Berbicara apa adanya itu rawan dicap oportunis.. pahlawan kesiangan..
pengecut..
lihai.. bahkan terburuknya (di dunia) meruntuhkan citra yang sudah capek"
dibangun
dan memberi hasil/pencapaian..

Baru 3 orang(?) yang sudah mengaku.. Itupun dari 'kalangan' yang sama..
'politisi'
dari kalangan ormas Islam.. para kandidat (2004) yang lainnya ke mana?
PADA BERSIH SEMUA? Atau 'TOO SCARED TO TELL THE TRUTH'??
Tetapi mereka (langsung atau lewat orang lain) cuma bisa menghina yang
mengaku..

Indonesia butuh dipimpin oleh orang yang jujur/tidak menipu & menguntungkan
dan
membela sebanyak mungkin kepentingan publik..
CMIIW..

Wassalam,

Irwan.K

On 6/6/07, Barnabas Rahawarin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>
>
> Dengan Hormat,
>
> Mohon kelima pasang mantan kontestan capres-wapres
> 2004, pada Pilpres itu untuk mempertanggungjawabkan
> (baca: berani berbicara jujur) tentang aliran dana
> (hanya) DKP, ataupun bila Departemen lain yang
> menyalurkan dana untuk Pasangan Pilpres itu dan
> mengklarifikasi seluruh (atau sebahagian) pengakuan
> dari salah satu kontestan YANG MENGAKU ikut menerima
> dana "haram", sekaligus memperbaiki dan mengakhiri
> LAPORAN FIKTIF yang disinyalir ada dalam laporan dana
> Pilpres serta Undang-undang Pilpres yang mengaturnya.
>
> Rakyat meminta supaya para Pejabat dan Pemegang tampuk
> pemerintahan bicara jujur, kalo masih ingin didengar.
>
> wassalam,
>
> berthy b rahawarin
>
> --- Agus Hamonangan <[EMAIL PROTECTED]<agushamonangan%40yahoo.co.id>
> >
>
> wrote:
>
> >
> http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0706/05/Politikhukum/3574894.htm
> > ===================
> >
> > Subang, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
> > mengingatkan,
> > saatnya bagi aparat hukum, seperti Polri dan
> > Kejaksaan Agung, untuk
> > memulai tertib aturan dan kejelasan dalam perkara
> > korupsi. Jangan
> > didasari target dan kecepatan yang akhirnya hanya
> > menuduh.
> >
> > Aparat penegak hukum harus berani melihat terlebih
> > dulu kepentingan
> > dan kegunaan dari sebuah kebijakan yang diambilnya.
> > Demikian
> > disampaikan Presiden Yudhoyono saat menjawab
> > pertanyaan seorang petani
> > dalam temu wicara di Desa Rancadaka, Kecamatan
> > Pusakanagara, Kabupaten
> > Subang, Jawa Barat, Senin (4/6). Pertanyaan petani
> > itu mengenai
> > distribusi benih bagi pertanian yang belum berjalan.
> >
> > Presiden Yudhoyono mengaku mendapat laporan dari
> > berbagai pihak adanya
> > keragu-raguan aparat yang menyalurkan benih gratis
> > kepada petani,
> > tanpa melalui tender, tetapi melalui penunjukan
> > langsung, dengan harga
> > yang ditentukan pemerintah. Keragu-raguan itu
> > disebabkan kekhawatiran
> > mereka dituduh melakukan penyimpangan dan berbuat
> > korupsi. Akibatnya,
> > program penyaluran itu jadi terhambat.
> >
> > Akan tetapi, karena sudah ada izin dari menteri, ada
> > aturannya, Polri
> > dan Kejaksaan jangan cepat menuduh. "Korupsi itu
> > kalau masuk kantong
> > sendiri," tandasnya.
> >
> > Presiden menambahkan, "Lihat dahulu kepentingannya.
> > Jangan gampang
> > main tuduh ini korupsi. Yang baik adalah jika Polri
> > dan Kejagung
> > saling mengingatkan agar itu (korupsi) tidak
> > terjadi."
> >
> > Kerja sama DPR dan KPK
> >
> > Sementara di Palembang, Sumatera Selatan, Minggu,
> > Ketua MPR Hidayat
> > Nur Wahid meminta DPR dan Komisi Pemberantasan
> > Korupsi (KPK) bekerja
> > sama mengoreksi Rancangan Undang-Undang (RUU) Bidang
> > Politik, terutama
> > pasal yang menimbulkan celah korupsi, sehingga kasus
> > seperti pemberian
> > dana nonbudgeting Departemen Kelautan dan Perikanan
> > (DKP) tak terulang
> > lagi.
> >
> > "KPK agar memberi masukan kepada DPR, pasal mana
> > yang lemah dan
> > memungkinkan dana bermasalah masuk ke tim calon
> > presiden/wakil
> > presiden dan partai politik. Saya harap DPR tidak
> > alergi menerima
> > masukan KPK," kata Hidayat. KPK mempunyai pengalaman
> > dan informasi
> > liku- liku korupsi. (har/lkt)
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke