====================================================== 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia."  
====================================================== 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Mensyukuri Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Regenerasi Kepemimpinan Politik
Kamis, 30 Juli 2009 | 03:04 WIB
Oleh : Arie Sujito 
Seusai pemilu legislatif dan pemilu presiden, kita perlu menatap agenda ke 
depan. Salah satu hal yang penting dipikirkan adalah regenerasi kepemimpinan 
politik, terutama menyambut 2014.
Selama ini, organisasi sosial politik (orsospol) sebagai institusi strategis 
yang bertugas menyiapkan kader dalam rotasi kekuasaan kurang mampu menjalankan 
fungsinya. Kaderisasi macet, daya orsospol sebagai mesin pencetak kaum idealis 
dengan tumpuan ideologi kian menyusut. Kondisi ini ironis.
Pada zaman Orde Baru, organisasi formal terjebak desain korporatik. Para kader 
dituntut loyal kepada kekuasaan. Di sisi lain, karena sistem politik yang 
otoriter, berkembang kaderisasi secara sembunyi-sembunyi, kaderisasi ”bawah 
tanah”, toh melahirkan aktivis kritis dengan daya volutarisme kuat. Spirit 
perjuangan melawan otoriterisme negara, saat itu, tumbuh. Sebaliknya, pada era 
reformasi yang seharusnya mendapat keleluasaan mengembangkan organisasi dan 
aktivitas berpolitik, kaderisasi kurang diperhatikan.
Kader instan
Tak bisa dimungkiri, liberalisasi politik telah menstimulasi para aktivis muda 
berpolitik. Secara kuantitatif, mereka terlibat dalam arena dan jalur struktur 
kekuasaan formal baik di parlemen maupun eksekutif, tingkat pusat maupun 
daerah. Tampilnya kaum muda diharapkan jadi suntikan darah segar agar kekuasaan 
dan perubahan lebih dinamis. Idealisme baru pada dirinya menciptakan kreasi 
gagasan dan terobosan alternatif.
Namun, harapan itu tidak berlangsung mulus. Pelibatan kaum muda dalam politik 
formal umumnya tidak lahir dari proses kaderisasi dan proyeksi yang sistematik. 
Mereka sekadar memanfaatkan peluang, tanpa skema kerja kolektif berjejaring 
antarorganisasi. Tak heran jika sedotan liberalisasi politik hanya menyuburkan 
hasrat berpolitik. Itu pun dengan cara ”sulapan”. Memang tak semua politisi 
muda begitu. Namun, rata-rata kualitas pengetahuan, keterampilan, dan komitmen 
perjuangannya terbatas. Inilah kenyataan dilematik. Di satu sisi ada kesempatan 
berkiprah, tetapi tidak disertai kesiapan diri.
Pada sejumlah kasus, fragmentasi tajam di antara mereka tak segera dipungkasi 
melalui kerja konsolidasi. Misalnya mengefektifkan perjuangan dengan membuat 
roadmap perubahan. Wujudnya bisa kerja bareng di parlemen atau di level 
eksekutif, membuat terobosan perubahan.
Dari hasil analisis, peran politisi muda dalam kekuasaan tidak berproses dari 
kaderisasi dan jenjang organisasi. Mereka muncul tiba-tiba menjelang kompetisi. 
Wajar, saat haluan politik cenderung pragmatis sebagaimana diperlihatkan dalam 
panggung kekuasaan saat ini, kaum muda tergoda dan larut dalam gelombang 
pragmatisme. Kehadirannya belum mampu menjadi kekuatan alternatif membenahi 
struktur kekuasaan dan kualitas perubahan secara mendasar.
Organisasi yang rapuh
Ormas dan parpol yang diharapkan memasok kader-kader andal ternyata lesu darah, 
tidak menyiapkan rotasi pengambilalihan kepemimpinan secara baik. Parpol, 
misalnya, terjebak sebagai alat dan batu pijak mengais kursi di parlemen. 
Proses instan tak menghasilkan kader matang. Apalagi kader yang ideologis.
Tak heran jika manajemen dan kaderisasi organisasi agak rapuh. Organisasi 
dibelit problem feodalisme, watak oligarkis, bahkan persaingan tidak sehat. 
Pengelompokan generasi berbasis patron-client juga kuat. Bahkan, politisi muda 
terhegemoni ”golongan lama” konservatif dalam merintis karier politik.
Jika berharap terjadi regenerasi kepemimpinan politik untuk 2014, masalah itu 
harus segera diakhiri. Alih generasi dan estafet kepemimpinan harus ditempuh 
dengan menyusun rencana sejak sekarang. Perlu disadari, tidak mungkin menunggu 
kesediaan generasi lama memberi kesempatan. Sejak awal para aktivis dan 
politisi muda berhaluan idealis dituntut menyiapkan diri, membuktikan 
kapasitasnya.
Langkah itu tidak mungkin ditempuh dalam waktu singkat hanya menjelang pemilu. 
Cara ini sekaligus untuk membendung gejala munculnya dinasti politik 
(kepemimpinan karena keturunan) dalam orsospol yang belakangan menjadi 
perdebatan.
Kepemimpinan organisasi modern yang terkunci oleh konstruksi pewarisan 
orangtua, keturunan, atau kerabat keluarga berarti bentuk kemunduran. Itulah 
tantangan besar buat politisi muda saat ini dan ke depan. [Arie Sujito Sosiolog 
UGM; Sekjen Pergerakan Indonesia-Kompas 30/7/09]
---------
Wahai para pemuda bangsa Indonesia, singsingkan lengan baju, semangat terus 
maju, menyonggsong perubahan kepemimpinan 2014 dan gapailah masa depan bangsa 
Indonesia.
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
ayo mencoba..! 
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 
ayo mencoba !



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke