Refleksi : Apakah tidak lebih baik  kekuasaan negara dinyatakan  berada dalam 
tangan militer?


http://www.antaranews.com/berita/1248795038/pertahanan-ri-dapat-libatkan-kalangan-nirmiliter

Pertahanan RI Dapat Libatkan Kalangan Nirmiliter

Selasa, 28 Juli 2009 22:30 WIB | Peristiwa | Politik/Hankam | 
Surabaya (ANTARA News) - Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 
dapat melibatkan kalangan nirmiliter (nonmiliter) sebagai kekuatan pertahanan 
cadangan, karena mereka memiliki potensi tinggi dalam memperbesar kekuatan 
pertahanan militer.

"Keterlibatan nirmiliter itu berasal dari pertahanan sipil," kata Direktur 
Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan, Budi Susilo Supandji, di 
Surabaya, Selasa.

Menurut dia, sumber daya nasional dari kalangan nirmiliter harus segera 
diberdayakan agar memiliki kesiapan dalam mengatasi ancaman yang mengganggu 
keamanan nasional.

"Mereka bisa juga dioptimalkan dalam memelihara keamanan nasional, khususnya 
mengatasi ancaman yang berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, 
dan teknologi," ujarnya. 

Sementara itu, Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman 
Edy, menyatakan, dalam menjaga keamanan nasional perlu percepatan pertumbuhan 
ekonomi daerah perbatasan dan daerah rawan konflik yang harus menjadi prioritas.

"Ini karena, kawasan perbatasan adalah kawasan strategis nasional yang memiliki 
pengaruh sangat penting dalam kedaulatan negara dan keamanan bangsa dari 
berbagai ancaman," katanya. 

Ia menyebutkan, hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 
tentang wilayah perbatasan. Indonesia berbatasan dengan 10 negara, untuk itu 
perlu mengubah arah kebijakan terkait daerah perbatasan. 

"Di sisi lain, secara nasional ada 26 kabupaten di daerah pinggiran yang rentan 
konflik sosial. Ini karena, keterbatasan sumber daya alam, infrastruktur yang 
minim, tingginya tingkat pengangguran, kurangnya sarana pendidikan, kesehatan, 
dan air bersih," katanya.

Mengenai daerah rawan konflik, terang dia, itu juga paling rentan dengan 
guncangan ekonomi akibat konflik yang terjadi di daerah tersebut, misalnya yang 
terjadi di Maluku.

Akibat konflik yang terjadi di sana, kini semua infrastrukturnya hancur, mulai 
dari bangunan pemerintah, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur 
sosial lainnya ikut hancur. 

"Padahal, dalam membangun fasilitas itu dibutuhkan waktu minimal delapan tahun, 
apalagi hal itu perlu didukung dana yang besar," katanya.

Terkait realisasi percepatan pertumbuhan ekonomi daerah perbatasan dan rawan 
konflik, tambah dia, ada empat tahapan yang akan dilakukan, di antaranya 
membentuk kelompok di daerah tersebut yang disesuaikan dengan profesi mereka 
dan memberikan pengetahuan dan perencanaan kerja sesuai profesi tersebut.

"Bahkan, kami juga akan melakukan intervensi yang bersifat stimulan kepada 
kelompok yang telah dibentuk. Setelah itu, baru dilakukan pendampingan yang 
bertanggung jawab, sehingga kondisi ekonomi bisa meningkat," katanya.(*)
COPYRIGHT © 2009

Kirim email ke