=============================== 
  THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER
  [ Seri : "Membangun Bangsa Indonesia" ]  
  ===============================
  [NQ] - Supplements
   
   
   
  Rupanya, Tahun 2008 ini merupakan tahun rakhmat sejarah bagi bangsa Indonesia 
dalam menapaki perjalanan waktu dan mengisi kemerdekaan Indonesia dalam usaha 
memajukan seluruh mayarakat menuju peradaban modern - seperti apa yang kita 
lihat sampai hari ini – tentu dengan segala kekurangan dan kelebihan di sana - 
sini.
   
   
  Peringatan 100 Tahun STA
   
  Hari Senin 11 Februari 2008 kemarin adalah peringatan 100 Tahun Sutan Takdir 
Alisyahbana [STA], Tokoh sastrawan Pujangga Baru yang tidak asing lagi bagi 
dunia sastra dan kebudayaan bangsa Indonesia. Dari karya dan tulisannya kita 
dapat mengetahui betapa dalam dan jauhnya pandangannya tentang semangat 
kebangsaannya, filosofinya, pemahamannya dan rasa nasionalisme Indonesia yang 
luar biasa dasyat, sehingga pemikirannya jauh melampaui dirinya dan masanya. 
Dialah salah satu tokoh pionir Indonesia dalam kebudayaan, kemasyarakatan dan 
kebangsaan Indonesia. Hal ini bisa kita lihat dari karya tulisan2nya, salah 
satunya tulisan di saat2 terakhir sebelum beliau meninggalkan kita semua – 
[terlampir di bawah ini]
   
   
  2008 -Tahun Rakhmat Satu Abad [100 Tahun] & 80 Tahun Sejarah Indonesia
   
  Pada tanggal 20 Mei 2008 nanti kita akan memperingati “100 Tahun Kebangkitan 
Nasional” yang dipelopori oleh organisasi kebangsaan “Budi Utomo” yang 
didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para pelopornya Soetomo, Goenawan 
Mangoenkoesoemo, Goembrek, Saleh, dan Soeleman.
   
  Selanjutnya pada 28 Oktober 2008, kita juga akan memperingati “80 Tahun 
Sumpah Pemuda”, manifestasi semangat kebangsaan para pemuda Indonesia yang 
bersatu dan bersumpah “Ber-Bangsa, Tanah air, dan Bahasa” Satoe adalah 
Indonesia, inilah momentum ekspresi semangat jiwa nasionalisme, kebangsaan para 
pemuda yang terus menggelora – menuju Indonesia merdeka.
   
  Dengan demikian kepada para pemikir bangsa, negarawan, organisasi2 
kemasyarakatan, apalagi sejumlah partai politik dan para nomine 
capres/cawapres, dipersilakan ….! Karena tahun inilah saatnya – kalo memang 
nggak mau jadi PKK – Partai Ketinggalan Kereta! 
   
  Kita tentu tidak akan melewatkan momentum “Satu Abad” sejarah perjalanan 
Bangsa Indonesia tahun 2008 ini, untuk di ekpose dan dijadikan penyemangat – 
untuk revitalisasi semangat nasionalisme dan kebangsaan Indonesia yang bhinneka 
– dari berbagai unsur - menuju perkembangan masyarakat Indonesia yang lebih 
baik lagi dan Tunggal Ika – menyatu! Saling mengisi dan saling melengkapi – ya, 
Bhineka Tunggal Ika!
   
  Ikuti dengan cermat, warisan pemikiran dan semangat kebangsaan STA dibawah 
ini, yang akan tetap lestari sepanjang masa sejarah INDONESIA saat ini dan 
kedepan – karena  sangat relevan kapanpun dan di manapun!
   
  Terimakasih STA!
   
   
  Best Regard, 
   
  Retno Kintoko
   
  -------------------------------------------------
   
  =============================== 
  THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER
  [ Seri : "Membangun Bangsa Indonesia" ]  
  ===============================
  
   
   
  “Peringatan 100 Tahun STA” 
   
  Suatu Filosofi untuk Masa Depan Menuju Kebudayaan yang Inklusif.
   
  Oleh : SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
   
   
  Pengantar
   
  Hari ini [11/2/2008] adalah peringatan 100 tahun Sutan Takdir Alisjahbana 
yang lahir 11 Februari 1908 di Natal, Sumatera Utara. Tulisan ini merupakan 
kata terakhir yang ia tulis semasa hidupnya. Pada umumnya orang mengingatnya 
sebagai penulis novel Layar Terkembang dan sebagai pemimpin redaksi majalah 
sastra dan budaya, Pudjangga Baru. Namun, sumbangan utamanya sebetulnya bukan 
dalam bidang sastra, melainkan dalam bidang bahasa dan kebudayaan. Ia 
memodernisasikan bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional negara 
modern yang merdeka yang ikut mempersatukan Nusantara. Ia juga adalah pencetus 
Polemik Kebudayaan yang menjadi pembicaraan hangat pada tahun 1930-an. Melalui 
Polemik Kebudayaan ia berusaha menemukan jati diri bangsa dan membimbing 
pembentukan kebudayaan baru, yang dapat menjadi pemersatu penduduk Nusantara. 
Tak banyak yang menyadari prinsip yang melandasi segala ucapannya.
   
  Takdir menerbitkan hampir seluruh pandangan yang berbeda-beda dalam Polemik 
Kebudayaan yang hampir semuanya bertentangan dengan pandangannya sendiri. 
Meskipun ia semangat dan terus terang dalam mengekspresikan pandangannya, ia 
tetap menjadi demokrat yang tidak hanya memancing pandangan yang berbeda-beda, 
tetapi juga menyediakan wadah untuk mengekspresikannya melalui majalah 
Pudjangga Baru.
   
  Sepanjang hidupnya Takdir tak pernah berhenti dalam menyampaikan pandangannya 
mengenai masyarakat dan kebudayaan, namun ia juga menghargai pentingnya 
kebebasan berekspresi bagi mereka yang tidak sependapat dengan pandangannya. 
Dengan cara ini Takdir membantu mewujudkan dialog yang membentuk Indonesia. 
Tidak banyak orang yang melihat sisi ini dari Takdir.
   
  Takdir memperkenalkan wacana mengenai pentingnya kita untuk menciptakan 
sebuah kebudayaan dunia yang inklusif. Istilah kebudayaan yang inklusif 
sekarang sudah menjadi populer. Takdir telah berjuang untuk itu melalui karya 
dan tulisannya sepanjang hidupnya dan ia menyebutnya jauh sebelum kebanyakan 
orang lain. (*)
   
  Dewasa ini kecepatan transportasi dan komunikasi sebagai dampak dari 
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dahsyat menimbulkan suatu 
proses globalisasi di dunia yang mengakibatkan segala sesuatu tampaknya berada 
di depan kita dan kita tak terhindar lagi dari penyatuan bangsa dan kebudayaan 
di planet kita yang seolah-olah semakin menyusut.
   
  Sepanjang sejarah, dengan bertambahnya pengetahuan serta kemampuan manusia 
menciptakan teknologi yang semakin canggih dan efisien, masyarakat dan budaya 
manusia menjadi semakin lama semakin kompleks dari luas : suku menjadi marga, 
marga menjadi kerajaan, dan kerajaan menjadi negara kebangsaan. Proses ini juga 
terlihat di dalam perkembangan persenjataan. Dengan memakai anak tombak dan 
panah kapasitas untuk menghancurkan musuh terbatas, manusia hanya mampu 
membunuh satu orang dalam sekali waktu, namun dengan penemuan bubuk mesiu dan 
senjata otomatis, kapasitas untuk membunuh menjadi dahsyat sebagaimana terlihat 
dalam peperangan abad ke-20. Namun, dengan bom atom, terlihat jelas bahwa 
manusia menghadapi situasi yang sama sekali baru. Sekarang perang bukan hanya 
mengakibatkan pembunuhan massal. Dengan senjata atom kita sudah mampu 
memusnahkan dunia bahkan menghapuskan seluruh umat manusia. Sangatlah jelas 
bahwa dalam situasi seperti ini kita harus mengubah cara pandang dan
 sikap kita terhadap sesama manusia.
   
  Proses globalisasi mengakibatkan berbagai kebudayaan di dunia bertemu bukan 
saja di kota besar, tetapi di mana-mana dengan adanya radio, televisi, surat 
kabar, dan media massa. Akibatnya terjadi pertemuan dan percampuran kebudayaan 
yang lebih besar daripada yang pernah terjadi dalam sejarah manusia sebelumnya.
   
  Pandangan-pandangan lama yang bersumber pada sukuisme, nasionalisme, dan 
eksklusivitas agama harus berubah sehingga tidak timbul konflik yang tak 
terkendali lagi. Kita harus mengatasi keterbatasan kita dan kontroversi dengan 
pihak lain melalui sikap dan pemikiran baru yang radikal. Sebuah filosofi 
pemahaman dan tanggung jawab yang baru dan lebih luas cakupannya harus tampil. 
Kita tidak minta dilahirkan di dalam suku, bangsa, atau agama tertentu. 
Berdasarkan sudut pandang ini situasi kita sebuah kebetulan. Saya lahir sebagai 
orang Indonesia, tapi saya bisa saja terlahir sebagai orang Eskimo dengan 
kebudayaan dan cara hidup orang Eskimo.
   
  Dari sudut pandang ini, semua masyarakat dan kebudayaan lain merupakan bagian 
dan peluang dari potensi yang terbuka bagi saya. Orang yang saya pandang 
sebagai suku lain akan menjadi suku saya andaikata saya lahir di antara mereka.
   
  Di zaman transportasi dan komunikasi yang pesat, orang sering pindah dan 
menetap di antara masyarakat dan kebudayaan yang lain. Maka kita perlu 
mengembangkan pemikiran kita sehingga kita memandang orang lain sebagai peluang 
dan potensi baru yang terbuka bagi kita. Kita tidak menentukan tempat 
kelahiran, adat istiadat, dan pendidikan kita. Melalui perkawinan dan berbagai 
kontak sosial dan budaya lain, melalul radio, televisi, buku, dan majalah, kita 
telah menjadi bagian dari orang, dan masyarakat lain dan demikian pula 
sebaliknya.
   
  Dalam konteks ini, tidak ada lagi konsep “orang lain”, yang ada hanyalah satu 
umat manusia di atas planet yang semakin menyusut yang berada dalam bahaya 
kehancuran total akibat perbuatan kita sendiri melalui perkembangan ilmu dan 
teknologi yang dahsyat.
   
  Saya hendak kembali kepada masa abad ke-5 SM. Pada waktu itu di China muncul 
Confucius, Lao-tse, Moti, dan lainnya yang meletakkan dasar kerajaan dan 
peradaban China. Di India terdapat Buddha Mahavira dengan para penulis 
Upanishad dan Kaisar Ashoka yang menyatukan daratan India. Di Timur Tengah para 
nabi Yahudi sedang bergelut dengan konsep keesaan Tuhan dari mana kemudian 
muncul agama Kristen dan Islam, sedangkan di Yunani, para filosof besar, 
seperti Plato dan Aristoteles, membuka jalan bagi pemikiran sekuler modern. 
Karl Jaspers menyebut masa abad ke-5 SM sebagai “Achsenzeit” atau “masa sumbu 
sejarah” yang sampai sekarang masih mempengaruhi kehidupan kita. Alfred Weber 
menyimpulkan bahwa peningkatan kreativitas sosial dan budaya pada abad ke-5 SM 
terkait dengan pemakaian kuda sebagai alat transportasi.
   
  Namun, kita sekarang berdiri di suatu kurun waktu yang jauh lebih hebat 
daripada abad ke-5 SM. Cukuplah membandingkan kecepatan kuda dan pesawat 
terbang. Seperti sudah dikatakan, perbatasan antar negara menjadi hilang. 
sebuah masyarakat dan kebudayaan dunia baru sedang muncul, jauh lebih besar 
daripada sebelumnya. Negara-negara di dunia harus membentuk suatu federasi 
dunia. Hanya dengan demikian dapat kita mengatasi bahaya kehancuran dunia dan 
umat manusia sebab negara-negara dunia tidak perlu mempersenjatai dirinya lagi,
   
  Kita sekarang masih jauh dari keadaan seperti itu sehingga suatu sikap 
solidaritas universal harus dibangkitkan agar retorika eksklusivisrne dapat 
terhapus dan digantikan oleh komunikasi kebersamaan dan solidaritas universal, 
yang berarti membentuk suatu kebudayaan dunia yang inklusif (*)
   
  Abstrak ini diambil dan tulisan Sutan Takdir Alisjahbana yang belum pernah di 
terbitkan, yang dibacakan pada konferensi internasional tentang “Other in 
Discourse: the Rhetoric and Politics of Exclusion” 6-9 Mei 1993 di Toronto, 
Kanada, diselenggarakan oleh Universitas Victoria. STA diangkat menjadi 
Honorary President of the Conference in Absentia berhubungan ia tidak dapat 
menghadiri konferensi tersebut sebab kesehatannya tidak memungkinkan lagi. Ini 
kemungkinan besar karyanya yang terakhir dan kalimat terakhirnya menjadi 
kesimpulan dan penutup konferensi.  
   
  [ KOMPAS, Senin, 11 Februari 2008 ]
   
   
   
   
  Air minum COLDA - Higienis n Fresh !
  ERDBEBEN Alarm


    
  SONETA INDONESIA <www.soneta.org>

  Retno Kintoko Hp. 0818-942644
  Aminta Plaza Lt. 10
  Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
  Ph. 62 21-7511402-3 
   


       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

Kirim email ke