TEMPO, Edisi. 37/IX/21 - 27 April 2008 Pelarian di Semenanjung
Dua tersangka pelaku kekerasan di Poso ditangkap. Lari ke Malaysia dengan penerbangan resmi. MUJADID mengenang Agus Purwantoro sebagai dokter yang tak pernah bersemangat membahas jihad. Tiga tahun lalu, keduanya bermukim di kawasan Tanah Runtuh, Poso, Sulawesi Tengah. "Dia kurang sangar," kata terpidana 18 tahun dalam sejumlah kasus kekerasan itu. "Saya kan prajurit, suka yang sangar-sangar." Selasa pekan lalu, polisi mengumumkan penangkapan Agus, 39 tahun, bersama rekannya, Abu Husna, 49 tahun. Menurut Brigadir Jenderal Anton Bahrul Alam, juru bicara Kepolisian Republik Indonesia, keduanya diringkus polisi Malaysia pada akhir Januari lalu. Mereka dideportasi ke Jakarta pada 28 Maret dan kini ditahan di Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Menurut Mujadid, dokter Agus tinggal di daerah atas Tanah Runtuh. Inilah pusat kelompok muslim yang dikendalikan sejumlah ustad dari Jawa di masa konflik Poso. Mujadid alias Brekele tinggal di kawasan bawah. "Tapi kami sering bertemu di masjid setelah salat berjemaah," katanya kepada Tempo. Meski Mujadid menyebut Agus kurang sangar, polisi menuduh sang dokter terlibat berbagai aksi terorisme di Poso, di antaranya perampokan toko emas di Jalan Monginsidi, Palu, pada Februari 2006. Masih menurut polisi, Agus juga terlibat kasus mutilasi tiga siswi sekolah menengah atas pada 29 November 2005 dan pengeboman Tentena, 28 Mei 2005. Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian, menyebutkan Agus sebagai murid Doktor Azahari. Ia belajar dari warga negara Malaysia ahli perakit bom itu di Blitar, Jawa Timur, pada 2005. Azahari tewas ditembak polisi di Batu, Jawa Timur, pada November tahun yang sama. Menurut sumber Tempo di kepolisian, Agus memimpin Jamaah Islamiyah Poso setelah Hasanuddin, pemimpin sebelumnya, ditangkap pada pertengahan 2006. Hasanuddin belakangan divonis 20 tahun penjara untuk keterlibatannya dalam pelbagai aksi kekerasan. Agus meninggalkan Poso pada 11 Januari 2007, setelah Satuan Tugas Antiteror Kepolisian menggerebek kawasan Tanah Runtuh. Dari Poso, Agus menyeberang ke Surabaya. Ia lalu berpindah ke beberapa kota, di antaranya Jakarta, Depok, dan Lampung. "Dokter Agus mengaku dijemput secara estafet oleh teman-temannya, jadi tidak ingat alamat tempat tinggalnya," kata sumber itu. Pada awal Januari, Agus mengurus paspor di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ia memakai nama Tri Susanto, dengan alamat Desa Plaosan, Kecamatan Plaosan, Magetan, Jawa Timur. "Kami sedang menyelidiki mengapa dengan alamat Jawa Timur bisa membuat paspor di Jakarta Utara," sumber itu menambahkan. Agus kemudian berangkat menuju Kuala Lumpur melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta. Di Malaysia, kata sumber itu, seorang penghubung memberi Agus paspor lain dengan nama Dedy Ahmadi Mahdan, dengan alamat Jalan Sempur, Bogor. Adapun Abu Husna memakai paspor atas nama Oktariadi Anis. Menurut Anton Bahrul Alam, ketika ditangkap polisi Diraja Malaysia yang merazia pendatang haram, Agus dan Abu Husna hendak menuju Suriah. "Mereka akan membangun jaringan dengan kelompok teroris di Suriah," kata Anton. Jenderal bintang satu itu mengatakan polisi Malaysia menangkap keduanya pada 31 Januari, kemudian memberi tahu Kepolisian Indonesia, lengkap dengan melampirkan foto. Dari informasi itu, polisi memastikan keduanya masuk daftar orang yang dicari karena terlibat kekerasan di Poso. Pada 28 Maret, Malaysia mengekstradisi Agus dan Abu Husna ke Indonesia. Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian, dipimpin Brigadir Jenderal Surya Darma, kepala kesatuan itu, menjemputnya di Bandar Udara Soekarno-Hatta. "Pada awal Maret, tim kami juga ke Kuala Lumpur untuk penyelidikan," ujar Anton. Lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, pada 1997, Agus membantu seorang dokter di dekat tempat tinggalnya di Gang IV, Kelurahan Petemon, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Menurut pamannya, Kawali, pada malam hari para tetangga sering berobat gratis kepada Agus. Kegiatan itu berlangsung hingga 2002. Kemudian, kepada Kawali, Agus mengatakan ia sudah diangkat menjadi dokter umum dan berpraktek di Kalimantan. "Sejak saat itu Agus sangat jarang pulang," kata sang paman kepada Rohman Taufiq dari Tempo. Adapun Abu Husna alias Abdurrahim bin Toyib pernah mengajar di Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. "Ia dinonaktifkan sejak 1995 karena terlibat makar," kata Ustad Farid Ma'ruf, pembina pesantren itu. "Makar" yang dimaksud Farid adalah penolakan Abu Husna atas rencana Yayasan Al-Mukmin mendirikan Madrasah Mutawasithoh. Abu Husna, kata Farid, menganggap madrasah itu akan mematikan madrasah tsanawiyah yang sudah ada. Penolakannya didukung 40-an guru muda dan 700-an dari total 2.000-an santri. Abu Rusdan, yang pada 2003 dihukum tiga tahun karena menyembunyikan para pelaku peledakan bom Bali, mengaku mengenal Abu Husna. "Dulu saya wali santri Al-Mukmin dan kalau ada urusan selalu berhubungan dengan dia," ujarnya kepada Tempo. Akan halnya dokter Agus, Abu Rusdan bilang tak kenal. Seorang polisi mengatakan Agus pertama kali masuk Poso pada 2002. Ia lalu bolak-balik ke wilayah konflik yang memakan ribuan nyawa itu. Awalnya ia hanya dikenal sebagai dokter yang acap kali menggelar kegiatan sosial, seperti sunatan massal dan pengobatan gratis. Mujadid, 28 tahun, mengatakan mengenal Agus sekitar tiga bulan sebelum bom Tentena. Mujadid adalah pembawa bom, yang kemudian ditaruh di samping gedung Bank Rakyat Indonesia Cabang Tentena. Satu bom lain ditaruh di tengah pasar oleh pelaku lain. Dua bom itu akhirnya menewaskan 20 orang. Ia mengaku tak mengetahui keterlibatan Agus dalam peristiwa bom Tentena, seperti dituduhkan polisi. Menurut dia, semua aksi "amaliah"-pengeboman, penembakan, perampokan, atau pembunuhan-hanya dilaporkan kepada Ustad Hasanuddin. "Jadi saya tidak tahu kalau dokter Agus terlibat dalam bom Tentena," kata Mujadid, yang kini menghuni tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Menurut Anton, Agus dan Abu Husna mengikuti rapat-rapat Jamaah Islamiyah di Jawa Tengah, yang membahas pengiriman pasukan ke Poso. Rapat itu antara lain dihadiri Zarkasih, pemimpin sementara Jamaah Islamiyah, dan Abu Dujana, komandan sayap militer organisasi itu. Dua orang ini ditangkap polisi pada awal Juni tahun lalu. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menjatuhkan vonis untuk mereka Senin pekan ini. Agus, Abu Husna, Zarkasih, dan Abu Dujana kini sama-sama ditahan di Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua. Agus dan Abu Husna masih ditempatkan di sel terpisah, terisolasi dari tahanan lain. Kamis pekan lalu, Abu Rusdan hanya bisa menjenguk Zarkasih dan Abu Dujana. "Saya minta izin untuk bertemu dengan dokter Agus dan Abu Husna, tapi polisi belum mengizinkan," kata ustad yang juga dikenal sebagai Thoriquddin itu. Budi Setyarso, Gabriel Yoga __._,_.