Negara Babu
   
  Berkain Sarung di pagi hari
  Tak bergula, Seruput kentalnya kopi 
  Hilangkan kantuk, menjauhkan mimpi
  Bersila kaki, kepulkan asap kontaminasi
   
  Jelang siang, langkahkan kaki menuju opera
  Bermain drama hidup, berperan menjadi raja
  Walau Cuma lakon, khayal laksana
  Tetapi tetap raja, di singgasana cerita
   
  Telah petang, kembali pulang bermanja
  Membawa sekeping harta, hasil bercerita
  Untuk belanja obati luka menganga
  Siapkan dongeng pembuka pada ananda
   
  Ketika malam, selonjorkan kaki
  Menerawang, apa yang akan dimimpi
  Memilih kisah esok hari
  Dari merayu hingga mengiri
   
  Yang berubah hanya hari,
  Yang berubah hanya mimpi,
  Yang berubah hanya lakon,
  Yang berubah hanya penonton
   
  Tetaplah sendu menggelantung 
  Mengayun pilu disimpan berembun
  Menggamang hati, berdebar jantung
  Takutpun mengganyang tubuh berayun
   
  “Itu di kampung halamanku....”
  ---------------------------------------------------------
  ---------------------------------------------------------
  “Lalu ini di kampung tetanggaku....“
   
  Tertatih tubuh disepak siksa
  Dihina uang, dilecehkan harta
  Tersudut pagi, berkaluk petang
  Mengigau malam, berpeluh siang
   
  Makian sudah dimakan
  Ludah telah ditelan
  Taik tak lagi berbongkah seperti di rumah
  Hanya mencret kuning tubuh yang lemah
   
  Bengkak raga, bengkak mata
  Memar kepala, menjalar sukma
  Terkulai jiwa, terbengkalai asa
  Tak berdaya, hanya tinggal nyawa
   
  Terkenang anak, terbayang keluarga
  Tersirat hasrat, mengadu cerita
  Harap dibela, tapi tak dinaya
  Tinggallah kecewa, duka menganga
   
  Tak sedap hidup, apa dikata
  Sudah berbekas, tak dapat dilepas
  Menjadi gambar abstak, padahal luka
  Simpan saja, tak usah bersuara
   
  Nasib bangsa, jahiliyah menjawab
  Cerita babu, azazi bertanya
  Cangkul tak tajam, tenaga di azab
  Nalar dipadamkan, binatang berkuasa
   
  -----------------------------------------------------
  ”Kemudian, berikut ini suara hatiku”
   
  Entah kemana hendak berlayar 
  Ke hulu ber jeram
  Ke hilir karam
  Essai kemakmuran hanya sesumbar
   
  tak salah opera, tak salah cerita
  Bertepuk tangan, setelah tertawa
  Mendengar cerita, siksa dan derita
  Menampung air mata, menyimpan dera
   
  Tak salah hukum tak salah aturan
  Bertepuk tangan, setelah setuju
  Berkonspirasi, membuat kesepakatan
  Menangguk duit, pikiran tertuju
   
  Simpanlah kecewa di cawan cendawan
  Kecewa beracun, amarah beripoh
  Apa hendak dikata, wahai kawan,
  Negara kita, negara babu yang bodoh
   
  Negara selaksa dengki dan caci maki
  Negara setan berbudi, lihai mengelabui
  Korbankan konstitusi, selamatkan justifikasi
  Kobarkan propaganda, padamkan nurani
  Sesat,
  Sungguh sesat,
  Teralalu sesat,
  Ke hulu berjeram,
  Ke hilir karam.
   
  Jakarta, 28 Juni 2007
  Indra Qonyek
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   
   


Ketika Nurani Harus di Korbankan, 
Ketika Ideologi Harus di Lupakan, 
Ketika Tujuan Mulia Tak Lagi Mampu Menjadi Pelurus Jalan, 
Lalu Apa yang akan di Perjuangkan?
 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke