumni Lemhannas (2001-2006)
• Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (2003-2010)  [Kompas, 19/11/2009]
---------
Marilah melanjutkan semangat juang, kepemimpinan, keteladanan dan kerja keras 
para pahlawan khususnya di dalam usaha meletakkan dasar negara Pancasila, dasar 
pemahaman keagamaan, pruralisme, politik dan kebangsaan bagi masa depan bangsa 
Indonesia.

Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat. 

Best Regards, 
Retno Kintoko                                                                   
                                 
 
Ikutilah :
Magnificat Choir Competition 2009 [MCC 2009] 
 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm [ Alarm gempa ] 
Sedia Bibit Ikan Patin




 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke