http://www.suarapembaruan.com/News/2008/04/12/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
TAJUK RENCANA II


Teori Bandit


Seolah tak ada habisnya bila kita membicarakan sepak terjang para anggota DPR. 
Peran dan fungsinya di republik ini terlalu besar untuk tidak menjadi bahan 
pergunjingan dan sorotan masyarakat. Dengan kewenangan anggaran, legislasi, dan 
pengawasan, DPR nyaris menjadi superbody yang tak ada tandingannya. Begitu 
pentingnya lembaga ini, sehingga sudah tidak terhitung lagi berapa banyak 
berita, artikel, dan buku yang dituliskan menyangkut kiprah para anggotanya, 
mulai dari yang bersifat positif, normatif, hingga (yang terbanyak) negatif. 

Sebuah buku berkaitan dengan aktivitas para legislator tersebut diluncurkan di 
Jakarta, Kamis (10/4). Judulnya Teori Bandit, dengan penulis seorang pakar 
ekonomi sekaligus politisi, Didik J Rachbini. Menurut sang penulis, bukunya itu 
memotret perilaku eksekutif dan legislatif ketika menjalankan kekuasaan dan 
kewenangan mereka. "Perilaku negatif kolektif kedua pihak itu dapat merusak 
sistem, membahayakan negara, serta menyebabkan kesejahteraan rakyat tidak 
tercapai," kata Didik. 

Dalam acara bedah buku ini pula mengemuka penilaian bahwa DPR telah kehilangan 
visi dan moralitas untuk menyejahterakan rakyat. Para anggota DPR dinilai lebih 
mengutamakan kepentingan diri sendiri dan golongan. "Masyarakat saat ini 
melihat citra DPR yang tidak lagi memihak kepada rakyat," ujar pengamat politik 
dari Universitas Indonesia, Andrinof A Chaniago. 

Apa yang dilontarkan Chaniago ini sebenarnya bukan hal baru, bahkan tidak 
berlebihan untuk disebut bahwa penilaian itu merupakan isu klasik yang sudah 
terlalu sering dilontarkan, tetapi tak kunjung mengubah perilaku para wakil 
rakyat yang terhormat menjadi lebih baik. Aneka jajak pendapat yang digelar 
lembaga-lembaga survei independen telah menunjukkan kepada kita betapa minimnya 
kepercayaan rakyat terhadap mereka. Gosip-gosip jalanan yang dirangkai dalam 
sebuah lagu oleh kelompok musik Slank pun, sukses memotret perilaku negatif 
anggota DPR. 

Kendati harus diakui bahwa tidak semua anggota DPR bermental bobrok, sulit 
dipungkiri bahwa mayoritas mereka larut dalam sistem koruptif yang telah 
berurat akar di lembaga tersebut. Permainan kongkalikong saat menjalankan 
fungsinya, sudah menjadi hal yang nyaris lumrah dilakukan. Karena itu sulit 
untuk tidak bersepakat bahwa DPR telah kehilangan visi untuk menyejahterakan 
rakyat. 

Terlalu banyak contoh kasus yang bisa diangkat seputar perilaku mereka yang 
tidak bersabahat dengan impian rakyat banyak untuk hidup lebih baik. Salah satu 
dari sekian banyak kasus yang cukup menonjol adalah isu percaloan proyek yang 
dilakukan anggota DPR, yang merebak ke permukaan pada 2005. Kendati tak ada 
penuntasan dari sisi hukum, masalah ini telah membuka mata publik bahwa 
perilaku negatif kolektif yang melibatkan eksekutif memang lazim terjadi di 
Gedung DPR. 

Kasus tertangkapnya Al Amin Nur Nasution oleh tim KPK, Rabu (9/4) dini hari 
lalu, menjadi bukti konkret bahwa perilaku negatif kolektif memang menjadi 
bagian dari kehidupan legislatif saat menjalankan fungsinya. Pola permainan 
yang dilakukan Amin ini sebenarnya sudah biasa dilakukan oleh rekan-rekannya di 
Senayan. Hanya saja dia yang ketiban sial, diincar dan ditangkap KPK. 

Bila Anda mempunyai teman seorang gubernur, bupati, atau wali kota, coba 
tanyakan secara off the record, berapa banyak uang atau proyek yang pernah 
mereka berikan sebagai "sumbangan wajib" kepada anggota DPR yang telah 
"membantu" mereka mencairkan DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi 
khusus), serta mengegolkan proyek-proyek tertentu? Jawabannya pasti menarik dan 
membuktikan bahwa ungkapan, "No free lunch", adalah benar adanya. 



--------------------------------------------------------------------------------
Last modified: 12/4/08 

Reply via email to