Sudah sejak 30 tahun di Tiongkok berlaku undang-undang; dimana 
setiap pasangan hanya diperbolehkan memiliki satu anak saja. 
Diperkirakan sekitar 80 juta anak tunggal sekarang ini ada di 
Tiongkok. Mengingat, bahwa hanya satu anak saja yang boleh mereka 
miliki, maka wajarlah apabila anak-anak tersebut sangat dimanjakan 
sekali oleh orang tuanya, sehingga diberikan nama panggilan khusus 
ialah „Sang Kaiser Kecil"

Tidak bisa dipungkiri pula, bahwa kesedihan yang yang paling besar 
bagi orang tua, ialah pada saat anaknya meninggal dunia. Apalagi, 
apabila ini hanya anak satu-satunya. Hal inilah yang pada saat ini 
terjadi dan dialami oleh ribuan orang tua di Propinsi Sichuan. Bagi 
mereka yang telah menemukan mayat anaknya, mereka menderita karena 
kehilangan anak satu-satunya, tetapi dilain pihak masih banyak 
sekali orang tua yang belum menemukan jenazah dari anak-anak mereka. 
Mereka hidup dalam ketidak pastian, ketakutan dan penuh 
kekhawatiran, apakah anak kesayangan mereka masih hidup ?

Diperkirakan lebih dari 50.000 orang meninggal dunia akibat gempa 
ini dan tidak terhitung pula banyaknya anak-anak yang menjadi yatim 
piatu dalam seketika. Lebih dari lima juta penduduk tidak memiliki 
tempat bernaung lagi. Dan tidak kurang dari 7.000 sekolah telah 
turut hancur luluh karenanya. Kalau disetiap sekolah hanya ada 50 
anak-anak saja, Anda bisa membayangkannya sendiri berapa banyak anak-
anak yang telah menjadi korban akibat dari gempa bumi ini.

Banyak orang tua yang tetap saja masih menunggu sambil berdoa, di 
depan puing sekolahan anak-anak mereka. Mereka mengharap agar 
anaknya bisa segera diketemukan. Mereka menunggu siang dan malam 
tanpa tidur, bahkan tanpa makan. Mereka sudah tidak bisa menangis 
lagi, karena kesedihan ini. Air mata mereka sudah kering, akibat 
sedemikian lamanya mereka sudah menangis,  sambil menunggu dengan 
penuh rasa takut dan harapan, moga-moga anaknya masih diketemukan 
dalam keadaan hidup.

Kenyataannya mukzijat itu masih tetap saja ada, walaupun sudah lebih 
dari 80 jam berada dibawah puing, tanpa makan maupun minum, masih 
tetap bisa diketemukan anak dalam keadaan hidup. Harapan dan 
mukjizat inilah yang ditunggu oleh para orang tua dihadapan puing 
sekolahan anak-anak mereka.

Seorang ibu menceritakan dengan suara terisak-isak, bahwa sebelumnya 
ia masih bisa mendengar dengan jelas rintihan suara anaknya, tetapi 
semakin lama suara itu semakin mengecil, sehingga akhirnya tak 
terdengarkan lagi, karena para sukarelawan datang terlambat ke 
lokasi, tempat dimana anaknya berada. 

Para orang tua disana tidak mungkin akan bisa mengangkat puing batu 
besar-besar di reruntuhan sekolah anak-anak mereka, tanpa adanya 
bantuan mesin-mesin besar maupun para sukarelawan yang membantu 
disana siang dan malam. 

Betapa pedih dan sakitnya perasaan seorang ibu/ayah, karena tidak 
berdaya untuk bisa menolong anaknya yang mengharapkan bantuan 
mereka. Anak-anak mereka meninggal dihadapannya; tanpa mereka bisa 
melakukan apapun juga, walaupun mereka mendengar dengan jelas isak 
tangis maupun rintihan sang anak yang membutuhkan pertolongannya. 
Satu-satunya yang mereka bisa lakukan, hanya berlutut dan berdoa, 
semoga anaknya bisa cepat dan segera ditolong.

Selama mereka masih bisa mendengar rintihan kesakitan dari anaknya; 
ini satu pertanda, bahwa anaknya masih hidup, hanya sayangnya suara 
rintihan dan isak tangis dari sang anak tersebut, semakin lama 
semakin sayup-sayup menghilang, sehigga akhirnya tak terdengarkan 
lagi. Mereka menyadari, bahwa setiap menit yang terlewatkan, berarti 
setiap menit itu pula harapan mereka semakin berkurang. Walaupun 
demikian mereka tetap saja bertahan terus disana. 

Kalau tidak bisa melihat dan mendapatkan anaknya dalam keadaan hidup 
lagi, minimum mereka ingin mendapatkan kepastian untuk bisa melihat 
jenazah anaknya. Apakah salah apabila mereka tetap menunggu terus 
disana sambil berharap ? Dan setiap kali ada anak yang diketemukan 
dalam keadaan masih hidup, bangkit kembali harapan baru, walaupun 
untuk ini mereka harus menunggu di alam terbuka siang dan malam 
dalam cuaca dingin dan hujan.

Oleh sebab itulah pada saat ini sedang digodok peraturan baru oleh 
pemerintah China, dimana mereka yang kehilangan anaknya; akan 
diberikan ijin untuk mengadopsi anak yatim piatu, tetapi apakah anak 
tersebut bisa menggantikan anak mereka yang hilang atau mati dibawah 
reruntuhan gedung ?

Dengan ini teriring belasungkawa yang sangat mendalam dan doa dari 
mang Ucup untuk para korban gempa bumi di Tiongkok dan juga bagi 
para keluarga yang kehilangan sanak keluarganya. Entah kenapa pada 
saat saya melihat tayangan di TV dari para korban gempa di China 
itu; saya turut bersedih hati dan menangis bersama dengan mereka.

Mang Ucup
Email: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: www.mangucup.net


Reply via email to