Refleksi : Kalau harus tegas-tegas, siapa lagi akan melindungi harta kekayaan 
Soeharto yang disembunyikan di berbagai pelosok dunia? Untuk minta atas 
dukungannya terhadap operasi laskar Jihad di Maluku dan Sulawesi saja 
berpura-pura tidak tahu.

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=11772

2009-11-12 
Presiden Diminta Tegas 


Perseteruan KPK, Polri, Kejaksaan 



[JAKARTA] Perseteruan tiga lembaga penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi 
(KPK), Polri, dan Kejaksaan, memerlukan penyelesaian yang segera. Desakan 
publik untuk mendapatkan keadilan kolektif dari perseteruan tersebut, harus 
segera diwujudkan oleh pemerintah, untuk menyelamatkan kepercayaan terhadap 
masing-masing institusi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus mampu bersikap tegas untuk 
menghentikan perseteruan tersebut, antara lain dengan mengakomodasi rekomendasi 
tim pencari fakta (TPF).

Demikian rangkuman pandangan sejumlah sosiolog, yakni Subur Budhisantosa, Imam 
B Prasodjo, Thamrin Amal Tomagola, dan Kauzar Bailusy, secara terpisah, di 
Jakarta, Kamis (12/11). Mereka Menurut Subur Budhisantosa, perkembangan dari 
perseteruan KPK, Polri, dan Kejaksaan, menunjukkan terjadinya kelumpuhan 
pranata sosial, yang mengakibatkan sikap masyarakat di Indonesia mudah saling 
tuding. 

"Kasus yang bisa dilihat adalah perseteruan institusi KPK dan Polri, yang 
seolah saling tuding atau mengkerdilkan. Ini merupakan indikasi kuat kelemahan 
pranata tersebut," katanya.

Dia menerangkan, indikasi itu terlihat makin jelas karena selama ini masyarakat 
dibungkam oleh suatu sistem. "Ketika sistem itu dibuka dan keinginan masyarakat 
untuk memperoleh keadilan kian membesar, desakan untuk memperoleh keadilan itu 
juga harus direalisasikan. Masyarakat sudah tidak sabar menunggu siapa 
sebenarnya yang bersalah dalam kasus KPK versus Polri," katanya.

Karena itu, lanjutnya, diperlukan norma-norma baru untuk membenahi pranata 
sosial di Indonesia. "Pembenahan itu sudah sangat mendesak. Kasus ini hanyalah 
sebuah fenomena gunung es," lanjutnya.

Evaluasi Polri

Secara terpisah, Imam B Prasodjo menilai, rangkaian peristiwa dan fakta dalam 
kasus yang menjerat pimpinan KPK, telah menyudutkan posisi Polri. Kondisi ini 
semestinya disikapi secara bijak oleh pimpinan Polri, dengan melakukan evaluasi 
internal guna mereformasi institusi, khususnya prosedur pembuatan Berkas Acara 
Pemeriksaan (BAP) secara transparan dan objektif.

Menurutnya, sikap defensif dan reaktif dari Polri, dengan mengintensifkan 
bantahan terhadap berbagai tuduhan publik, justru rentan memicu 
ketidakpercayaan masyarakat yang semakin besar. "Sebagai warga negara saya 
sedih dengan kondisi Polri saat ini. Perlu upaya menyelamatkan Polri tetapi 
bukan dengan jalan membantah," katanya. 

Sementara itu, Thamrin Alam Tomagola meminta Presiden SBY jangan campur tangan 
dalam kasus Antasari, yang mengarah adanya rekayasa Polri. "Biarkan kasus ini 
berjalan apa adanya di pengadilan, di mana para saksi, penuntut, tersangka 
saling adu data, sehingga kebenaran sejati bisa terungkap siapa sebenarnya 
pembunuh dan ada apa di balik semua itu," ujar Thamrin.

Sebaliknya, untuk kasus perseteruan KPK melawan Polri dan Kejaksaan Agung, yang 
menyeret dua pimpinan KPK nonaktif Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto 
sebagai tersangka, Thamrin justru mendesak Presiden segera menindaklanjuti 
rekomendasi Tim Pencari Fakta yang dibentuk Presiden sendiri. "Segera hentikan 
kasus tersebut," pintanya.

Namun, Thamrin juga merasa perlu kasus Bibit-Chandra dibawa ke pengadilan. 
"Daripada publik menduga-duga ada skenario tertentu tetapi belum ada buktinya, 
lebih baik dibawa saja ke pengadilan. Kalau Polri dan Kejaksaan Agung tetap 
yakin dengan bukti yang mereka miliki, sekalian saja ke pengadilan, biar 
terjadi saling bongkar, sehingga jadi lebih jelas," kata Thamrin.

Sedangkan sosiolog Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Kauzar Bailusy 
menilai, kasus perseteruan kasus yang melibatkan KPK, Polri, dan Kejaksaan, 
seharusnya segera diambilalih Presiden SBY. "Kalau tidak, kasus ini bisa 
menjadi bumerang bagi SBY, karena akan terus mekar dan bisa menjadi tak 
terkendali," katanya. [W-12/E-7/M-15

Kirim email ke