http://www.indomedia.com/bpost/052007/24/depan/utama2.htm
Semua Dikorupsi SELAIN mengejar Soeharto, Kejaksaan Agung juga memburu kasus dugaan money laundering Tommy Soeharto di Inggris. Salah satu hal yang mendasari klaim Kejagung bahwa uang Tommy Soeharto di BNP Paribas, Guernsey Inggris adalah hasil korupsi karena ditabung hanya dua bulan setelah Soeharto jatuh pada 21 Mei 1998. Namun Tommy berkelit, uang itu hasil penjualan saham di Lamborghini dan Motorbike. Demikian diungkapkan saksi yang meringankan Tommy, Direktur Garnet Investment Limited Abdurrahman Abdul Kadir, dalam persidangan antara Garnet Investment Limited melawan BNP Paribas Guernsey dan pemerintah Indonesia di Royal Court of Guernsey, Inggris, kemarin. Menurut Abdul Kadir, tak ada hubungan antara berakhirnya kekuasaan Soeharto dengan ditabungnya dana Garnet di BNP Paribas Guernsey pada 22 Juli 1998. "Faktanya, waktu dan tempat benar-benar berdiri sendiri saat itu," ujarnya. Sebaliknya, Pemerintah Indonesia yang diwakili Direktur Perdata pada Jaksa Agung Muda Perdata Kejagung, Yoseph Suardi Sabda membeberkan data dugaan KKN Tommy di Indonesia. "Tommy, khususnya melalui Humpuss Group yang saham mayoritas dimiliki Tommy, adalah yang paling depan mendapatkan keuntungan finansial dari kontrak-kontrak pemerintah melalui transaksi yang melibatkan institusi pemerintah," ujarnya. Kasus dugaan korupsi Pertamina paling pertama diutarakan Yoseph. Berdasarkan laporan audit dari PricewaterhouseCoopers (PwC) September 1999, terdapat bukti Pertamina dijalankan demi keuntungan Tommy dan keluarga Soeharto lainnya. Kasus kedua melibatkan maskapai penerbangan nasional Garuda. Dugaan korupsi terlihat pada pembelian mesin Airbus dari Rolls Royce dan Fokker, dengan Humpuss menjadi perantara. "Kasus ini masih disidik lebih lanjut," ujar Yoseph. Kasus ketiga soal Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC). BPPC merupakan pemegang monopoli pemasaran cengkeh sehingga mendatangkan keuntungan yang luar biasa. "Dalam kasus ini, bagaimanapun juga, kesempatan Tommy melakukan ini terjadi oleh penyalahgunaan kekuasaan dari Soeharto melalui instruksi presiden untuk mendirikan BPPC di akhir 1990," ujarnya. Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan kasus keempat. Pada akhir kekuasaan Soeharto, Indonesia dilanda krisis ekonomi. Rupiah anjlok dari Rp 4.600 per satu dolar AS di akhir Desember 1997 menjadi Rp 15.000 per satu dolar di akhir Januari 1998. Kejatuhan rupiah ini mendorong capital flight. Perbankan Indonesia pun kolaps. Termasuk Bank Central Asia (BCA) yang 30 persennya dimiliki anak-anak Soeharto. Untuk menyelamatkan bank-bank, Bank Indonesia (BI) mengucurkan BLBI. Humpuss kemudian menjadi pengutang BLBI terbesar ketiga. Pada tahun 2001, total utang Humpuss mencapai 570 juta dolar AS. Sebagian besar utang ini ditalangi oleh bank-bank pemerintah. Kasus kelima adalah PT Goro. Tommy sudah divonis bebas dalam kasus pidana korupsi Goro ini. "Namun, kami berpendapat putusan pidana dalam kasus ini tidak mencegah jalur perdata digunakan," kata Yoseph. Kasus keenam adalah melibatkan yayasan-yayasan. Yoseph membawa kasus Yayasan Supersemar sebagai bukti harta Tommy merupakan hasil korupsi. Sebagian besar keuntungan yayasan digunakan oleh keluarga Soeharto. "Melalui keputusan menteri, Supersemar mendapat laba 2,5 persen dari 8 bank pemerintah dan 2,5 persen dari bunga. Jaksa Agung menemukan hanya 16 persen dari keuntungan yayasan tersebut digunakan untuk meningkatkan sumber daya manusia," jelas Yoseph. Kasus terakhir atau ketujuh adalah kasus Sempati Air. Sempati Air didirikan oleh Tommy Soeharto dan Bob Hasan. Sempati Air diduga menerima dana yayasan Rp 40 miliar dari berbagai yayasan, tanpa pernah dikembalikan lagi sampai Sempati bangkrut Juli 1999. [Non-text portions of this message have been removed]