Refleksi: Mungkin saja Pak Harto katakan kepada Tommy : Jangan bayar, nanti konco-koncoku dan anak buahku yang berkuasa urus. Tenang dan sabar. Pasti beres.
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=9643 Senin, 03 Des 2007, Tommy Enggan Bayar Rp 4 T Abaikan Ultimatum Departemen Keuangan JAKARTA - Tommy Soeharto bakal mengabaikan ultimatum Menteri Keuangan (Menkeu) untuk menyetor Rp 4 triliun dalam tempo dua pekan. Dana itu seharusnya diserahkan kepada pemerintah atas indikasi persekongkolan di balik akuisisi aset Grup Humpuss ke PT Vista Bella Pratama (VBP). Sebaliknya, Tommy mempertanyakan bukti-bukti indikasi persekongkolan yang diduga merugikan negara tersebut. Sebab, penetapan PT VBP sebagai pembeli aset Humpuss merupakan keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Itu dilaksanakan setelah KKSK menerima penghitungan aset Humpuss dari tim appraisal BPPN dan auditor independen. Dirut PT Timor Putra Nasional (TPN) Suharto mengatakan, Tommy bakal memilih jalur hukum untuk membuktikan persekongkolan yang dituduhkan Menkeu. "Mas Tommy akan memilih pengadilan daripada harus membayar. Kami nanti adu bukti," kata Suharto saat dihubungi koran ini kemarin. Menurut Suharto, jika ditemukan kekeliruan penghitungan aset dan penetapan PT Vista sebagai pembeli, aparat seharusnya mengusut pejabat KKSK dan BPPN. "Bukankah mereka yang mengeluarkan kebijakan tersebut?" jelas mantan komisaris PT Timor itu. Saat itu KKSK diketuai Boediono selaku menteri keuangan. Sedangkan BPPN dikomandani Glenn Yusuf. Di tempat terpisah, konsultan pajak PT Timor Soejatna Sonoesoebrata mengatakan, PT Vista saat ini tidak lagi menguasai aset Humpuss, termasuk PT Timor. "Saya dengar PT Vista sudah menjualnya lagi ke perusahaan lain," kata Soejatna saat dihubungi koran ini tadi malam. Ditanya siapa pemilik baru aset-aset PT Timor -benarkah dimiliki lagi oleh Tommy- Soejatna mengaku tidak tahu. Meski demikian, dari penelusuran koran ini, manajemen PT Timor saat ini dipegang orang-orang kepercayaan Tommy. Suharto, misalnya, yang menjadi Dirut PT Timor pada 1998 dan komisaris pada 2000, kini dipercaya lagi memegang kendali pabrikan mobil nasional. Selain itu, ada nama Abdurrahman A.M. alias Syam. Dia salah satu direktur Garnet Investment Limited (GIL) yang asetnya kini dibekukan BNP Paribas, Guernsey. Wartawan koran ini berupaya menghubungi Abdurrahman. Tapi, pria yang akrab dipanggil "kiai" itu menolak berkomentar. "Saya masih kondangan," ujarnya. Siapa jajaran manajemen PT Vista -termasuk saat mengakuisisi aset Humpuss- sampai saat ini masih menjadi tanda tanya. Baik Suharto maupun Soejatna mengaku tidak tahu. Saat disebut nama Taufik Suryadarma sebagai salah satu direktur PT Vista, Soejatna tampak terkejut. "Kalau nama itu, saya perlu mengeceknya lagi," ujarnya. Selain nama Taufik, PT Vista disebut-sebut melibatkan nama salah satu pengusaha besar. Terlepas siapa di balik PT Vista, lanjut Soejatna, proses akuisisi aset Humpuss merupakan sebuah kewajaran. PT Vista merupakan perusahaan alat alias special purpose vehicle (SPV) yang didirikan sebagai konsekuensi pelarangan pemilik lama membeli bekas asetnya di BPPN. "Saya kira kelaziman SPV ikut tender, lantas membeli aset-aset yang pernah dimiliki di BPPN. Kalau SPV menjual lagi ke pemilik lama, itu juga bukan kesalahan," jelas mantan deputi di BPKP itu. Dia lantas menyebut beberapa tender aset BPPN yang ditengarai melibatkan pemilik lama. Di antaranya pembelian aset debitor Bank Mandiri berupa Hotel Tiara oleh PT Tahta Medan dan proses lelang aset PT Pabrik Gula Rajawali (PGR) III di Gorontalo. "Kalau itu disalahkan, tentu semua kena seperti kasus PT Vista," jelas Soejatna. Menurut Soejatna, pemilik lama umumnya punya ikatan emosional dengan aset yang diserahkan ke BPPN. Saat aset berada di BPPN, pemilik lama berharap ada program restrukturisasi dan kelak dapat laku dengan harga mahal. "Selama ini BPPN justru menganggurkan begitu saja aset tersebut. Gilirannya, aset-aset menjadi besi tua dan saat dijual harganya jeblok," jelas pensiunan yang sering menjadi saksi ahli di pengadilan itu. Dalam kasus PT Vista, lanjut Soejatna, seluruh aset Humpuss -termasuk PT Timor- awalnya hendak direstrukturisasi. Namun, KKSK tiba-tiba membatalkan dan memutuskan menjual secepatnya. "Saya tidak bilang KKSK ceroboh, tetapi pemerintah saat itu memang butuh uang untuk mencegah defisit APBN," jelasnya. Di tempat terpisah, Direktur Perdata Kejagung Yoseph Suardi Sabda mengatakan, kejaksaan punya sejumlah opsi untuk memaksa Tommy menyetor Rp 4 triliun. "Untuk aspek perdata, kami masih mempelajari celah-celah untuk mengajukannya ke pengadilan," ujar Yoseph. Tim jaksa pengacara negara (JPN) telah memperoleh surat kuasa khusus (SKK) dari Menkeu. Mereka tengah mengumpulkan alat bukti untuk menguatkan indikasi perbuatan melawan hukum dalam kasus PT Vista. Di tempat terpisah, Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin menegaskan, kejaksaan bakal menindaklanjuti permintaan Menkeu untuk membatalkan perjanjian akuisisi aset Humpuss antara BPPN dan PT Vista. Meski demikian, kejaksaan diyakini kelak menemui banyak kesulitan -termasuk keengganan Tommy membayar Rp 4 triliun. "Saya kira banyak (kesulitan), semua akan bergulir," ujar Muchtar di sela pameran kinerja pembaruan hukum 2007 di Senayan kemarin. Menurut Muchtar, kejaksaan dan Menkeu tengah menyamakan pandangan untuk memproses perdata dan pidana kasus tersebut. "Kami tentu akan terus berkoordinasi," ujarnya. Sebelumnya, KPK menemukan praktik persekongkolan di balik penjualan sejumlah aset Grup Humpuss -yang diserahkan ke BPPN- ke PT Vista. Diduga ada aliran dana dari Humpuss ke PT Vista untuk membeli aset-aset perusahaan milik Tommy, antara lain, PT Timor, PT Sempati Air, PT Bali Pecatu Graha, PT Bali Pecatu Utama, dan PT Humpuss Terminal. Proses pembelian tersebut dikategorikan dilarang karena memiliki afiliasi dengan pemilik lama aset yang dibeli. Ini diatur dalam pasal 3 point 3.5 dan 2.6 perjanjian jual beli piutang (PJBP) antara BPPN dan PT Vista. (agm