APBNP 2008
            Pemerintah Harus Jamin - Asumsi Bisa Terealisasi 

            Revrisond Baswir, Ekonom UGM 


            Sabtu, 12 April 2008
            JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah diminta menjamin asumsi-asumsi 
yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 
2008 bisa terealisasi. Ini khususnya menyangkut asumsi pencapaian target 
produksi riil (lifting) minyak dan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi 
yang sangat memengaruhi asumsi yang telah diputuskan. 

            Bila tidak tercapai, target lifting minyak yang ditetapkan 927.000 
barel per hari (lebih rendah dari APBN 2008), maka akan memengaruhi penerimaan 
negara berupa pajak dan nonpajak. Belum lagi beban pembengkakan biaya untuk 
mengantisipasi peningkatan konsumsi BBM bersubsidi. Hal ini akan membahayakan 
negara. 

            Demikian diungkapkan anggota Komisi XI DPR Ramson Siagian, ekonom 
UGM Revrisond Baswir, peneliti LIPI Andry Asmoro, dan ekonom BNI Tony 
Prasetiantono secara terpisah di Jakarta, kemarin (11/4). "Inilah tantangan 
yang harus dicapai oleh pemerintah dari sisi penerimaan dan pengeluaran. Sebab, 
bila tidak tercapai dari sisi penerimaan dan pos-pos pengeluaran tertentu 
seperti subsidi nantinya mengharuskan adanya perubahan kembali," kata Ramson. 

            Terkait asumsi harga minyak (Indonesia crude price/ICP) 95 dolar AS 
per barel, menurut Ramson, merupakan langkah antisipasi atas gejolak harga 
minyak yang cenderung menguat di atas 110 dolar AS per barel. Namun bila 
kenaikan harga minyak terpaut cukup jauh dengan asumsi yang digunakan, misalnya 
harga minyak dunia sudah di atas 130 dolar AS per barel, maka perlu ada 
penyesuaian. 

            "Kita perlu antisipasi gejolak harga minyak yang saat ini sangat 
terpengaruh faktor nonfundamental. Angka 95 dolar AS itu memang cukup tinggi, 
tetapi melihat kecenderungan para pedagang yang menyetel, maka harga minyak 
untuk melonjak terus akan tetap terjadi, meski pasokan minyaknya cukup stabil," 
ujarnya. 

            Seperti diketahui, UU APBNP 2008 membuka peluang bagi pemerintah 
untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Dalam pasal 14 ayat 2 disebutkan, jika 
terjadi perubahan harga minyak yang siginifikan dibanding asumsi, pemerintah 
bisa mengambil langkah yang diperlukan di bidang subsidi BBM. Pemerintah juga 
diberi kewenangan membuat langkah lain untuk mengamankan pelaksanaan APBN. 

            Langkah yang bisa diambil pemerintah adalah meliputi kebijakan 
pengendalian volume BBM bersubsidi, kebijakan harga BBM bersubsidi serta 
kebijakan fiskal lain yang terkait. "Jadi, bisa dilihat bahwa kebijakan yang 
diambil pemerintah sangat memengaruhi APBN yang baru disahkan. Kalau asumsi 
yang ditargetkan tidak tercapai, jelas berpengaruh sangat besar terhadap 
perkembangan ekonomi nasional," tuturnya. 

            Sementara itu, ekonom UGM Revrisond Baswir mengatakan, 
asumsi-asumsi APBNP 2008 yang diajukan pemerintah dan disetujui DPR tidak 
menjamin terjadinya peningkatan pendapatan rakyat. Ini karena perubahan itu 
sendiri condong untuk memfasilitasi kepentingan investor, terutama asing, yang 
ingin menguasai hulu sampai hilir perekonomian bangsa. 

            "Angka-angka yang diajukan dalam asumsi APBNP 2008 itu tidak 
penting karena semua bisa dibuat dengan perhitungan tanpa ada jaminan bisa 
dilaksanakan. Lebih penting, apa yang menjadi motif di balik perubahan 
tersebut," kata Revrisond. 

            Menurut dia, perubahan asumsi APBN tidak menjamin pertumbuhan 
ekonomi akan lebih baik, inflasi bisa dipertahankan lebih rendah, lifting 
minyak akan tercapai, dan sebagainya. Apalagi semua itu tidak memberikan dampak 
perbaikan pada ekonomi rakyat yang sekarang sudah morat-marit. 

            Dalam APBNP 2008, lanjutnya, pemerintah hanya berusaha 
mengedepankan peningkatan pengeluaran akibat subsidi dan lainnya, sehingga 
menyebabkan pembengkakan defisit. Masalah yang harus ditutup ini hampir bisa 
dipastikan hanya bisa terwujud dengan menambah utang luar negeri. Karena, 
potensi utang dalam negeri mengalami penurunan. "Dorongan untuk meminjam 
kembali atas alasan menutup defisit atau mengatasi pembiayaan APBN memang sudah 
diatur oleh lembaga-lembaga asing. Karena itu jangan terjebak pada angka-angka 
asumsi," tuturnya. 

            Revrisond menjelaskan, perubahan asumsi APBNP yang lebih awal ini 
dilakukan hanya untuk memuluskan pihak-pihak yang punya kepentingan terhadap 
struktur yang ada. "Mereka itu yang mendorong kenaikan harga minyak dan memberi 
peluang asing untuk masuk lebih jauh lagi di sektor perminyakan. Seharusnya DPR 
mempertanyakan arah kebijakan pemerintah terkait perubahan APBN itu. Ke mana 
condongnya kebijakan tersebut, kepada rakyat atau investor asing. Itu harus 
diwaspadai dan DPR seharusnya mempersoalkan masalah tersebut," tuturnya. 

            Secara terpisah, peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan 
Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Andry Asmoro, memperkirakan, target 
penurunan angka kemiskinan sulit dicapai oleh Indonesia bila melihat APBNP 
2008. "Saya tidak bisa memprediksi bagaimana tingkat pencapaian pengurangan 
separuh kemiskinan pada tahun 2015. Tapi untuk 2008, target itu sulit untuk 
dicapai karena neraca keuangan negara sangat tidak maksimal," kata Andry 
Asmoro. 

            Dia berpendapat, terkait prioritas APBN, pemerintah pusat juga 
sudah seharusnya mengurangi subsidi bahan bakar yang pada praktiknya tidak 
tepat sasaran. APBN 2008 banyak habis untuk membayar gaji pegawai negeri dan 
subsidi. 

            Sedangkan Kepala Ekonom BNI Tony Prasetiantono mengatakan, 
kemungkinan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bisa direalisasikan agar 
struktur APBN tetap tegak. "Menaikkan harga BBM bisa menekan subsidi, sehingga 
anggaran tidak bocor," kata Tony. (Abdul Choir/Indra/Andrian)  
     
     

Attachment: news_icon.html?id=197120
Description: Binary data

Reply via email to