Membaca Kemalangan

Ini kisah tentang seorang petani tua yang bekerja di ladangnya. Suatu 
hari kudanya melarikan diri. Mendengar ini, tetangga si petani tua 
datang mengunjunginya, dan dengan penuh simpati berkata, "Oh, petani 
tua. Sungguh malang nasibmu."

Sang petani pun menjawab, "Mungkin saja."

Keesokan harinya, kuda itu kembali, bersama tiga kuda liar lainnya. 
"Sungguh menakjubkan. Betapa beruntungnya nasibmu," seru tetangganya.

Sang petani menjawab, "Mungkin saja."

Hari berikutnya, anak si petani tua mencoba menaiki salah satu kuda yang 
masih liar itu. Sang anak terlempar dari punggung kuda yang belum jinak 
itu. Kakinya patah. Mendengar ini, tetangganya datang mengunjunginya 
untuk memberi simpati atas kemalangannya,

"Oh, petani tua. Betapa malang nasibmu."

Lagi-lagi sang petani menjawab, "Mungkin saja."

Keesokan harinya, seorang pejabat militer datang ke desa dan menyerukan 
kewajiban bagi setiap pemuda untuk berperang membela negara. Mengetahui 
bahwa kaki anak laki-lakinya patah, pejabat militer itu pun melewatinya. 
Para tetangga pun memberi selamat kepada si petani tua atas 
keberuntungan nasibnya.

Sang petani tua pun menjawab, "Mungkin saja."

Cerita yang menggugah bukan? Nasib baik dan buruk sebenarnya tergantung 
dari cara kita memandangnya. Sepanjang kita bersyukur, tidak pernah ada 
yang buruk yang datang dari-Nya. "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, 
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai 
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu 
tidak mengetahui." (Quran [2]:216).

Kirim email ke